Film gontok-gontokan dari sutradara muda Phil Joanou tentang mafia. Tapi, darah dan senjata bukan peran utama. STATE OF GRACE Sutradara: Phil Joanou Skenario: Dennis McIntyre Pemain: Sean Penn, Ed Harris, Robin Wright Produksi: Orion Pictures Corporation MEREKA yang menggemari film gontok-gontokan akan kecewa melihat film ini. Terry Noonan (Sean Penn) memang memegang pistol. Mafia Italia dan Irlandia saling mencurigai. Singkatnya, film karya Phil Joanou ini tegang dan bahkan mengerikan. Tapi. darah dan senjata bukanlah aktor utama. State of Grace adalah kisah tragedi orang Amerika keturunan Irlandia yang tengah mengalami krisis identitas. Mereka adalah salah satu kelompok imigran yang terkuat pada masa Amerika baru dibentuk sebagai sebuah masyarakat. Tapi kini mereka menempati pojok-pojok New York yang kumuh -- di bawah selangkangan mafia Italia. Film dimulai dengan warna hijau seragam pemain drumband yang merayakan hari St. Patrick, sebuah hari besar orang Irlandia. Kemudian muncul wajah muram Terry Noonan, seorang agen rahasia keturunan Irlandia, yang ditugasi menyusup ke daerah kumuh Hell's Kitchen, New York. "Tidak apa-apa?" tanya Nick (John Turturro), rekannya, sambil menyerahkan tas plastik berisi senjata. Noonan diam dan menjawab lirih, "tidak apa-apa. I am okay." Yang diselidiki adalah kawan-kawan mainnya sejak kecil, yakni keluarga besar Flannery yang terkenal sebagai mafia penguasa daerah Kitchen. Penyusupan Noonan pun dimulai dengan mendaftarkan diri sebagai anggota kelompok Flannery. Lalu kita berkenalan dengan berbagai karakter macam Jackie Flannery (Gary Oldman), pembunuh psikopat yang dieksploitasi abangnya, Frank Flannery (Ed Harris). Frank, pemimpin gangster yang gemar memotong tangan orang dan menyimpannya di lemari es itu, adalah campuran karakter yang dingin, mengerikan, tapi toh selalu rikuh jika berhadapan dengan kelompok Borelli, mafia Italia yang ditakutinya. "Aliansi terpaksa" antara mafia Itali dan Irlandia ini membuat State of Grace menjadi sebuah film yang penuh persoalan psikologis. Kelompok Flannery ingin eksis sebagai kelompok yang diakui kejayaannya, tapi toh semua tahu mereka tunduk di bawah kejayaan mafia Italia. Bukan hanya dari segi kekerasan dan kebrutalan, tetapi bahkan dari sudut materi dan intelektualitas pun mafia Italia itu jauh di atas kelompok Irlandia. Sementara Frank sibuk dengan eksistensi kelompoknya, Noonan mengalami konflik batin yang berbeda. Ia terkoyak di antara tugasnya mencari bukti agar bisa menangkap kelompok itu dan kesetiaannya kepada sahabatnya, Jackie. Apalagi Noonan mulai terlibat secara emosional dengan Kathleen (Robin Wright), adik wanita dari Flannery bersaudara. Meski pada mulanya penampilan Robin nyaris seperti "penyegar" belaka -- sebagaimana film-film keras memotret peran wanita -- belakangan ia muncul sebagai seorang wanita yang berupaya keras berdiri sendiri. Ia berontak melawan gaya hidup kakak-kakaknya dan memisahkan diri dengan bekerja di daerah elite New York. Penggambaran konflik batin Frank yang ambisius Jackie yang gemar darah tapi toh lumer di hadapan abangnya, dan Kathleen yang jelita tapi masih di bawah perawatan psikiater itu adalah ramuan penulis skenario Dennis McIntyre. Phil Joanou, sutradara usia 28 tahun, membuat loncatan besar setelah karyanya yang pertama Three O'Clock High. Bukan saja karena ia mampu melampaui gaya visualisasi fiktif gaya Coppola dalam serial Godfather-nya, tapi Joanou -- seperti Martin Scorsese yang menangani Goodfellas -- berhasil menunjukkan bahwa film tentang kekerasan bukan hanya terdiri dari otot, darah, dan peluru. Tentu saja ada adegan-adegan kekejaman, seperti ketika Frank memotong kerongkongan anak buahnya atau bahkan ketika dengan dingin dia menembak Jackie, adiknya yang saangat setia. Tapi adegan-adegan keras ini bukan demi menampilkan seorang pahlawan kesiangan macam Rambo. Joanou ingin menunjukkan bahwa akhirnya dunia mafia memang tak mengenal persahabatan abadi. Yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Kelebihan Joanou yang lain adalah ketelitiannya dalam memvisualisasikan ide-idenya. Perhatikan lagu yang mengiringi adegan dansa Noonan dan Kathleen adalah Drink Before the War yang dinyanyikan penyanyi turunan Irlandia, Sinead O'Connor, yang menandai kemesraan itu akan berakhir dengan darah. Pemilihan ilustrai musik (ditangani Ennio Mprricone) yang menyelipkan O'Connor atau kelompok Irlandia U2 tentu bukan untuk sekadar menjadi eksotik. Persoalan dilematis Noonan didobrak dengan mencopot pangkat kepolisiannya. Ia capek dan gerah. "Aku bukan agen rahasia yang baik!" teriaknya pada rekan polisinya yang selalu terlambat datang hingga upaya pembuktian mereka selalu gagal. "Aku datang kemari dengan sebuah ide. Tapi kini aku bertabrakan dengan realita yang berbeda dengan ideku," katanya menangis di muka Kathleen. Noonan mengangkat senjatanya dan mengedor Frank dan anak buahnya. Dan Sean Penn yang sepanjang film telah menampilkan akting yang mengagumkan, akhirnya muncul sebagaimana umumnya pahlawan dalam film koboi. Untung adegan satu lawan sepuluh tadi dibuat slow motion serta diselingi adegan parade drumband seragam hijau yang merayakan hari St. Patrick. Sebuah adegan awal yang diulang pada akhir film, hasil suntingan yang mengagumkan dari Claire Simpson, yang pernah memenangkan Oscar untuk menyunting film Platoon. Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini