Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Upaya Menaklukkan Carmen

Opera Carmen dipentaskan oleh Avip Priatna. Dibawakan seluruhnya oleh pemain Indonesia. Penyanyi mezzo-soprano Henny Janawati cukup menawan.

25 April 2016 | 00.00 WIB

Upaya Menaklukkan Carmen
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

L'amour est enfant de boheme; 
il n'a jamais, jamais, connu de loi. 
Si tu ne m'aimes pas, je t'aime, 
et si je t'aime, prends garde a toi!

Cinta ibarat bocah gipsi. Ia tak pernah paham aturan. Kalau kau acuh, aku akan mencintaimu. Tapi, jika kau mencintaiku, maka berhati-hatilah," dendang Carmen sambil tersenyum menggoda. Lirikan matanya binal. Setangkai mawar merah terselip di belahan dada. Carmen berjalan lenggak-lenggok. Tak satu pun pria yang menatapnya didekati oleh Carmen.

Sasarannya hanya satu, Don Jose, yang justru mengabaikannya. Tentara lugu itu malah terlihat waswas saat menyadari Carmen menginginkan dirinya. Namun Carmen adalah perempuan yang tahu apa yang dia inginkan. Tanpa ragu, gadis gipsi itu menyentuh tubuh Don Jose dan menari di hadapannya hingga pria itu pun akhirnya takluk.

Adegan ini adalah nyanyian tunggal paling terkenal dari naskah opera Carmen yang berjudul Habanera. Penyanyi mezzo-soprano Henny Janawati membawakan aria itu dengan solid. Aktingnya meyakinkan dengan lirikan mata sensual.

Carmen adalah opera empat babak yang mengisahkan cinta segitiga antara Carmen si gadis gipsi, Don Jose si tentara, dan jawara matador bernama Escamilo. Opera ini memproyeksikan kehidupan dinamis di Seville pada abad ke-19. Akhir pekan lalu, opera berusia 140 tahun buatan Georges Bizet itu dipentaskan untuk pertama kalinya di Indonesia di Ciputra Artpreneur, Jakarta.

Kisah Carmen sangat populer. Hampir semua rumah opera di tiap sudut bumi pernah memproduksinya. Versi film juga pernah dibuat pada 1984 dengan pemeran utama penyanyi sopran Julia Migenes-Johnson. Kali ini repertoar tersebut dimainkan seluruhnya oleh orang Indonesia. Penggagasnya adalah konduktor Avip Priatna.

Orkestra dibawakan oleh The Resonanz Music Studio, sementara penyanyinya adalah alumnus Batavia Madrigal Singers. Seluruh libretto karya Henri Meilhac dan Ludovic Halevy ini dinyanyikan dalam bahasa aslinya, Prancis. Untuk membantu penonton memahami alur cerita, aktris Happy Salma didaulat sebagai narator. Selain itu, ada teks terjemahan yang ditampilkan dalam dua layar kecil di kanan-kiri panggung.

Penampil paling cemerlang malam itu adalah Henny. Selain bernyanyi solo pada Habanera, saat tampil trio ataupun duet, Henny tetap menonjol. Henny mungkin tak sesensual Anna Caterina Antonacci yang memerankan Carmen di panggung Royal Opera House atau Elina Garanca di Metropolitan Opera, tapi ia punya keseksian sendiri. Suara dan aktingnya unggul saat berduet dengan Don Jose, yang diperankan penyanyi tenor Farman Purnama dalam Je Vais Danser En Votre Honneur.

Perempuan 38 tahun asal Bali itu memang menang pengalaman. Ia pernah menjadi Carmen untuk pentas di rumah opera Cek pada 2009 dan di Vancouver pada 2012. "Peran Carmen adalah impian semua penyanyi mezzo-soprano di seluruh dunia," kata lulusan University of British Columbia, Kanada, itu.

Pemain lain belum berhasil menyeimbangkan antara nyanyian dan akting. Walau bernyanyi bagus, Farman sebagai Don Jose ataupun Harland Hutabarat sebagai Escamilo berakting dengan canggung. Pertengkaran keduanya saat memperebutkan Carmen dalam Je Suis Escamillo di babak ketiga terasa datar. Adegan klimaks pada chorus terakhir C'est toi? C'est moi yang berujung pada penusukan Carmen oleh Don Jose juga tak mampu menggugah. Penonton tak bisa merasakan pahitnya tragedi yang membuat Carmen kehilangan nyawa karena cinta yang obsesif itu.

Di Indonesia, ini adalah pertama kali Carmen diproduksi. Avip sudah meniatkan pembuatan Carmen sejak menonton versi buatan Singapura beberapa tahun lalu. "Saya yakin Indonesia juga punya talenta untuk membawakan Carmen dengan kualitas tak kalah dari Eropa," ujar Avip.

Walaupun semua pengisi opera adalah orang Indonesia, peran sutradara diserahkan kepada orang Belanda, Jos Groenier. Pemilihan Groenier sebagai pengarah disengaja Avip untuk tetap mempertahankan budaya Eropa. "Bagaimanapun, Carmen berlatar belakang budaya Eropa, sehingga lebih pas kalau orang sana langsung yang mengarahkan," ucap Avip.

Produksi pertama ini punya kelemahan di sana-sini. Selain hal teknis seperti minimnya properti dan kostum biasa saja, tak mudah menaklukkan naskah opera yang menuntut penampilan prima dari segi nyanyian, akting, dan musik pengiring itu. Tapi upaya Avip menghadirkan naskah klasik kelas dunia ini di panggung Indonesia patut dihargai.

Moyang Kasih Dewimerdeka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus