Tempat | : | Galeri Widayat Munkid, Magelang | Waktu | : | 20 Maret - 20 April 1999 |
Widayat dikenal sebagai seniman yang obsesif terhadap masa lalu. Alam nan asri penuh dengan flora dan fauna yang tampil lewat citra purba dengan sentuhan gaya dekoratif adalah gaya yang sudah disandangnya bertahun-tahun. Lewat lukisannya, Widayat membawa kita ke dalam suasana alam masa lalu, ketika alam masih bersih dari unsur polutan kehidupan modern, ke sebuah dunia yang lebih mampu menebarkan rangsangan untuk menikmati alam khayali daripada dunia masa kini.
Coba bayangkan ketika Widayat menggambarkan alam yang masih perawan. Ketentraman Burung Blekok (1990) adalah lukisan yang sebagian besar bidang kanvasnya tertutup oleh pohon-pohon kecil di sekitarnya. Dengan sangat detail, Widayat menggarap sosok burung blekok hingga hampir menyerupai keteraturan susunan dedaunan pohon itu. Sosok pohon dan dedaunan digarap dengan struktur titik-titik dan pengolahan warna berat yang memberikan citra kepurbaan. Widayat berhasil memasukkan elemen estetis dalam kepurbaan yang kelam. Karya semacam ini banyak digandrungi kolektor Indonesia. Tak aneh kalau keberhasilan menggarap elemen estetis menghasilkan limpahan materi.
Pada usianya yang ke-70 tahun, Widayat mendirikan sebuah museum megah di sebuah desa dekat Candi Borobudur. Dan Sabtu dua pekan lalu, ia membuka galeri di kompleks museumnya. Pada pameran perdana galeri itu, Widayat menampakkan sebuah perubahan tematis dalam perjalanan kreativitasnya. Seniman yang sudah menginjak usia 80 tahun pada 9 Maret lalu itu tampaknya mulai boyak dengan bentuk yang digarapnya selama bertahun-tahun. "Kalau mau menurutkan permintaan pasar, setiap saat orang datang minta lukisan flamboyan, ayam jago, atau ikan," kata ayah 11 anak ini.
Maka karya lukisnya kini tak lagi melulu tentang catatan peristiwa alam masa lalu, melainkan karya lukis yang merupakan catatan peristiwa sosial. Lukisan Serakah, berupa cat minyak di atas kanvas, lahir ketika mahasiswa tengah melakukan aksi parlemen jalanan menggugat rezim Soeharto tahun lalu. Karya ini berupa potret diri anonim dengan bentuk figur yang sudah dideformasi dengan mulut menganga menelan sebuah piring yang berisi mobil, cengkeh, dan jeruk. Potret ini mengingatkan orang kepada anak-anak Soeharto yang melahap hampir semua sektor ekonomi yang ada. Karya Widayat yang menggunakan bahasa verbal adalah Kontradiksi antara Kota dengan Pedalaman Irian Barat, berupa sosok pengusaha (penguasa) berdasi dengan mulut menganga sedang melahap roti, sementara di belakangnya terdapat figur kurus kering dalam warna kelam.
Gonjang-ganjing gerakan mahasiswa diungkapkan Reformasi Mahasiswa (1999), yang menggambarkan kerumunan unjuk rasa, tentara, dan polisi yang mengejar dan memukuli demonstran. Dengan tema-tema sosial dalam karya lukisnya ini, tampaknya Widayat memasuki dunia baru yang lebih nyata. Karyanya tak lagi hanya menjadi mesin waktu yang membawa orang ke alam masa lalu, tapi membawa orang berdiri di atas realitas kekinian. Widayat bukan lagi sekadar seorang pendongeng yang menceritakan sebuah masa yang pernah tenang dan resik. Kini ia memperlakukan dunia kreatifnya lebih berpijak pada realitas yang terus berkembang.
Masuknya tema sosial dalam proses kreatif Widayat menunjukkan sebuah perubahan yang sangat berarti. Dan ini dilakukan pada saat usianya sudah senja, ketika secara psikologis ia seharusnya merasa lebih aman mempertahankan pencapaian estetika yang sudah mapan. Banyak seniman yang pada usia tua tak berani melakukan perubahan dengan pertimbangan pasar ataupun kondisi ketuaan, yang memang secara alamiah memacetkan kreativitas.
Memang ada faktor teknis yang diakuinya ikut mendorong perubahan, yakni kemampuan matanya yang semakin lemah untuk menggarap bentuk-bentuk detail. Akibatnya, Widayat kini lebih banyak menggarap bentuk dengan ukuran yang lebih besar dengan sapuan kuas yang lebih panjang dan lebih banyak membiarkan ruang yang kosong. Dalam ketuaannya, Widayat mulai belajar lagi mengolah bentuk dengan tema yang lebih beragam. Masa lalu baginya hanyalah bagian kecil dari perjalanan peradaban manusia, sedangkan masa kini dan esok adalah suatu hal yang pasti.
R. Fadjri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini