Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NYONYA Victoria Marie Osmena -- biasa dipanggil Minnie -- mengenakan rok mini hitam ketat yang dibalut stocking tipis ketika ditemui wartawan TEMPO Bambang Harymurti di kediamannya, Ritz Tower, New York. Wanita berbintang Capricorn berusia 43 tahun ini selalu ceria, meski wajahnya masih dibalut perban. Kini Marie Osmena menjadi investment banker yang merangkap konsultan. Ia memang datang dari keluarga kaya. Keluarga ibunya berbisnis perkapalan dan gula, sedang ayahnya (almarhum) aktif di pemerintahan, di Filipina. Kakeknya adalah tokoh penting yang pernah menjadi presiden Filipina di masa sebelum kemerdekaan, yakni Sergio Osmena. Petikan wawancaranya: Bisakah Anda ceritakan peristiwa 2 Januari di Aspen itu? Saya datang ke pesta atas undangan tuan rumah, Prince Heinrich Hanau-Schaumburg. Saya berdiri di dekat meja bufet, sedang berbicara dengan Eduardo Barco, keponakan Presiden Colombia. Lalu datang Lee Keating, wanita yang duduk satu meja dengan Dewi. Ia bilang Dewi sedang mencari gara-gara. Saya tak melihat Dewi sebelumnya, tiba-tiba saja seseorang memegang tangan saya dan menariknya. Ketika saya menoleh, tangan kanan Dewi yang memegang goblet (gelas) berisi sampanye meluncur ke muka saya. Kemudian saya merasa sesuatu masuk ke pipi saya, dan ada cairan yang lengket ke rambut saya. Dan semua orang mulai memegangi saya, memoleskan napkins ke wajah saya. Juga ada yang mengeringkan darah di wajah saya. Ketika itulah mereka menyadari bahwa pecahan bibir gelas masuk ke pipi saya. Di atas pelupuk mata saya juga robek. Saya betul-betul terkejut dan syok. Mengapa Dewi melakukan itu? Ia iri, dengki. Tentang apa? Saya tak tahu. Tapi, dia malah menyiarkan banyak kebohongan setelah insiden itu. Katanya, saya dengki padanya. Saya merasa terkejut. Sebab, bagi saya, bila seseorang berkata seperti itu, sebenarnya ia hanya memproyeksikan perasaan insecuritynya. Kalau saya yang iri, seharusnya saya yang menghantam wajahnya, bukan dia. Ia mengatakan bahwa saya tak senang padanya. Kalau benar saya tak senang padanya, saya tak akan membantunya mendapatkan apartemen di Ritz. Ia datang kepada saya Juni lalu, dan menanyakan di mana ia harus tinggal di New York. Saya katakan padanya, kalau ia hanya tinggal sementara, tempat terbaik adalah di Ritz Tower. Saya telah tinggal di Ritz selama sembilan tahun. Kapan Anda bertemu Dewi pertama kali? Lima belas atau 20 tahun lalu di sebuah pesta di Paris, di sebuah apartemen milik seorang putri Yordan. Ketika itu saya bersama putri Kaisar Bao Dai dari Vietnam. Menurut AP, Dewi mengatakan saya suka meminjam baju dari dia. Itu tak mungkin. Ukuran badan kami berbeda. Saya tak pernah meminjam bajunya. Saat itu Anda tinggal di Filipina? Tidak. Kami mengasingkan diri ke AS ketika ayah saya bersaing dengan Presiden Marcos, dan Marcos mengumumkan UU Darurat. Kakak laki-laki saya dipenjara bersama Aquino dan Lopez. Jadi, saya memilih pindah ke AS. Saya pulang ke Filipina ketika ayah saya meninggal di California, 1985. Ketika saya pulang itulah saya dicalonkan menjadi wakil presiden. Yang bertanding adalah Laurel-Osmena dan Marcos-Tolentino. Tapi saya mengundurkan diri agar Nyonya Aquino bisa dicalonkan. Ia kandidat yang paling populer. Lagi pula, suami saya tak menginginkan saya berkecimpung dalam bidang politik. Setelah itu Anda balik ke AS? Ya, saya kembali ke AS sendirian. Anak-anak saya di Filipina ditahan Marcos. Marcos ingin saya kembali ke Filipina, untuk menegosiasikan banyak hal. Ia bisa berbicara dengan saya. Ironisnya, Dewi membesar-besarkan soal Imelda. ("Permusuhan" Dewi dengan Osmena antara lain soal Imelda). Padahal, saya dan Imelda saling menghormati. Di negara kami, Filipina, ada garis jelas tentang politik. Karena ayah saya saingan Marcos, tentu kami seteru. Kendati begitu, kami tak pernah punya masalah dengan Imelda. Jadi, tak seperti dikatakan Dewi yang sok tahu soal politik Filipina. Ini yang menyebalkan saya. Kapan persisnya Dewi mulai menyebalkan Anda? Ya, ketika ia mulai menyentuh soal tadi. Saat musim panas lalu (Agustus 1991), di atas sebuah kapal (di perairan Pulau Ibiza, Spanyol). Dan kata Dewi lagi, saya datang sebagai tamu tak diundang. Padahal, saya tak pernah datang ke pesta bila tak diundang. Di situlah ia mulai menghina saya. Dari nada suaranya, saya tahu ia mencari-cari hal yang menyebalkan saya di depan umum, yaitu mulai sok tahu soal politik Filipina. Tapi pada dasarnya Dewi merasa kurang senang sejak saya mulai diundang oleh kelompok Eropa. Soalnya, saya satu-satunya orang Asia lain selain Dewi. Kelompok ini ke mana-mana dengan jet pribadi. Suami saya mempunyai dua jet G2 warna perak, dan diundang ke mana-mana. Setelah itu, kapan Anda ketemu Dewi lagi? Bulan November. Setelah saya kembali ke Ritz, New York, saya sering bertemu dengannya. Tapi saya selalu (secara sengaja) tak mengacuhkannya. Di pesta-pesta, jika kami duduk di satu meja, saya minta tuan rumah agar memindahkan saya ke tempat lain. Dalam pesta Adnan Khasogi, tanggal 30 Desember, juga di Aspen, seseorang mengatakan Dewi akan duduk semeja dengan kami. Saya katakan saya tak mau. Jadi, kami pindah ke meja lain. Setelah itu, tanggal 1 Januari, saya berempat pergi ke diskotek Carabou Club. Ketika saya ke kamar mandi, Dewi duduk di sebelah partner saya (Steve Benson). Dia bukan pacar saya dan Dewi suka menelepon dia kalau ke New York, tapi saya tak peduli. Partner saya bilang pada Dewi, "Maaf, ini tempat duduk Minnie, mohon pergi." Dijawab Dewi, "Tidak." Malah Dewi bilang, "Katakan padanya, cari kursi lain." Bersama kelompok saya, akhirnya saya tinggalkan Dewi. Tapi dia selalu mengikuti kami. Sampai peristiwa nahas itu, esok harinya. Mengapa Anda menuntut Dewi US$ 10 juta? Saya tak tahu. Ini bukan jumlah yang saya kira merupakan kekayaannya, karena saya tak tahu berapa kekayaan Dewi. Tapi, berapapun yang akan saya dapat, akan saya sumbangkan untuk amal. Ini hanya angka yang datang begitu saja di kepala saya, untuk suatu penghinaan yang serius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo