Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saking demennya, aktor sekaligus komedian itu ke mana-mana membawa set panahan lengkap, dari busur, anak panah, target, sampai perintilan lain. Ia juga membawa peralatan tersebut ke lokasi pengambilan gambar.
Indra, 46 tahun, ketularan “virus” panahan dari Ustad Alfie Alfandy, kawan mainnya di sinetron Dunia Terbalik. Alfie, yang meyakini panahan sebagai sunah, kerap berlatih di lokasi syuting.
Diawali alasan mengisi waktu menunggu giliran syuting, Indra pun menjajalnya. Hanya dalam beberapa tembakan, anak panahnya melesat ke titik tengah. “Wah, kayaknya punya bakat, nih,” ucap Indra saat itu.
Berbekal keyakinan akan bakat terpendamnya itu, Indra menjadi rutin memanah. Begitu melihat ada lokasi kosong dekat lokasi pengambilan gambar, dia bersama Alfie dan aktor Agus Kuncoro bermain bareng.
Lesatan anak panah Indra makin terasah. Dari awalnya dari jarak 5 meter, kini dia bisa membidik dengan tepat dari jarak 20 meter. “Sekarang mulai serius,” katanya.
Dea Panendra. TEMPO/Nurdiansah
Terpecut Belajar Sejarah
RESAN bisa menjadi mesin penggerak ke hal-hal positif. Dea Panendra merasakan itu saat mendengar anggapan bahwa anak milenial buta sejarah. “Membuatku tersindir,” ucapnya, Senin, 23 September lalu.
Dea, 28 tahun, yang tergolong generasi milenial, mengajak teman-temannya mengunjungi berbagai tempat bersejarah, dari Museum Layang-layang di Cilandak, Jakarta Selatan, sampai Monumen Christina Martha Tiahahu di Ambon.
Peraih Piala Citra 2018 kategori aktris pendukung terbaik lewat Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak ini terkesan oleh patung Hermes. Arca yang melambangkan pelindung pejalan kaki dan pedagang itu ditempatkan pemerintah Batavia di Simpang Harmoni, Jakarta Pusat. Pemerintah DKI Jakarta memindahkannya ke halaman belakang Museum Fatahillah di Kota Tua pada 1999 sehingga Hermes di Harmoni sekarang hanya replika. “Kata orang-orang, patung itu hilang, lalu muncul lagi,” ujarnya.
Dea mengantongi daftar tempat bersejarah yang ia hendak kunjungi. Salah satunya makam Pangeran Wiraguna di Pejaten, Jakarta Selatan. Namun ia harus menunggu kesesuaian jadwal lowongnya dengan teman-temannya. “Enggak mau sendiri karena takut, ha-ha-ha…,” kata Dea, yang ikut membintangi film Bebas.
Maizura. TEMPO/Gunawan Wicaksono
Gagap Bahasa
BAHASA menjadi momok bagi Maizura, 19 tahun. Baru beberapa bulan tinggal di Jakarta, biduan yang lahir dan besar di Makassar ini mendapat peran perdana sebagai mojang asli Sumedang dalam Bebas karya Riri Riza, yang sedang tayang di bioskop.
Finalis The Voice Indonesia 2016 itu kagok karena sehari-hari berbicara secara cepat dalam logat Makassar. “Sekarang harus belajar bahasa Sunda, yang ada iramanya,” katanya kepada Tempo di Jakarta, Rabu, 18 September lalu.
Sutradara Riri Riza, yang juga asal Kota Anging Mamiri, menyadari kendala itu sehingga menyuguhi Maizura naskah dialog lebih awal dari pemeran lain. Maizura pun mendapat bimbingan pelatih peran serta sejumlah bintang berdarah Priangan yang terlibat dalam film tersebut, di antaranya Sarah Sechan.
Dalam hitungan pekan, Maizura berhasil menguasai dialog dalam bahasa Sunda, termasuk kata yang paling sulit dia ucapkan, keheula, yang berarti tunggu dulu. Kata itu terucap saat Vina, nama perannya dalam adaptasi film Korea, Sunny (2011), tersebut, beradegan kesurupan. Saking menghayati adegan kerasukan arwah Sunda itu, Maizura tak sadar sepatunya melayang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo