GAWATKAH situasi hingga tujuh duta besar asing berkumpul di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu pekan lalu? Untunglah, pertemuan tak berlangsung di meja rapat, tapi di lapangan tenis yang dibatasi oleh net setinggi satu meteran. Mereka cuma meributkan bola yang masuk atau keluar garis. Itu memang turnamen tenis ganda kecil-kecilan, gagasan Dubes Yordania Nayef K. Mawla. Keluar sebagai finalis pasangan dubes Vatikan Canalini dan dubes Filipina Farolan, melawan pasangan Paul Wolfowitz dan Loic Hennekinne, dubes AS dan Prancis. Tersebut terakhir, akhirnya keok dalam dua set. Bisa jadi dubes Vatikan sebelum memukul bola berdoa lebih dahulu. "Wah, bukan kalah atau menang soalnya," kata Wolfowitz, 43 tahun, Senin pekan ini. "Yang penting have fun. Saya sudah 20 tahun tak main tenis." Pecundang yang lain, Hennekinne, 47, yang main tenis dua kali seminggu, merasa belum mantap mendapat pasangan baru. "Permainan kami belum mantap, sementara musuh bermain lebih baik dan tenang. Bagaimana menentukan pasangan ? Ada unsur politis ? "Ha, ha, ha," Hennekinne, tinggi kurus berkaca mata bundar, meledak tawanya. "Itu cuma kebetulan." Menurut Nayef K. Mawla, pertandingan ini sekadar guna mempererat persahabatan antardubes di Jakarta. Pemain yang lain adalah dubes Maroko, Denmark, dan bekas dubes RI di Sri Lanka. Hadir pula Menpora Abdul Gafur dan Sekkab Moerdiono sebagai Ketua Pelti. Kelompok ini merencanakan pertandingan yang lebih besar, akan mengundang para menteri Indonesia. Kata Hennekinne, "Saya dengar Subroto, Sumarlin, dan Cosmas pemain tenis yang baik. Juga bekas Menteti Sumitro." Jadinya turnamen antardubes-menteri-bekas menteri, namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini