Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sang sutradara membutuhkan perburuan panjang untuk mendapatkan kepingan cerita itu. “Susah banget minta beliau cerita,” kata Lola dalam acara “Mengenang Amarzan Loebis (1941-2019)” di Gedung Tempo, Palmerah, Jakarta, Selasa, 1 Oktober lalu. Setelah Lola mendatangi Amarzan di kantor Tempo di Velbak, Jakarta Selatan, pada 2013, disepakati wawancara dilakukan di kediaman Amarzan di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Meski mendapat lampu hijau, Lola masih khawatir narasumbernya itu hanya mau bercerita setengah-setengah. Supaya urusan lebih lancar, dia menawarkan buah tangan. Mantan redaktur Harian Rakyat Minggu, koran yang berafiliasi ke Partai Komunis Indonesia, itu pun menyebutkan anggur merah. “Saya tanya suka yang mana, dia sebutin semua jenis red wine, ha-ha-ha…,” ujar Lola.
Amarzan akhirnya berbicara panjang-lebar tentang kondisi tahanan di Pulau Buru dan Nusakambangan, persahabatannya dengan Pramoedya Ananta Toer, juga kegelisahannya sebagai eks tahanan politik Orde Baru. Wawancara berlangsung sampai sepuluh jam. “Mungkin, setelah kena red wine, lama-lama isi pikirannya keluar,” tutur Lola, tertawa.
Saut Situmorang. TEMPO/Imam Sukamto
Tidak Ganti Sepatu
THONY Saut Situmorang berhasil menunaikan janjinya: hanya mengenakan sepasang sepatu selama empat tahun mengabdi di Komisi Pemberantasan Korupsi. Mantan dosen dan petinggi Badan Intelijen Negara ini memutuskan membeli kasut baru menjelang pengangkatannya sebagai komisioner KPK pada Desember 2015.
Sejak itu, dia mengenakan alas kaki yang sama dalam setiap kegiatannya, kecuali saat dilarang petugas protokoler presiden pada peringatan Hari Antikorupsi 2018. “Aku membuktikan hanya dengan sepasang sepatu aku bisa di KPK,” kata Saut beberapa waktu lalu.
Saut, 60 tahun, terinspirasi oleh kisah Bung Hatta yang menabung untuk membeli Bally, tapi tidak kesampaian hingga akhir hayatnya. Sepatu Rockport bertali itu sebenarnya di luar selera Saut. Biasanya, dia bersepatu tanpa tali. Dia juga bingung mengapa saat itu memilih sepatu bertali. “Enggak tahu kenapa. Tapi, katanya, orang yang sepatunya bertali biasanya lebih detail,” ujarnya.
Sepatu kulit itu menjadi penanda agenda Saut. Selama mengenakan “kasut keramat” tersebut, berarti dia sedang bekerja. “Kalau saya sedang jalan-jalan, enggak pakai,” tutur pria dengan ukuran kaki 42 itu.
Nia Dinata. TEMPO/Nurdiansah
Yoga di Mana-mana
NIA Dinata tak bisa lepas dari yoga. Sutradara dengan nama lahir Nurkurniati Aisyah Dewi itu pantang melewatkan waktu dengan berdiam tanpa praktik olah tubuh dan pikiran asal India tersebut. “Asana bisa dilakukan di mana saja,” kata Nia kepada Tempo, Senin, 23 September lalu.
Berarti duduk dalam bahasa India, asana adalah praktik yoga yang terkait dengan postur tubuh, biasanya dalam posisi duduk dan meditasi. “Yoga itu menyatukan tubuh, jiwa, dan pikiran.”
Nia, 50 tahun, selalu menenteng matras ke mana pun, dari sekadar ke kantor sampai syuting film ke luar kota. “Apalagi kalau lokasi syutingnya di luar ruangan. Habis subuh, gerak. Enak,” ujar sutradara Arisan! (2003) dan Berbagi Suami (2006) itu.
Nia pun berasana ria di segala tempat. Di bangku pesawat, misalnya, dia memutar tubuhnya ke kiri-kanan. Di tengah kemacetan, dia menekuk-nekuk tubuh ke depan. Di bandar udara, dia memilih berjongkok ketimbang duduk di kursi ruang tunggu. “Daripada duduk terus, pegel,” ucap Ketua Pemilihan dan Penilaian Komite Festival Film Indonesia 2019 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo