BEGITU pentingkah "sebuah keperawanan" untuk seorang duda yang hidup berpindah-pindah hotel dan losmen di Metropolitan Jakarta, bagi seorang penyanyi gendut dengan bobot 125 kg yang bernama Farid Hardja? Konon, Farid sendiri menjawab: tidak. Tapi bagaimana menjelaskan cerita ini? Farid, 42 tahun, mengawini Nur Muslimah, 21 tahun, dalam suatu pesta yang meriah 2 Juni lalu. Di malam pertama Farid memboyong Enay, panggilan istrinya, ke sebuah hotel di Pelabuhan Ratu. Malam pertama itu lewat tanpa kesan- bagai judul lagu. Malam kedua, Farid membawa istrinya ke sebuah wisma di Sukabumi. Juga malam naas. Farid lantas mengira istrinya khawatir bahwa ia mengidap suatu penyakit, maklum suka gentayangan di Jakarta. "Saya sudah check-up, kok," kata Farid pada Enay. Lalu Farid bilang, "Kamu juga harus diperiksa rahim dan kesuburan. Otomatis kegadisan kamu juga." Dan tibalah malam ketiga. Enay ternyata "hangat" dan melancarkan total football. Celakanya, sebelum pertandingan memuncak, Farid menemukan bercak merah di seprai- yang ia ragukan datang dari "tempat" yang semestinya. "Ini bencana yang sadis," ujar Farid. Dan esoknya ia memutuskan cerai. Itu versi Farid, sayang versi Enay tak ada- ia tak mau ditemui. Menurut keluarga Enay, pasangan ini cerai lantaran Farid ingin istrinya tinggal di sebuah pesantren selama dua tahun. Enay menolak karena ia ingin mendampingi Farid di Jakarta, layaknya seorang istri. Tak ada kecocokan, ya, bubar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini