TAK tergeming oleh protes dari sana-sini, upacara penyerahan
surat-surat kepercayaan oleh dutabesar baru RI untuk Inggris
Raya kepada Ratu Elizabeth II, berjalan lancar. Dan dengan
asyik, Syahbudin Arifin, sang dubes, menikmati sedikit kemewahan
bak bangsawan sana: pergi pulang Istana Buckingham naik kereta
kencana, dalam pakaian teluk belanga, dikawal polisi berkuda.
"Romantis," ujarnya tentang peristiwa Rabu pekan lalu itu.
Dibandingkan dengan bendi di kampungnya di Padang sana: "Pir
kereta yang di sini lebih empuk," katanya kepaa TEMPO di
London.
Bekas dubes di Iran dan Sekjen Deplu tersebut oleh kalangan
dekatnya dijuluki Dr. No. Bukan karena musuh Jarnes Bond,
melainkan karena ia serung sekali bilang No.
Akan halnya protes tadi itu dimulai oleh Ny. Carmei Budiardjo
--yang pernah ditahan sehubungan dengan G-30-S/PKI dan di sana
membikin buletin Tapov-- yang dalam wawancara Radio BBC
melontarkan tuduhan macam-macam. Antara lain, hampir semua
lelaki di Timor Timur katanya telah dikenai wajib militer oleh
pemerintah RI-untuk memaksa para pemberontak Fretilin keluar
dari sarangnya.
Lalu seorang anggota Majelis Tinggi Inggris, Lord Avebury,
menulis surat pembaca di harian The Times, London mendesak
pemerintahnya agar menggunakan pengaruhnya untuk menekan
Indonesia supaya hengkang dari Tim-Tim. Orang itu pulalah yang
tahun lalu mengajukan soal Tim-Tim dalam perdebatan di
majelisnya.
Keduanya lantas dijawab oleh orang KBRI lewat media serupa. Yang
disangka wajib militer oleh Ny. Budiardjo itu rupanya Hansip.
Sedang yang disangka offensif baru militer Indonesia di Tim-Tirn
adalah latihan gaburigan ABRI II. Beres.
Yang agaknya belum beres adalah tuntutan 30 orang
seniman/budayawan sana yang berdemonstrasi di depan KBRI--yang
mengutuk pembakaran buku-buku Pramoedya Ananta Toer. Mereka
menuntut agar Pram diberi kebebasan menulis dan menerbitkan
karya. Terhadap reaksi semacam itu dari luar negeri, Susandi,
Kepala Direktorat Politik dan Keamanan Kejaksaan Agung RI, toh
sudah bilang: "Kami tidak peduli." (TEMPO 14 November).
Dalam pada itu Ratu Elizabeth sendiri masih terkenang-kenang
akan kunjungannya ke Indonesia tahun 1974. Ia, katanya, tak
mungkin melupakannya. Soalnya waktuitu, selagi sang ratu asyik di
Yogyakarta, di negerinya sendiri Putri Anne--anaknya-hampir saja
diculik orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini