Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Demonstrasi Di KBRI

Syahbudin Arifin, duta besar baru RI untuk Inggris menghadap Ratu Elizabeth II untuk menyerahkan surat-surat kepercayaan di Istana Buckingham. Sebelumnya ia menjabat dubes Iran dan dijuluki dr. No.

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK tergeming oleh protes dari sana-sini, upacara penyerahan surat-surat kepercayaan oleh dutabesar baru RI untuk Inggris Raya kepada Ratu Elizabeth II, berjalan lancar. Dan dengan asyik, Syahbudin Arifin, sang dubes, menikmati sedikit kemewahan bak bangsawan sana: pergi pulang Istana Buckingham naik kereta kencana, dalam pakaian teluk belanga, dikawal polisi berkuda. "Romantis," ujarnya tentang peristiwa Rabu pekan lalu itu. Dibandingkan dengan bendi di kampungnya di Padang sana: "Pir kereta yang di sini lebih empuk," katanya kepaa TEMPO di London. Bekas dubes di Iran dan Sekjen Deplu tersebut oleh kalangan dekatnya dijuluki Dr. No. Bukan karena musuh Jarnes Bond, melainkan karena ia serung sekali bilang No. Akan halnya protes tadi itu dimulai oleh Ny. Carmei Budiardjo --yang pernah ditahan sehubungan dengan G-30-S/PKI dan di sana membikin buletin Tapov-- yang dalam wawancara Radio BBC melontarkan tuduhan macam-macam. Antara lain, hampir semua lelaki di Timor Timur katanya telah dikenai wajib militer oleh pemerintah RI-untuk memaksa para pemberontak Fretilin keluar dari sarangnya. Lalu seorang anggota Majelis Tinggi Inggris, Lord Avebury, menulis surat pembaca di harian The Times, London mendesak pemerintahnya agar menggunakan pengaruhnya untuk menekan Indonesia supaya hengkang dari Tim-Tim. Orang itu pulalah yang tahun lalu mengajukan soal Tim-Tim dalam perdebatan di majelisnya. Keduanya lantas dijawab oleh orang KBRI lewat media serupa. Yang disangka wajib militer oleh Ny. Budiardjo itu rupanya Hansip. Sedang yang disangka offensif baru militer Indonesia di Tim-Tirn adalah latihan gaburigan ABRI II. Beres. Yang agaknya belum beres adalah tuntutan 30 orang seniman/budayawan sana yang berdemonstrasi di depan KBRI--yang mengutuk pembakaran buku-buku Pramoedya Ananta Toer. Mereka menuntut agar Pram diberi kebebasan menulis dan menerbitkan karya. Terhadap reaksi semacam itu dari luar negeri, Susandi, Kepala Direktorat Politik dan Keamanan Kejaksaan Agung RI, toh sudah bilang: "Kami tidak peduli." (TEMPO 14 November). Dalam pada itu Ratu Elizabeth sendiri masih terkenang-kenang akan kunjungannya ke Indonesia tahun 1974. Ia, katanya, tak mungkin melupakannya. Soalnya waktuitu, selagi sang ratu asyik di Yogyakarta, di negerinya sendiri Putri Anne--anaknya-hampir saja diculik orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus