PELAWAK S. Bagyo akhirnya kejepit. Gedung-gedung megah di kawasan segi tiga emas, yang mencakar langit, pelan-pelan menelan rumahnya yang berada di Setiabudi Barat, Jakarta Selatan. "Sebelah kiri-kanan dan belakang rumah ini kan sudah kosong," ujar seniman 68 tahun ini. Bangunan di belakang warung istrinya -- dengan papan nama bertuliskan "Seniman S. Bagyo" -- juga sudah digempur habis. Bagyo punya dua rumah di situ, yang satu di atas tanah 250 meter persegi, satunya 300 meter persegi. Ia butuh 15 tahun untuk membangun rumahnya, sejak membeli tanah rawa-rawa Setiabudi pada 1960. Ketika dia beli, harganya masih Rp 500 semeter, "tergolong mahal sebab honor manggung masih Rp 100 sekali pentas." Mungkin Bagyo akan jadi konglomerat, sebab ganti rugi di situ sudah Rp 1 juta semeter. "Masih melarat begini dibilang konglomerat. Saya sedih lho pindah, rasanya ada yang hilang," ujarnya. Tapi ia sudah menyiapkan 1.000 meter tanah di Cisalak, Bogor. "Saya akan bertani, kalau nanti lawakan saya tak laku," ujar Bagyo lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini