JOOTJE Pesak Oroh, 42 tahun, anda kenal? Ia satu-satunya
atlet "master Indonesia" yang dikirim ke kejuaraan dunia atletik
antar master di Selandia Baru, 7 - 14 Januari nanti. Prestasi
lari 100 meternya memang hebat. Pada Asian Games 1962 ia
menciptakan rekor 10,4 detik -yang "sudah 18 tahun ini belum
terpecahkan," ujarnya. Dan rekor 200 meternya (21,5 detik) baru
2 tahun lalu terlampaui--oleh Jefry, yang satu detik lebih
cepat.
Ayah dua anak yang sehari-hari bekerja di Bagian Angkutan
Darat, Direktorat Umum Pertamina itu rupanya sudah cocok dengan
resepnya sendiri setiap hari latihan lari 2 jam. "Ini pengalaman
ketika menghadapi Asian Games dulu," katanya. Bedanya sekarang,
karena sudah jadi pegawai, ia tak bisa latihan pagi. Bisanya
sore. Sepulang kerja langsung ke lapangan atletik DKI. "Latihan
pagi hanya hari Minggu, bersama istri dan anak-anak."
Peserta lomba di Selandia Baru adalah para master yang
berusia 40 tahun ke atas. Jootje ikut kelompok umur 40-44 tahun
dengan keharusan memenuhi kualifikasi 12,8 detik untuk lari l00
m, dan 26,5 detik untuk 200 m. Kecepatan Jootje sekarang, untuk
kedua nomor itu: 11,2 dan 23,3 detik. "Jadi jauh di atas
kualifikasi," katanya bangga.
Jangkung, berkulit kuning, berkacamata, ia kelihatan ideal.
Selalu tidur jam 10 malam dan bangun jam 5 pagi, kemudian
latihan ringan antara lain skipping. Dua hari sekali menelan dua
butir telur. "Susu setiap saat, juga buah-buahan harus banyak,"
katanya. "Juga daging." Cukupkah gajinya untuk itu semua? "Yah,
dicukup-cukupkan," kata pelari yang melatih klub Maesa tanpa
mendapat honor itu. "Ini baru hobi," katanya menjelaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini