Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemuda asal Prancis, Gary Bencheghib, bersama saudaranya aktif membersihkan pantai dan sungai dari sampah plastik.
Mereka mendirikan komunitas untuk pelestarian sungai bernama Sungai Watch.
Tak hanya membersihkan sungai, mereka juga memasang penghalau sampah agar tak mengalir ke laut.
Cerita bermula pada 2005. Gary Bencheghib bersama keluarganya pindah dari Paris dan menetap di Bali. Orang tuanya ingin menjalani masa pensiun di sana. Warga negara Prancis itu kepincut oleh kehidupan di Pulau Dewata yang memiliki pantai asri dan banyak hamparan sawah. Saat itu, Gary masih berusia 8 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, beberapa tahun tinggal di Bali, Gary mulai terganggu oleh banyaknya sampah plastik. "Sampah ada di jalan, sungai, hingga sawah," ujarnya kepada Tempo, Kamis lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Resah akan kondisi itu, ia dan dua saudaranya, Kelly Bencheghib dan Sam Bencheghib, membuat organisasi lingkungan Make a Change World pada 2009.
Setiap akhir pekan, pria kelahiran Prancis, Oktober 1994, itu membersihkan pantai di Bali dari sampah plastik bersama saudaranya. Gary, Kelly, dan Sam sempat heran dari mana sumber sampah di pantai itu. Akhirnya mereka menemukan kenyataan bahwa sungai di Bali mengantarkan hampir 90 persen sampah ke lautan. Aksi itu pun berlanjut dengan membersihkan sungai dari sampah plastik.
Kegiatan membersihkan sungai dari organisasi lingkungan Sungai Watch. Dok Sungai Watch
Kepeduliannya terhadap sampah plastik di sungai pun tak terbendung. "Sempat mencari informasi di Google, ternyata sungai paling tercemar di dunia adalah Citarum, Jawa Barat."
Berangkat dari informasi itu, Gary dan Sam mewujudkan ide yang tidak biasa. Mereka menjelajahi Sungai Citarum selama dua kali seminggu menggunakan dua kano yang dibuat dari botol plastik pada Agustus 2017. Mereka membuat kampanye dengan menyebarkan video ekspedisi ini di media sosial Make a Change World.
Video ini viral hingga sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Setelah itu, pemerintah membuat gerakan Citarum Harum. Jokowi sempat mengatakan pemerintah akan membuat Citarum bersih dalam tujuh tahun. "Gary, nanti kamu akan lihat bahwa dalam tujuh tahun Citarum akan menjadi sungai paling bersih," kata Presiden Jokowi dalam sebuah video.
Berangkat dari sana, pada 2019 Gary membuat Sungai Watch, komunitas yang membersihkan sungai sekaligus menghalau agar sampah tidak mengalir ke laut. Saat ini Sungai Watch telah memasang jaring penangkap sampah di tiga wilayah, yakni di Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, dan Kota Denpasar. Jumlahnya mencapai 85 jaring.
Jaring yang berukuran lebih besar dan panjang disebut trash walker. "Trash walker bisa dilalui orang di atasnya untuk memudahkan mengangkut sampah," ujar Gary. Trash walker paling panjang berada di Sungai Yeh Sungi di Kabupaten Badung. Di lokasi yang menjadi perbatasan antara Badung dan Tabanan ini terbentang trash walker sepanjang 18 bagian.
Trash walker terbaru mereka pasang di sungai di Desa Nyanyi, Kecamatan Kediri, Tabanan, pada 21 Juli 2021. Komunitas yang berpusat di Desa Tumbak Bayuh, Mengwi, Badung, itu punya obsesi memasang 100 jaring penangkap sampah di Bali hingga 17 Agustus 2021. Gary ingin membuktikan upaya penyelamatan sungai dan laut dari sampah plastik. "Kami ingin gerakan ini menjadi mendunia dan bisa dilakukan oleh setiap orang atau kelompok," katanya.
Kegiatan memilah sampah. Dok Sungai Watch
Sungai Watch mempekerjakan sekitar 50 orang berusia 18-28 tahun. Adapun jumlah relawan mencapai ribuan orang. Anak muda Pulau Bali yang tergabung dalam kelompok pemuda sekaa teruna juga sering terlibat dengan kegiatan Sungai Watch.
Saat membersihkan sungai, mereka melakukan pendekatan dengan desa setempat. "Respons selalu baik." Belum lama ini, di Desa Belalang, Kecamatan Kediri, Sungai Watch membersihkan tempat pembuangan akhir sampah ilegal dan mengangkut 6 ton sampah.
Bahkan Desa Belalang akhirnya membuat peraturan yang melarang warganya membuang sampah sembarangan. Jika melanggar, warga dikenai denda hingga Rp 2 juta. Desa lainnya, Kaba-Kaba di Kecamatan Kediri, membuat aturan, jika ada warga yang membuang sampah ke sungai, fotonya akan dipajang di kantor desa. "Paling penting adalah mewujudkan kesadaran masyarakat," ujar Gary.
Semua kegiatan Sungai Watch dibantu oleh para sponsor. Gary menyebutkan memiliki sekitar 80 sponsor yang berasal dari berbagai negara. Mereka membiayai dari tahap persiapan, pembuatan, pemasangan, hingga pemeliharaan. Nama atau logo sponsor ditempel pada jaring penangkap sampah. "Biasanya (sponsor) usaha yang memiliki kaitan dengan isu pelestarian lingkungan."
Untuk menjaga keberadaan jaring, ada petugas khusus yang memantau setiap hari. Mereka juga membersihkan sampah yang tersangkut. "Ini sangat penting. Hingga kini belum pernah ada jaring hilang," ucap Gary.
Sungai Watch juga memilah sampah. Sampah organik dikumpulkan dan dijadikan pupuk. Sampah plastik dipisahkan sesuai dengan warna dan beratnya. Tempat pemilahan sampah Sungai Watch berada di tiga lokasi, yakni di Desa Beraban, Tumbakbayuh, dan Kelating.
Gary juga sedang merintis upaya daur ulang sampah plastik sekali pakai. Mereka masih mengembangkan pembuatan batu bata dan paving block dari plastik. Ia melihat bahwa di Indonesia, daur ulang sampah, terutama plastik sekali pakai dan styrofoam, masih sangat terbatas. "Beberapa tahun ke depan, kami ingin punya produk sendiri dari usaha ini."
Aktivitas organisasi lingkungan Sungai Watch. Dok Sungai Watch
Setiap bulan, Sungai Watch mengevaluasi jumlah sampah yang tersangkut pada jaring. Jika volume sampah berkurang, berarti upaya mereka berhasil. Jika bertambah, artinya ada yang masih belum peduli akan kebersihan sungai. Merespons kondisi ini, Sungai Watch berkoordinasi dengan pemimpin di wilayah setempat, seperti kepala lingkungan atau kelihan adat.
Pola ini dilakukan di Sungai Juet Sari, yang merupakan aliran Sungai Tukad Badung di daerah Pemogan, Denpasar. Mereka memasang delapan jaring. Pihak banjar adat membuat sanksi teguran bagi warganya yang membuang sampah ke sungai.
Kondisi sungai di Indonesia yang menjadi bagian ekosistem kehidupan manusia, menurut Gary, memprihatinkan. Ia mencatat 92 sungai di Indonesia tercemar, dari sekitar seribu sungai terkotor di dunia. Sebanyak 80 di antaranya ada di Bali. "Dulu masih ada yang belanja dan bungkusnya daun, sekarang tidak lagi," ujarnya.
Gary menilai upaya pengurangan plastik sekali pakai melalui aturan pemerintah dan gerakan sosial memberikan dampak bagus bagi lingkungan di Pulau Dewata. Kepedulian lingkungan orang asing di Bali, yang meminimalkan penggunaan plastik sekali pakai, turut membuat kondisi makin baik. "Secara langsung sampah yang dibuang ke sungai juga berkurang," ujarnya.
Gary bersama Sungai Watch, para relawan, dan pendukungnya terus bergerak untuk menjaga kelestarian sungai. Tak terkecuali pada masa pandemi ini. Namun mereka tidak bisa melakukan perayaan khusus pada Hari Sungai Nasional, 27 Juli lalu, karena terbentur aturan pembatasan kegiatan masyarakat. "Selain itu, hampir setiap hari kami di sungai."
MADE ARGAWA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo