INI lanjutan proyek "Wawasan Jatidiri Ja-Teng" dari Gubernur Ismail. Setelah penertiban papan-papan nama berhuruf Barat, kini giliran karaoke yang diatur. Semua tempat hiburan yang memajang karaoke- yang di rumah tentu sulit dikontrol- dilarang memutar lagu-lagu yang berteks Mandarin. Padahal, sebelum ada larangan ini, karaoke di Jawa Tengah, khususnya Semarang, hampir selalu didatangi para keturunan Cina. "Umumnya mereka yang sudah berusia lanjut yang bisa membaca huruf Cina," kata pemilik sebuah karaoke di Semarang. Ismail sebenarnya hanya merujuk SK Jaksa Agung tahun 1979, tentang larangan peredaran video dan alat hiburan lain yang berteks Cina. Menurut Ismail, kebiasaan berbahasa Cina itu bisa mendatangkan eksklusivisme dan bertentangan dengan program pembauran. "Lagu Indonesia dan daerah kan sudah banyak direkam dalam bentuk karaoke, kenapa harus Mandarin," kata Gubernur. Tapi ada alasan lain, selain merujuk pada SK. "Ini kan masalah SARA yang sangat prinsip. Saya minta ada komitmen yang tinggi," begitu jawab Ismail. Sebab, kata gubernur yang sudah menjabat untuk dua periode ini, "Budaya Cina harus kita potong supaya mereka membaur. Di tanah air ini mereka lahir, mereka dihidupi, dan jadi kaya. Supaya tanah air ini dirungkepi," katanya. Kata terakhir itu artinya kurang lebih dipeluk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini