PADA saat Anda menonton Rambo III yang sedang diputar di Jakarta, bisa jadi Sylvester Stallone sedang asyik melukis di teras rumahnya di Malibu, Los Angeles, Amerika Serikat. "Saya tidak akan berhenti melukis sepanjang hidup," kata Stallone, alias Sly itu. Ia sudah melukis sejak remaja, jauh sebelum menjadi Rambo atau Rocky. Ketika usianya 18 tahun, Sly mencari duit dengan menjajakan lukisan. Dengan modal US$ 10 ia membeli kanvas dan cat akrilik. "Saya lalu melukis dan menjualnya di stasiun bis dengan harga US$ 15," katanya. Jika kini ia tetap melukis, itu tak lagi ada kaitan dengan duit, semata-mata menghindari kejenuhan. Sebab, dalam Rambo III ia memperoleh bayaran US$ 20 juta atau hampir Rp 34 milyar. Anehnya, walau ototnya mencuat begitu, Sly lebih senang melukis ketimbang olah raga. "Saya nggak pernah bisa benar-benar puas dengan olah raga," katanya. "Di situ bukan tempat untuk bisa bilang 'Ini Aku'. Seni itu, khususnya melukis, adalah penjabaran jiwa yang paling murni." Obyek lukisan Sly memang bukan sejenis bunga atau jambangan. Lukisannya bergaya ekspresionis. Kini karya-karyanya itu bersanding dengan koleksi seninya yang lain, tak cuma lukisan tapi ada juga patung. "Mengoleksi benda seni adalah pekerjaan yang paling mengetarkan jiwa," kata Sly. Lebih nikmat dari pegang senjata dan dor ... dor ... seperti dalam film.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini