TAK ada bocah yang sepopuler dan sebebas Cipluk. Semua perempuan dan lelaki dewasa bisa dipanggilnya mama dan papa. Dalam usianya 15 bulan, ia menggoyang-goyangkan bendera pengayoman di ruang sidang pengadilan, seperti ingin mendapatkan kepastian hukum, siapa mama yang sebenarnya. Dan Rabu pekan lalu Cipluk melengkapi predikatnya sebagai bintang dengan munculnya ia di layar televisi. Sosoknya hadir dalam acara Dian Rama -- acara baru TVRI. Pemirsa diberi tahu bahwa rumah Cipluk tetap di sana, puskesmas Cilandak, tempat ia dilahirkan. Tak pernah Cipluk beranjak dari rumahnya itu, kecuali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat dibawa ke pengadilan, Cipluk begitu riang seperti umumnya bocah-bocah diajak tamasya. Ia tak peduli dibawa dengan mobil ambulans tentunya Cipluk belum tahu bahwa mobil itu lebih tepat untuk mengangkut orang sakit atau jenazah. Adakah kenangan dari tamasyanya ini? "Ngeng-ngeng-ngeng," katanya, menirukan bunyi mobil. Lalu seorang mamanya -- dari sekian mama di puskesmas Cilandak berkata, "Sekarang Cipluk minta ngeng-ngeng terus." Berjubel mainan, pakaian, juga uang, diterima Cipluk dari mereka yang menaruh iba. "Sebetulnya sudah banyak yang ingin mengadopsi Cipluk. Tapi belum ada kepastian boleh tidaknya," kata suster di Cilandak. Ibu yang melahirkannya, Nuraini, tak melirik bocah ini. Sementara itu, bocah yang lainnya, Dewi, sudah tak lepas dari gendongan ibunya, Kartini Suripno. "Saya senang sekali bisa berkumpul lagi dengan Dewi. Dulu-dulu saya suka mimpi bermain-main dengan dia," kata Kartini. Sayangnya, Dewi kini teserang demam, kata ibunya, tampek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini