Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SOSIOLOG Imam B. Prasodjo belum mempunyai cucu, tapi dia tahu betul apa yang akan dia berikan kepada mereka, yakni buku cerita anak. "Banyak sekali, ada satu lemari," katanya dalam diskusi "Dunia Literasi" yang digelar Tempo Institute di Gedung Tempo, Jakarta, Senin dua pekan lalu.
Sejatinya, pemilik asli kitab-kitab tersebut adalah kedua anaknya. Imam membelinya saat studi master dan doktor di Amerika Serikat pada 1988-1996. Imam dan istri membacakannya hampir setiap malam sebelum mereka tidur. "Yang merasakan nikmat bukan hanya anak, tapi juga orang tua," ujar Imam, 57 tahun.
Imam dan anak-anaknya menggemari karya klasik seperti Charlie and the Chocolate Factory karya Roald Dahl dan The Very Hungry Caterpillar-nya Eric Carle. Kecuali kertas yang menguning, nyaris tidak ada kerusakan pada buku-buku tersebut. Imam menjaga benar koleksi seperempat abad tersebut demi kenangan akan masa kecil anak-anaknya. "Nanti saya bisa bilang ke cucu, dulu orang tuamu baca ini," ucapnya, tersenyum. Menurut dia, membacakan dongeng memicu minat baca pada anak. Buku bocah dilengkapi gambar berwarna yang memancing perhatian.
Imam berbagi tip untuk menumbuhkan kecintaan pada literasi, yakni mulai dari yang ringan. Akademikus asal Purwokerto, Jawa Tengah, ini baru rajin membaca sekitar umur 13 tahun. Awalnya, Imam memilih kisah jenaka Nasruddin Hoja dan komik silat Kho Ping Hoo. Perlahan, bacaannya makin tebal, sampai bisa mengkhatamkan Revolusi di Nusa Damai karya K'tut Tantri saat 15 tahun. Tip kedua, bacaan harus disesuaikan dengan umur. "Waktu itu saya juga membaca Max Havelaar, tapi tidak pernah tamat. Terlalu berat," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo