Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH nyoblos pada pemilihan umum tahun lalu, pelukis Djoko Pekik mendapat ide membuat lukisan tentang Petruk, tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa. Sepulang dari bilik suara, ia menyapukan cat pada kanvas. Lukisan itu rampung empat bulan kemudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam lukisan berjudul Petruk Jadi Ratu, Semar Kusirnya itu, Pekik menggambarkan Petruk sedang berjalan sambil menyalami orang yang berkerumun. Ada petani dan ibu-ibu yang menggendong anaknya. Di seberang mereka, dibatasi jalan yang membelah kerumunan, berdiri orang-orang berdasi dan berjas, juga deretan gedung yang menjulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di belakang Petruk, Semar terlihat mengemudikan kereta kencana. Dalam pewayangan, Semar adalah pengasuh dan penasihat golongan kesatria. Menurut Pekik, karyanya menggambarkan Dewa Semar yang memegang kendali bangsa Indonesia pasca-reformasi. Sedangkan Petruk didapuk sebagai pelaksana pemerintahan. “Sekarang Dewa Semar mengendalikan kereta kencana karena Petruk jadi ratu,” ujar Pekik, 83 tahun, kepada Tempo di rumahnya di Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu, 8 Februari lalu.
Presiden Joko Widodo kepincut lukisan itu. Saat menemui Pekik di Gedung Agung Yogyakarta, 31 Desember 2019, Jokowi menyatakan lukisan itu akan dipajang di istana kepresidenan yang baru di Kalimantan Timur pada 2023. Jokowi sempat mengutarakan keinginannya memboyong lukisan berukuran 5 x 2 meter itu ke rumahnya. “Tapi, kata Pak Jokowi, enggak muat,” ucap Pekik.
Lukisan yang kini disimpan di Ruang Soedirman Gedung Agung Yogyakarta itu, kata Pekik, dibeli dengan harga miliaran rupiah. Namun ia enggan mengungkap detail harganya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo