TERBAKARNYA gedungg Pasaraya Sarinah Jaya, pekan lalu, juga membuat gerah sejumlah perancang pakaian. Dhanny Dahlan, 25, peragawati yang baru dua tahun terjun ke usaha pakaian jadi ini, seharian tegang setelah diberitahu kebakaran gedung itu. Ada dua ratus potong pakaian koleksinya dipajang di sana. "Biasanya, ada tiga ratus potong pakaian di sana. Untung, tinggal dua ratus," kata Dhanny. Sejak musibah itu ia tak berani mendekati gedung itu, dan memilih diam di rumah. "Akhirnya, saya main tenis sampai larut malam untuk melupakan semua itu," tutur Dhanny. Main tenis tentu tidak bisa sendirian - siapa lagi kalau tidak bersama Irawan, tunangannya. Lain dengan Ghea Sukasah, 29. Perancang yang gemar warna hitam putih ini, dua hari sebelum kebakaran, justru menambah koleksinya di Sarinah Jaya. "Belum diketahui jumlah kerugian," kata Ghea. Ia kurang ingat berapa jumlah koleksinya yang terbakar. "Ada ratusan," katanya. Yang masih bisa menghiburnya, koleksi eksklusif karyanya tersimpan di sebuah butik di Simpruk. "Yang di Sarinah hanya pakaian ready to wear," kata Ghea. Ghea tidak setegang Dhanny. Ibu anak kembar ini bahkan sudah bisa merancang lagi, meskipun ketika itu api di Sarinah Jaya belum padam. "Saya tak terlalu memikirkan diri saya. Baju setiap hari bisa dibuat, tetapi gedung dan para perajin di Sarinah itu, bagaimana?" tanya Ghea. Seperti halnya Ghea, Poppy Dharsono juga lebih kasihan kepada Abdul Latief, direktur utama Sarinah Jaya, pengusaha yang punya ide merangkul para perancang mode. "Kenapa nasib Bang Latief jelek, ya? Para desainer merindukan banyak Latief lain. Eh, ini satu Latief saja sudah kena musibah," kata Poppy. Bekas peragawati yang sudah tujuh tahun terjun ke dunia mode ini menunjuk Prancis sebagai contoh. Di sana, seorang perancang mode bisa menempatkan pakaian kreasinya di puluhan department store. "Jadi, kalau satu terbakar, masih ada tempat yang lain," ujar Poppy. Ia tak menyebutkan jumlah koleksinya yang hangus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini