Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

tokoh

Melawan Perundungan

Lewat media sosial, seksolog klinis Zoya Amirin terus menggencarkan edukasi tentang seks kepada masyarakat. Perundungan seksual yang berulang kali dialaminya tak membuat Zoya kapok berbagi ilmu.

1 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKSOLOG klinis Zoya Dianaesthika Amirin menjalankan tugas ganda. Selain memberikan edukasi seks kepada masyarakat, Zoya mesti melawan perundungan seksual yang masih kerap ia alami lewat kolom komentar di kanal YouTube dan akun Instagram miliknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zoya mengatakan jumlah perundungan yang dialaminya masih bisa dihitung dengan jari ketika ia dulu mengisi acara Sexophone di stasiun televisi swasta. Ketika dia beralih wahana edukasi ke media sosial, perundungan itu menjadi-jadi. "Kekerasan gender berbasis online makin banyak dan hal itu terkadang membikin saya muak. Dalam sehari saya dilecehkan bisa berkali-kali," kata Zoya, 45 tahun, saat dihubungi Tempo, Senin, 26 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika Zoya membahas ukuran penis, misalnya, ada yang berkomentar meminta foto organ intimnya dilihat. Bahkan Zoya pernah dikirimi foto penis di laman Facebooknya. Pernah juga saat dia membahas alat bantu seks di Instagram, ada yang berkomentar memintanya memperagakan cara pemakaian alat itu.

Apabila mendapat komentar terlalu kasar, Zoya biasanya memblokir akun pemberi komentar tersebut. Ia juga sering melaporkan akun yang berkomentar nyeleneh ke Instagram atau YouTube setelah memperingatkannya. Jika cara itu tak mempan, ia tidak segan melabrak pelaku di media sosial.

Berbagai perundungan itu tak membuat Zoya kapok. Setiap kali tebersit pikiran untuk berhenti, ia selalu teringat pada orang-orang yang merasakan manfaat atas ilmunya. Beberapa di antaranya mengirim pesan dan berterima kasih karena unggahannya telah menyelamatkan kehidupan pernikahan mereka. Bahkan ada korban perundungan yang menjadi berani bersuara. "Kalau membaca itu, saya selalu bersyukur. Rasanya seperti air sejuk di tengah padang gurun. Bagi saya, enggak worth it untuk berhenti," ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus