AUNG San Suu Kyi di dalam negeri dimusuhi, di luar negeri dipuji. Tokoh oposisi Myanmar yang sejak dua tahun lalu dikenai tahanan rumah ini pekan lalu memperoleh Sakharov Prize, lembaga yang dikelola Parlemen Eropa, yang berdiri tiga tahun lalu. Inilah penghargaan bagi para pejuang demokrasi. Suu Kyi, kini 45 tahun, yatim sejak umur dua tahun. Ayahnya, seorang jenderal, dibunuh. Tapi Suu Kyi baru tertarik pada perjuangan dan politik setelah kembali dari kuliahnya di Univer- sitas Oxford, Inggris. Ketika itu, pengagum Gandhi, Nehru, dan Martin Luther King ini menengok ibunya yang sakit di Rangoon. Secara kebetulan ia menyaksikan demonstrasi rakyat dan mahasiswa Burma, yang menuntut demokrasi. Semangat yang dimiliki ayahnya pun bangkit dalam dirinya. Ia tak ikut balik ke London bersama suami dan dua anaknya. Suu Kyi malah mendirikan partai oposisi, lalu melancarkan mogok makan, menuntut dibubarkannya kediktatoran militer dan diselenggarakannva pemilu. Wanita mungil yang manis ini tentu tak sempat datang di Strasbourg, Prancis, pekan lalu, untuk menerima hadiah. Bahkan belum tentu ia tahu telah terpilih menerima Sakharov Prize. Michael Aris, profesor di Harvard University, suami Suu Kyi, mewakilinya. Dunia tak diam menyaksikan penindasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini