Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Meninggalkan Politik

Wartawan kawakan, Rosihan Anwar, mengakui, bahwa dalam tiga tahun terakhir ini ia tak memikirkan masalah politik lagi. Kegiatannya cuma manatar, ceramah dan momong cucu.

30 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WARTAWAN kawakan Rosihan Anwar menurut pengakuannya mengidap penyakit tekanan darah rada tinggi. "Puteri saya yang paling kecil, Naila Karima (21 tahun) kini duduk di tingkat II FK UI", ujar Rosihan. "Dia baru belajar mengambil tensi orang. Maka sayalah yang jadi kelinci percobaannya, untuk berlatih mengukur tekanan darah orang. Pertama kali diambilnya pertengahan April lalu. Dia bilang, tekanan darah saya 110-170. Sudah barang tentu membuat saya kaget. Sebab normal tensi saya hanya 95-165. Maka tiada ayal, saya minta kakaknya dr. Aida Fathya alias Noni mencek lagi. Ternyata tensi saya lewat ukuran si Noni, 105-165". Apakah darah sedikit tinggi ini disebabkan tensi Pemilu? Jawab Rosihan: "Saya kira tidak. Sebab umumnya dalam 3 tahun terakhir ini saya tiada lagi menaruh perhatian terhadap soal-soal politik". Kesibukannya kini: berceramah, menatar wartawan dan momong cucunya yang baru seorang Alma Nadhira. "Ada kesayangan khusus terhadap cucu saya ini", katanya. "Saya fikir-fikir, memang ada perbedaan rasa sayang antara anak dan cucu. Sayang pada anak disertai tanggung jawab, pada cucu, sayang melimpah tanpa harus bertanggung jawab untuk mendidiknya. Karena itu bagian orangtua si cucu". Ditanya bagaimana kehidupannya sebagai wartawan, Rosihan berkata: "Saya sering disebut teman-teman sebagai wartawan blo'on. Artinya, yang segenerasi dengan saya, bisa berhasil (dari sudut materi). Tapi bagi saya, yang paling penting adalah pengertian dari isteri saya". 25 April lalu, genaplah suami isteri Rosihan Anwar mengarungi lautan perkawinan selama 30 tahun. Bagaimana dia ketemu jodo? "Pada mulanya kami berkenalan di tahun 1943. Waktu itu umur saya baru 21 tahun, dan kerja di surat kabar Asia Raya sebagai reporter muda. Ida bekerja di staf sekretariat redaksi Asia Raya bersama Halimah, yang sekarang jadi nyonya Mochtar Lubis. Ya saya lihat-lihat, terus kenalan. Di luar kantor, biasa dah, bergaul, berteman". Tahun 1944, bersama Usmar Ismail almarhum, Rosihan membentuk grup sandiwara Maya. Saya ketuanya, Usmar sutradaranya. Lakon pertama yang kami pentaskan: Taufan di Atas Asia, karangan dr. Abu Hanifah. "Ida bersama kakak perempuannya (yang kemudian jadi isteri Usmar Ismail) turut main", ceritera Rosihan. "Waktu itu, belum ada fikiran untuk kawin, belum serius, karena antara saya dan Ida, kami bergaul biasa saja. Baru ketika di tahun 1947, ketika keluarganya tinggal di Yogya, dan saya beberapa saat di Jakarta, wah, saya baru sadar, ada yang kurang. Nah, disitulah mulai ada rasa". Rosihan Anwar dan Ida (yang masih keponakan Husni Thamrin almarhum) menikah tahun 1947, di jalan Sumbing Yogya, di rumah Usmar Ismail. "Modal saya waktu itu cuma: 1 stel piyama 1 stel khaki dril. Almarhum Sudaryo Tjokrosisworo pergi ke Sala untuk cari surjan dan blangkon buat saya. Saya menginap di rumah Mr. Sumanang, jalan Tanjung. Eh stelan Jawa yang dibawa dari Sala terlalu kecil buat saya. Kemudian saya pinjam stelan teluk belanga kepunyaan Laksamana (AL) Nazir, yang hingga kini belum juga menikah". Pengantin laki-laki datang ke rumah pengantin perempuan dengan naik mobil sedan. "Mobil milik Kolonel Zulkifli Lubis, ketua BPI (sekarang sama dengan Bakin). Mobilnya besar benar. Rasanya hebat betul, biar mobil pinjaman pula". Upacara pernikahan dilakukan dengan cara sederhana. Yang hadir waktu itu antara lain: Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Syahrir. Malamnya diadakan resepsi, juga sederhana. "Yang saya ingat malam itu hadir pula Brigjen (pens.) Rahman Mansyur, Haryono Nimpuno (Dirjen Perla). "Haryono malam itu menyumbang nyanyi. Dia main gitar sambil nyanyi", kata Rosihan. Kini Rosihan berusia 55 tahun. Isterinya cuma beda 1,5 tahun lebih muda. Anak mereka tiga: dr. Ny. Aida Fathya Darwis (suaminya: dr. Idral Darwis), Omar Luthfi Anwar (tamatan Akademi Cas Cepu kini bekerja di Pertamina), dan Naila Karima Anwar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus