Tutup mulut, tapi mata dan telinga tetap dibuka. Itulah yang dilakukan wartawan dan sastrawan Mochtar Lubis, 76 tahun, hari-hari ini, ketika kondisi politik nasional sedang "bising-bising"-nya. Salah satu buktinya, direktur penerbit Yayasan Obor Indonesia itu memilih tak berkomentar atas pemukulan yang dialami sejumlah wartawan foto oleh tentara dalam aksi unjuk rasa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Rabu pekan lalu. "Semakin sedikit yang buka mulut, semakin terbuka kemungkinan penyelesaiannya," alasan Mochtar kepada Dwi Wiyana dari TEMPO.
Tapi ketika terjadi kerusuhan akibat kehadiran pasukan pengamanan swakarsa di pelataran Monumen Tugu Proklamasi, Jakarta, sehari sebelumnya, ia terusik untuk menyaksikan dari dekat. Maklum, rumah penulis novel Harimau-Harimau itu berada tepat di sebelah timur monumen. Itu artinya, mata dan telinga tetap dibuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini