TAHUN-tahun sekitar 60-an, Tatiek Maliyati salah seorang yang
menonjol dalam dunia drama. "Kegiatan drama waktu itu belum
seperti sekarang", katanya. "Masih jarang". Dengan bantuan
Yayasan Rockefeller, Tatiek sempat memperdalam pengetahuannya ke
AS.
Orang ATNI ini kemudian ketemu jodoh dengan Wahyu Sihombing,
kini anggota Dewan Pekerja Harian Dewan Kesenian Jakarta. Boleh
dikata dia lantas tidak muncul lagi di panggung sandiwara. "Saya
lebih mementingkan keluarga daripada urusan seni di luar". Biar
begitu ibu dari empat orang anak ini masih membuang waktunya 4
kali seminggu untuk mengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian
Jakarta dan Kursus Akting di Taman Ismail Marzuki. Sesekali dia
muncul pula di layar teve.
"Dalam dunia film saya tidak berarti apa-apa. Tapi dalam dunia
sandiwara, nggak sombong ya, saya bolehlah. Saya tahu apa yang
saya lakukan". Tatiek kemudian menyebut empat bintang film yang
menonjol dan gampang diolah: Christine Hakim, Lenny Marlina,
Tanti Yosepha dan Suzarma. "Di tangan sutradara yang baik,
mereka berempat bisa hebat", ujar Tatiek. Dan bagaimana tentang
Yati Octavia? Sambil tertawa: "Nggak tahu ah. Komersiil rupanya.
Saya tidak menyalahkan artis-artis yang orientasinya begitu,
karena keadaan memang begitu. Menilai seorang artis harus
melihat motifnya dulu. Apakah terjun ke dunia seni untuk cari
duit atau membuat prestasi seni".
Kegiatan Tatiek lainnya kini menulis skenario film. Dua
tulisannya sudah rampung: Cinta Abadi dan Rahasia Seorang Ibu,
keduanya akan disutradarai suaminya. Tambah Tatiek: "Cinta Abadi
itu judul yang diberikan sutradara. Menurut alur cerita, saya
memberi judul Menara Gading. Sutradara kok tidak membayangkan
kemungkinan turunnya minat penonton sebab judul yang memakai
cinta sudah banyak".
"Tapi di film, saya tidak ada prestasi apa-apa", tambahnya lagi.
Tubuhnya kini subur dan gemuk. Sama seperti suaminya dan keempat
anak-anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini