Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Penasaran K-Pop

PERKENALAN dengan Super Junior mengubah persepsi Dira Sugandi terhadap Korean pop. Selama ini, biduan asal Bandung itu hanya mengetahui Super Junior sebagai salah satu perintis boyband Korea. Lagunya apa, embuh.

28 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dira Sugandi -AZURA RECORD/Ristiana Eteng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, begitu mendengar Choi Si-won cs berlatih menjelang upacara penutupan Asian Games pada awal September lalu, Dira langsung doyan. “Yang keputer-puter terus di kepala saya sampai sekarang adalah Sorry, Sorry,” kata Dira kepada Tempo, Selasa pekan lalu. Lagu yang dirilis dan mendunia pada 2009 itu satu di antara tiga tembang yang dibawakan Super Junior di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada malam penutupan Asian Games XVIII.

Malam itu juga, Dira, 39 tahun, berkenalan dengan personel Suju—sebutan Super Junior. -Sesaat setelah tampil, Lee Dong-hae menghampiri dan memujinya. Dira membalas pujian itu dengan mampir ke ruangan mereka. Tapi ia hanya mendapati Choi Si-won. Personel lain sedang mandi. Choi mengatakan Super Junior terkesima dan menjadikan lagu Unbeatable yang dinyanyikan Dira sebagai inspirasi mereka. Lee, yang tidak sempat menemui Dira untuk kedua kalinya, menyampaikan pujiannya lewat pesan di Instagram.

Choi Si-won dan Dira Sugandi. -AZURA RECORD/Ristiana Eteng

Kejadian itu menjawab pertanyaan yang lama bersarang di kepala Dira: mengapa penggemar K-pop sampai segila itu menyukai idolanya? “Saya jadi bersimpati karena, meski megastar, mereka tetap ramah dan humble banget,” ujarnya. Dira juga terenyuh melihat Super Junior yang, meski mengalami jetlag dan keletihan, tetap melayani permintaan penggemar bersalaman dan foto bareng. “Kita juga harus belajar sama mereka.”


 

Daniel Mananta -Dok.TEMPO/Kink Kusuma Rein

Tertantang Latar Lawas

DANIEL Mananta, 37 tahun, tertantang memproduseri Susy Susanti: Love All karena film yang mengangkat kisah legenda bulu tangkis Indonesia, Susy Susanti, itu memiliki latar tahun 1990-an. Di antaranya aksi heroik Susy saat meraih medali emas tunggal putri Olimpiade Barcelona 1992.

Daniel merasa beruntung karena menemukan banyak lokasi yang masih bernuansa lawas untuk pengambilan gambar, baik di Tasikmalaya—kampung halaman Susy—maupun di Jakarta. “Masalahnya, kalau kami shoot Bundaran Semanggi, harus banyak diedit karena Bundaran Semanggi yang sekarang sudah beda banget. But we have so much fun,” ujar pembawa acara Indonesian Idol itu saat ditemui di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu dua pekan lalu.

Dia mengungkapkan, ide film tersebut muncul lima tahun lalu. Ia menemui Susy kala itu. Ia pun sudah bertemu dengan banyak produser, sutradara, dan penulis skenario, tapi kesulitan menemukan kru yang sevisi dengannya, terutama dalam hal alur film. “Akhirnya, baru dua tahun lalu gue ketemu partner yang benar-benar klik,” katanya.

Untuk produser, Daniel menggandeng Reza Hidayat dari Oreima Films bertandem dengannya. Ia juga menunjuk Sim -F- dan Syarika Bralini sebagai sutradara dan penulis skenario. Ia ingin menyuguhkan cerita yang membuat anak muda terpanggil untuk berkompetisi di level internasional. “Seperti Susy Susanti, yang tidak pernah takut melawan musuh-musuhnya,” tuturnya.

 


 

Mohamad Sobary -TEMPO/Ratih Purnama

Nikmat di Kereta

BERLIBUR ke luar kota bisa menjadi pilihan menyegarkan pikiran ketika lelah bekerja. Itulah yang dilakukan budayawan Mohamad Sobary. Saat capek menulis novel terbarunya, The President, ia memilih bolak-balik Jakarta-Yogyakarta atau Jakarta-Solo dengan kereta api. ”Enggak ada yang lebih enak dari tidur di kereta,” katanya, Rabu pekan lalu.

Sobary, 66 tahun, biasanya naik kereta pagi dan sampai di kota tujuan sore hari. Ia memanfaatkan ”liburannya” ini untuk bertemu dengan kawan atau berdiskusi dengan mahasiswa atau penggerak lembaga swadaya masyarakat. Esok paginya, ia sudah kembali berada di kereta menuju Ibu Kota.

The President diluncurkan pada 30 September 2018 di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, yang diasuh Kiai Haji Mustofa Bisri alias Gus Mus. Sobary menulis dan mengedit novel bertema politik itu selama sepuluh bulan. ”Prosesnya lama karena ini pengalaman pertama menulis dengan konteks yang begitu serius,” ujar mantan Pemimpin Umum Kantor Berita Antara itu.

Novel yang menceritakan upaya merebut kekuasaan presiden itu terilhami kehidupan politik Tanah Air dua tahun belakangan. Sobary tak perlu banyak melakukan riset karena berita soal itu berseliweran di mana-mana. Ia pun membayangkan kehidupan presiden agar ceritanya lebih hidup. ”Aku juga kan pernah jadi pejabat, tahulah bagaimana dijaga orang, diatur jadwalnya,” kata mantan Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus