PUSAT kota Amsterdam berantakan. Rambu-rambu lalulintas
berserakan di tengah jalan, jendela-jendela rumah pecah dan
toko-toko dirampok. Di Hari Buruh 1 Mei yang lalu itu, sejumlah
besar tuna wisma didukung sejumlah anak-anak muda mengacau kota
itu.
Itu terjadi sehari setelah penobatan Beatrix sebagai Ratu
Belanda, menggantikan Juliana ibunya. Di hari penobatan, pun
telah terjadi huru-hara itu. Kaum tuna wisma memrotes: mengapa
tunjangan untuk keluarga Ratu tak sepadan dengan anggaran
pengadaan rumah bagi tuna wisma. Seperti diketahui Amsterdam
berpenduduk 750 ribu, 54 ribu di antaranya tuna wisma.
Pihak keamanan nampaknya memang telah meramalkan kerusuhan itu.
Konon, 8 ribu polisi dikerahkan untuk mengamankan upacara
pengundur-dirian Juliana dan penobatan Beatrix. Dan waktu itu
tak terjadi kekacauan yang berarti, kecuali beberapa bom asap
sempat dilemparkan oleh demonstran.
Telah munculkah satu kekuatan anti kerajaan, dan menginginkan
satu republik bagi negerinya?
Satu angket yang baru-baru ini diadakan, 82 persen dari hampir
14 juta penduduk negeri itu tetap menghendaki pemerintahan
kerajaan. Dan Win Kan, salah seorang tokoh pemain komedi
Belanda, beberapa tahun lalu pernah menyatakan: "Saya setuju
saja negeri ini menjadi republik, asal presidennya tetap
Juliana."
Memang harus diakui di negeri kerajaan berkonstitusi itu, pihak
kerajaan tidak mencoba menutup diri dari rakyat -- paling tidak
cara Juliana mendidik keempat putrinya, termasuk Beatrix si
calon ratu.
Beatrix sekolah di sekolah biasa, berteman dengan anak tukang
roti, juga anak tukang pos. Dia juga belajar mengepel lantai dan
menanam sayur-sayuran di kebun sekolah. Juga, seperti anak-anak
Belanda lainnya, ia bersepeda keliling Amsterdam .
Tapi kebebasan yang diberikan Juliana ada batasnya pula. Ketika
Beatrix telah jadi mahasiswa di Universitas Leiden dan
berpacaran dengan teman mahasiswanya yang tak punya uang dan
datang dari keluarga biasa saja, hubungan mereka putus -- betapa
pun bandelnya Beatrix - karena Juliana tak setuju.
Beatrix, 42 tahun, berambut pirang bermata biru dan berlesung
pipit agak diragukan oleh pers Belanda bisakah dia sebijaksana
ibunya. Ia sendiri mengakuinya: "Ibu saya tak mudah ditiru.
Kemampuannya hebat, dan berhasil diwujudkan dalam masa yang
sulit. "
Juliana, yang dinobatkan sebagai Ratu Belanda menggantikan
Wilhelmina, 6 September 1948, memang berhasil menghadapi
tantangan-tantangan. Ia dinobatkan di masa negerinya baru saja
kehilangan 10 persen pendapatan negara, karena satu negara
jajahannya, Indonesia, merdeka. Padahal negeri itu harus
membangun kembali ekonominya akibat Perang Dunia II.
Juga krisis-krisls dalam leluarga berhasil diatasi Ratu.
Pertama, 1964 ketika Irene, adik Beatrix berganti agama dari
Protestan menjadi Roma Katolik -- untuk memungkinkannya menikah
dengan bangsawan Spanyol, Pangeran Carlos Hugo.
Tentu saja keluarga kerajaan geger. Bahkan Juliana disertai
Pangeran Bernhard, suaminya, langsung terbang ke Spanyol untuk
membatalkan hubungan putrinya itu. Tapi ketika pesawat singgah
di Paris, atas bujukan suaminya Juliana terbang balik ke
Belanda. Sebagai jalan tengah agar rakyat tak marah, barangkali,
waktu upacara pernikahan di Spanyol keluarga kerajaan hanya
mengikuti lewat teve. Dan mereka hanya bisa menyesal, ketika
baru setengah upacara berlangsung acara itu disensur.
Tantangan kedua ketika 10 Maret 1966 Beatrix menikah dengan
Pangeran Jerman, Claus von Amsberg. Orang Belanda rupanya belum
lupa kekejaman Nazi -- Pangeran Claus ketika PD II adalah
anggota Angkatan Darat Jerman dan tercatat pernah menjadi
anggota Divisi Panser ke-90 di Italia. Untunglah biografi
pangeran Jerman itu (kini ia 53 tahun) membuktikan terhadap
Belanda dia bersih.
Krisis ini akhirnya teratasi dengan sendirinya, ketika Beatrix,
27 April 1967 melahirkan anak lelaki. Rakyat Belanda bersorak.
Sebab, sejak Raja Willem III meninggal, 1890, Dinasti Keluarga
Oranye Nassau yang didirikan oleh Willem I pada 1815 ini, baru
kali itulah mempunyai anak lelaki. (Dua putra Willem III
meninggal, sementara Wilhelmina hanya punya satu anak yaitu
Juliana itu).
Yang terberat yang harus dihadapi Juliana ketika tahun 1976
suaminya, Pangeran Bernhard, dituduh terlibat skandal Lockheed.
Di situ Juliana mungkin dinilai berjiwa besar oleh rakyatnya. Ia
tak menghalangi pemeriksaan pemerintah atas diri suaminya, dan
ketika ada desakan kabinet yang waktu itu dipimpin PM Joop den
Uyl, Pangeran Bernhard mengundurkan diri dari segala jabatannya.
Beatrix digambarkan sebagai seorang yang lebih suka menyendiri,
seorang sahabat yang setia, tegas, keras kepala dan impulsif.
Konon, sebisanya, ia selalu menghindar dari pers. Di masa
kecilnya, ia pernah terdorong melakukan 'kejutan', karena merasa
risih menjadi perhatian orang.
Diceritakan, ketika suatu hari ia pulang sekolah orang-orang
mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba Ratu itu berhenti, lantas
berbalik. Sembari mengembangkan kedua tangannya putri cilik ini
berteriak: "Inilah rupaku bila dilihat dari depan." Kemudian ia
berputar, dan teriaknya pula "Inilah aku bila dilihat dari
belakang! Nah, sudah puaslah kalian?" Tak diceritakan bagaimana
reaksi publik waktu itu.
Tapi tentang sifat penyendirinya dan kecenderungannya untuk
menghindar dari pers, pernah dibantah oleh seorang wartawan
Belanda yang menyertainya dalam kunjungan ke Cina. "Beatrix pada
dasarnya bukan penyendiri. Ia berbuat itu karena
kehati-hatiannya saja. Dan ia memang harus melakukan itu," tulis
bung wartawan.
Seorang ratu atau raja di kerajaan berkonstitusi itu memang tak
punya kekuasaan yang menentukan. Tapi bukannya tanpa pengaruh.
Dia yang menentukan orang yang menjabat perdana menteri.
Sesudah pemilihan umum, dengan melihat hasil pemilihan umum itu,
dengan menimbang hasil pembicaraannya dengan pimpinan-pimpinan
partal dan beberapa orang lain yang dipandang perlu, baru Ratu
menentukan perdana menterinya.
Kecuali itu, seorang ratu atau raja Belanda otomatis langsung
menjadi Ketua Dewan Negara -- badan penasihat tertinggi untuk
kerajaan.
Tentu saja sejak pagi Beatrix telah dipersiapkan untuk semua
tugas itu. Di Universitas Leiden ia belajar sosiologi, sejarah
keparlemenan dan hukum. Dan beberapa tahun yang lalu ia pun
telah menjadi anggota dewan negara itu.
Ibu dari tiga anak lelaki ini (Willem Alexander, si putra
mahkota, 13 tahun, Frisco 12 tahun dan Constantijn, 11 tahun)
juga dikenal jago menunggang kuda, berlayar dan suka pula
mematung.
Joop den Uyl, bekas perdana menteri dan pimpinan partai oposisi,
Partai Buruh, itu pernah berkata: "Sungguh sulit membayangkan
Negeri Belanda tanpa Juliana." Tapi kini itu telah terjadi. Dan
ujian pertama bagi ratu baru, yang telah memilih nama barunya:
Wilhelmina II, langsung saja muncul: protes para tuna wisma
itu. 'Yang berikut yang lebih menentukan kewibawaannya
seterusnya, ialah pemilihan umum tahun depan yang akan diadakan
sebelum Mei 1981.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini