Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Peringatan ulang tahun

Ulang tahun ke-70 buya hamka diperingati tidak penyerahan buku "kenang-kenangan 70 thn buya hamka" yang ditulis oleh 46 orang. ia termasuk anak nakal di masa mudanya, telah menulis sejak berusia 17 thn.(pt)

18 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUYA Hamka, 17 Pebruari ini genap 70 tahun. Kali ini ada terbentuk sebuah panitia ular tahun. "Ini maunya Rusydi dan teman-temannya," kata Buya. H. Rusydi adalah anak nomor dua dari 7 orang anak Buya yang masih hidup. Bertempat di Aula Mesjid Agung Al Azhar, "dan cuma sebuah kenduri yang kecil saja," kata Rusydi. Dalam kesempatan itu sebuah buku setebal 288 halaman, dengan judul Kenang kenangan 70 Tahun Buya Hamka, diserahkan oleh Panitia HUT yang diketuai Solihin Salam. 46 orang telah menulis tentang Hamka tari berbagai segi. Mulai dari Dr. Mohamat Hatta, Mohams mat Natsir, Emzita (teman pribadi, I yang punya koleksi 27 tahun "Suratsurat tari Hamka keparia Emzia"), Mr. Mohamad Roem, Dr. Anwar Hsryono SH, M. Yunan Nasution, ir. H.M. Sanusi, Dr. Deliar Noor sampai Mohahamad Zein Hasan, teman sekampung sehalaman. Sejak usia 17 tahun Buya telah menulis. Buku-buku tentang agama dan filsafat saja hingga kini ada 113 buah. Pada usia 28 jadi pemimpin Redaksi Majalah Pedoman Masyarakat di Medan. Masih naik sepeda Fongers, gaji permulaan Buya cuma 25 gulden. Waktu itu anaknya dua orang. M. Yunan Nasution yang juga jadi anggota redaksi Pedoman Masyarakat menulis tentang Buya: kutu buku, daya ingatnya sangat kuat. Mengetik cuma dengan empat jari, tapi cepat. Sejak 1936 itulah, Buya selalu mengarang siang hari, sekitar jam 11.00 sampai 13.00. Tentang itu Yunan berkesimpulan: "Rupanya inspirasi yang dipancarkan melalui sinar matahari hanya dapat menembus pikiran orang-orang yang berkepala botak." Di Medanlah Buya mengarang buku-bukunya yang berkisar pada roman adat, seperti Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, Merantau ke Deli. Ada cerita Yunan tentang Pedoman Masyarakat dan cerita bersambung Tenggelam Kapal van der Wijck. Mingguan yang terbit setiap Rabu itu, sampai di Kotaraja (Banda Aceh) hari Rabu malam. Di stasiun di sana malam itu banyak orang menunggu. Bukan saja para agen, tapi juga para pembaca yang sudah tidak sabar menanti lanjutan Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Bahkan ada sebuah telegram yang minta agar tokoh Hayati jangan dimatikan. "Buya sendiri menanyakan hal ini kepada saya," tulis Yunan, "bagaimana sebaiknya Hayati ini. Dimatikan atau dihidupkan." Soalnya Buya menulis cerita tersebut sepotong-potong. Kepergiannya ke Medan memang punya sebab. Konon sang ayah memaksa Buya menikah dengan wanita pilihannya. "Ayahnya hampir putus asa melihat kelakuan si Malik," tulis Mohamad Zein Hasan, teman kecil Buya. Ayah Hamka adalah ulama besar Dr. H.A Karim Amrullah, almarhum. Karena sang ayah sudah tidak sanggup lagi, dikirimlah si Malik - namanya kemudian berubah jadi si Amka - ke seorang ulama besar bernama Syaikh Ibrahim Musa di Bukittinggi. Tapi Malik lebih suka jadi wasit sepakbola, penyabung ayam, pendekar silat bahkan jadi jockey di Payahkumbuh. Malah belum lagi silatnya sudah berani menantang orang berkelahi dengan pisau. Orang-orang tidak berani bertindak, karena Malik adalah "anak beliau". Pernah pula Buya berpotret dengan gaya jagoan. Memakai baju teluk belanga, celana galembon, destar hitam, sarung Bugis disandang miring, ayam kinantan di pangkuan, dan mata menantang. Di ujung bawah ada batutulis dengan tulisan: Adat juara alah menang. Itu di zaman Buya jadi penyabung ayam. Tapi semakin lanjut semakin seriuslah dia. Beberaya puluh tahun kemudian, 1950, keluarlah buku tulisan Hamka berjudul: Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karm Amrullah. Buku ini bagaikan penebus kenakalannya di masa muda. Ketua Umum Majlis Ulama Pusat dan imam besar Mesjid Agung Al Aztlar ini, yang pernah ditahan selama 2 tahun sejak 1964, hampir selalu duduk di kursi dengan kaki bersila. Juga kalau sedang mengetik. Dia bisa terus mengetik sambil orang bertanya sesuatu yang lain, dan menjawab. Ketika ùIsia muda, Buya bisa menyanyikan lagu klasik Minang. Teman-temannya menganggap suara Buya bolehlah. Kegemarannya yang lain: makan enak. Durian, masakan Padang, dan masakan Arab yang telah di-Padang-kan. Kalau ada sesuatu yang baru di lidahnya, tak segan-segan Buya bertanya apa bumbunya. Kemudian diceritakannya kepada isterinya almarhumah, H. Siti Raham. Sehingga terkenallah itu "gulai itik Umi, soto Umi, kari ayam Umi" dan sebagainya. Buya sendiri hafal di mana saja yang ada restoran dengan makanan enak. Kini berbagai penyakit menimpa. Mulai dari darah tinggi sampai diabetes. Lemang dan durian pun sekarang tidak boleh disentuhnya. "Saya sudah puas makan enak," kata Buya, yang masih harus istirahat sakit. Bulan lalu Buya terpaksa istirahat di RS Pertamina. Di lantai VI di pintu kamarnya ada tulisan: tidak menerima tamu. Perjalanannya akhir 1977 ke Lahore dan Kairo rupanya melelahkan fisiknya. Pemegang dua kali gelar doktor honoris kausa ini (1958 dari Universitas Al Azhar Kairo, dan 1974 dari Universiti lebangsaan Malaysia untuh kesusasteraan dari Fakulti Pengajian) tahun 1973, kawin lagi atas anjuran anak-anakna. Dan dipetiklah H. Siti Hadjdjah (50 tahun), janda, dari Cirebon. Apa rencana Buya setelah sembuh sama sekali? "Sampai saya pensiun," ujarnya, akan tetap bekerja seperti biasa. Bangun jam 03.00 pagi, sembahyang tahajud dan subuh. Kemudian tidur lagi. Jam 07.00 bangun, sarapan. Di rumahnya selalu saja orang berdatangan minta advis, bertanya tentang tafsir qur'an dan segala macam. "Pensiun seorang Muslim," katanya, "setelah dia mati. Ada hadis Nabi: orang beriman tidak akan berhenti bekerja sebelum pensiun. Pensiunnya itu di sorga."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus