Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rudolf Anak Siapa

Pengadilan negeri bogor memenangkan max rudolf lachinsky dalam sengketa tanah melawan 11 instansi & 14 perorangan. max kini ditahan polisi bogor karena terlibat dalam pemalsuan surat keterangan. (hk)

18 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA advokat terkenal Jakarta,mulai dari Adnan Buyung Nasution sampai S. Tasrif (Ketua organisasi advokat, Peradin), yang mewakili 11 instansi dan 14 perorangan, kalah bersengketa melawan seorang bernama Max Rudolf Lachinsky. Pengadilan Negeri Bogor, Januari lalu, yang cuma dipimpin oleh hakim tunggal TA Atmadjakusuma SH, menghukum 5 tergugat: harus menyerahkan tanah berikut bungalow mereka yang terletak di Megamendung Puncak, Kabupaten Bogor. Ditambah ganti rugi masing-masing Rp 15 juta. Ini kekalahan advokat Jakarta yang menarik. Apalagi mereka mewakili instansi yang punya nama. Yaitu: Pertamina, Java Motor, Kepala Staf Angkatan Laut, PT Jakarta Lloyd, First National Citybank, Bank Indonesia, PT Asuransi Jiwasraya, Bank Dagang Negara, Unilever, PN Panca Niaga dan Rumah Sakit Cikini. Pihak perorangan 14 tergugat, juga bukan orang-orang sembarangan. Misalnya Mr Soedjono (bekas Dubes, saksi dalam perkara Sawito), Vence Samuel dan beberapa yang bertitel dokter, insinyur dan doktorandus. Untuk kekalahan mereka pada tingkat I ini. semua tergugat menyatakan naik banding. Max Rudolf Lachinsky, 44 tahun, mengaku sebagai anak dan ahli waris anarhum Michael Maximillian Lachinsky (MML). Almarhurn MML, menurut Lachinsky 'junior' ini, adalah warganegara Polandia yang memiliki tanah dan sejumlah bungalow yang dikenal dengan nama: Bungalow Bedrijf Sirnagalih, di Megamendung. Oleh karena merasa sebagai ahli waris sah MML, Rudolf pun merasa panas memperoleh seluruh tanah dan bungalow yang kini telah dikuasai oleh para tergugat. Ditambah ganti rugi, karena selama ini tak dapat memanfaatkan harta warisan, sebanyak Rp 300 juta dari masing-masing tergugat. Penggugat menyatakan dirinya anak MML dari Ibu Agusta Victoria Irma Gubbels yang Belanda. Itu diterangkannya dengan sebuah ketetapan pengadilan di Bandung (1975). Ketetapan itu sendiri berdasarkan suatu keterangan dari Gereja Katholik di Jatinegara yang ditandatangani oleh Pastor Janjali (1974). AF Wenas Ia lahir di Bidaracina tahun 1934. Sampai dengan 1942, ia tinggal bersama MML, di Jalan Blsulinde Laan 11/22. Kemudian, begitu katanya, ia tinggal bersama AF Wenas, yaitu setelah 'bapak baru'nya itu kawin dengan ibunya, Irma Gubbels. Karena sejak kecil tinggal bersama Wenas, maka Rudolf hanya tahu, Wenas itulah bapaknya. 'Lachinsky' baru tahu siapa sesungguhnya ayahnya, begitu yang diyakinkannya kepada pengadilan di Bogor, ekitar empat tahun lalu. Yaitu dari cerita-cerita bekas sopir MML, H. Junus, yang pernah mendampingi tuannya antara tahun 1930 sampai 1948. Cerita yang sama juga dikutipnya dari bekas mandor dan pembantu rumah MML dulu. Berdasarkan cerita-cerita itulah Rudolf menuduh ibunya, Irma Gubbels, "telah menggelapkan silsilah." Seorang advokat, Suyono Prawirabisma, pengacara tergugat Unilever dan pengacara Nyonya Janda Wenas, menyatakan "cerita 'Lachinsky' itu isapan jempol belaka." Dari Nyonya Wenas, dulu bernama Irma Gubbels, yang merasa melahirkan Max Rudolf Wenas yang kini mengaku dirinya sebagai Lachinsky junior, ada cerita sendiri mengeriai penggugat ini. Pertama-tama Nyonya Wenas merasa tersinggung dengan pengakuan anaknya yang dianggap bukan-bukan itu. Sebagai umat Katholik, yang patuh pada ajaran tak boleh bercerai hidup dengan suaminya, Nyonya Wenas merasa tak mungkin menikah sampai dua kali: pertama dengan MML dan kemudian dengan AF Wenas. Dalam suatu surat pendaftaran penduduk peranakan di zaman pendudukan Jepang pun, Lachinsky tercatat (1943) sebagai anak ke III AF Wenas, dengan nama Max Rudolf Wenas. Juga beberapa fakta lain, dapat menunjukkan bahwa Lachinsky adalah Max Rudolf Wenas. Misalnya surat atau akte kelahiran yang dikeluarkan oleh Kelurahan Bidaracina (1954), ketetapan pengadilan Jakarta tcntang hal yang sama (1960), juga ketetapan mengenai hak waris keluarga AF Wenas (ketika sang ayah wafat tahun 1963), oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara Timur (1973). Dalam perkawinannya dengan gadis Wong Chuan (hiauw, pemuda Lachinsky ini juga mencatatkan dirinya di Kantor Catatan Sipil Asahan, Sumatera Utara (1960), sebagai anak Wenas. Belum lagi surat Nyonya Janda MML dari Negeri Belanda yang menyatakan: tak pernah punya anak bernama Max Rudolf Lachinsky. Pastor Janlali Lalu surat ketetapan pengadilan Bandung, 1975, menyatakan anak Wenas ini sesungguhnya anak MML. Itu ada cerita tersendiri yang cukup menarik. Ketetapan pengadilan itu berdasarkan suatu keterangan tertulis dari Pastor Janlali, Nopember 1974, yang menyatakan Max Rudolf adalah anak MML. Tapi, ketika perkara masih berlangsung antara Rudolf dengan 25 tergugat, Janlali mencabut surat keterangannya. Pastor ini menyatakan, surat keterangannya itu dibuat berdasarkan keterangan dan permintaan Rudolf. Yang bersangkutan, ketika. itu, memberikan keterangan: Ada kekeliruan dalam surat baptis. Maksudnya, jika dalam surat baptis itu dinyatakan: Rudolf adalah anak AF Wenas dengan Irma Gubbels, dan MML sebagai saksi - itu keliru. Terbalik. Yang benar: Rudolf adalah anak MML dengan Irma Gubbels dan Wenas hanya sebagai saksi. anpa berprasangka buruk, "dan dengan itikad baik," kata Janlali, keinginan Rudolf untuk merubah surat keterangan, dipenuhinya. Namun, begitu pastor itu tahu untuk apa surat keterangan yang diberikannya itu digunakan oleh Rudolf, pada 24 Oktober--ketika sengketa belum putus--ia mengirim surat pemcabutan keterangan yang lalu. Adakah pengadilan Bogor terpengaruh oleh surat Janlali? Ternyata tidak. Hakim Atmadjakusuma tetap berpendirian: tanah dan bungalow itu milik MML yang harus jatuh ke ahli warisnya, Rudolf Lachinsky. Pengadilan juga merasa perlu membatalkan semua sertifikat yang telah pernah dikeluarkan oleh Kantor Agraria bagi 25 pemilik yang berdiri sebagai tergugat. Padahal, menurut saksi ahli dari Kantor Agraria, bagaimanapun kedudukan Rudolf--anakWenas atau MML--tanah dan bungalow Sirnagalih sudah bukan milik MML lagi. Pertama, MML bukanlah warganegara Polandia (seperti surat keterangan Kedubes Polandia di Jakarta, yang dikeluarkan atas permintaan Rudolf Lachinsky). Ia sudah jadi warganegara Belanda (Stb. 774 tahun 1935). Sebab jika MML itu orang asing, yang meninggal di Negeri Belanda, ia tak mungkin dapat memiliki tanah di sini. Pengaduan Irma Gubbels Pun, MML ternyata tak mengkonversi hak miliknya, seperti yang diharuskan oleh Undang-Undang No. 5/1960. Sehingga berakibat semua tanahnya menjadi milik negara. Dengan begitu Kantor Agraria mewakili negara, berhak menjualnya kepada para peminat, yang sebagian menjadi tergugat yang kalah itu. Namun Hakim Atmadjakusuma tampaknya lebih mempercayai keterangan 'Lachinsky'. Putusan Pengadilan Tunggi masih ditunggu. Sementara itu, menurut pengtluara Suyono Prawirabisma, Rudolf kini tengah berurusan dengan polisi. Antara lain berkat pengaduan ibunya sendiri, Irma Gubbels, yang merasa dihinakan oleh anaknya--juga soal pemalsuan beberapa surat keterangannya. 'Lachinsky' sekarang dalam tahanan polisi Bogor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus