PARA advokat terkenal Jakarta,mulai dari Adnan Buyung Nasution
sampai S. Tasrif (Ketua organisasi advokat, Peradin), yang
mewakili 11 instansi dan 14 perorangan, kalah bersengketa
melawan seorang bernama Max Rudolf Lachinsky. Pengadilan Negeri
Bogor, Januari lalu, yang cuma dipimpin oleh hakim tunggal TA
Atmadjakusuma SH, menghukum 5 tergugat: harus menyerahkan tanah
berikut bungalow mereka yang terletak di Megamendung Puncak,
Kabupaten Bogor. Ditambah ganti rugi masing-masing Rp 15 juta.
Ini kekalahan advokat Jakarta yang menarik. Apalagi mereka
mewakili instansi yang punya nama. Yaitu: Pertamina, Java
Motor, Kepala Staf Angkatan Laut, PT Jakarta Lloyd, First
National Citybank, Bank Indonesia, PT Asuransi Jiwasraya, Bank
Dagang Negara, Unilever, PN Panca Niaga dan Rumah Sakit Cikini.
Pihak perorangan 14 tergugat, juga bukan orang-orang
sembarangan. Misalnya Mr Soedjono (bekas Dubes, saksi dalam
perkara Sawito), Vence Samuel dan beberapa yang bertitel dokter,
insinyur dan doktorandus. Untuk kekalahan mereka pada tingkat I
ini. semua tergugat menyatakan naik banding.
Max Rudolf Lachinsky, 44 tahun, mengaku sebagai anak dan ahli
waris anarhum Michael Maximillian Lachinsky (MML). Almarhurn
MML, menurut Lachinsky 'junior' ini, adalah warganegara Polandia
yang memiliki tanah dan sejumlah bungalow yang dikenal dengan
nama: Bungalow Bedrijf Sirnagalih, di Megamendung. Oleh karena
merasa sebagai ahli waris sah MML, Rudolf pun merasa panas
memperoleh seluruh tanah dan bungalow yang kini telah dikuasai
oleh para tergugat. Ditambah ganti rugi, karena selama ini tak
dapat memanfaatkan harta warisan, sebanyak Rp 300 juta dari
masing-masing tergugat.
Penggugat menyatakan dirinya anak MML dari Ibu Agusta Victoria
Irma Gubbels yang Belanda. Itu diterangkannya dengan sebuah
ketetapan pengadilan di Bandung (1975). Ketetapan itu sendiri
berdasarkan suatu keterangan dari Gereja Katholik di Jatinegara
yang ditandatangani oleh Pastor Janjali (1974).
AF Wenas
Ia lahir di Bidaracina tahun 1934. Sampai dengan 1942, ia
tinggal bersama MML, di Jalan Blsulinde Laan 11/22. Kemudian,
begitu katanya, ia tinggal bersama AF Wenas, yaitu setelah
'bapak baru'nya itu kawin dengan ibunya, Irma Gubbels. Karena
sejak kecil tinggal bersama Wenas, maka Rudolf hanya tahu, Wenas
itulah bapaknya.
'Lachinsky' baru tahu siapa sesungguhnya ayahnya, begitu yang
diyakinkannya kepada pengadilan di Bogor, ekitar empat tahun
lalu. Yaitu dari cerita-cerita bekas sopir MML, H. Junus, yang
pernah mendampingi tuannya antara tahun 1930 sampai 1948. Cerita
yang sama juga dikutipnya dari bekas mandor dan pembantu rumah
MML dulu. Berdasarkan cerita-cerita itulah Rudolf menuduh
ibunya, Irma Gubbels, "telah menggelapkan silsilah."
Seorang advokat, Suyono Prawirabisma, pengacara tergugat
Unilever dan pengacara Nyonya Janda Wenas, menyatakan "cerita
'Lachinsky' itu isapan jempol belaka." Dari Nyonya Wenas, dulu
bernama Irma Gubbels, yang merasa melahirkan Max Rudolf Wenas
yang kini mengaku dirinya sebagai Lachinsky junior, ada cerita
sendiri mengeriai penggugat ini.
Pertama-tama Nyonya Wenas merasa tersinggung dengan pengakuan
anaknya yang dianggap bukan-bukan itu. Sebagai umat Katholik,
yang patuh pada ajaran tak boleh bercerai hidup dengan suaminya,
Nyonya Wenas merasa tak mungkin menikah sampai dua kali:
pertama dengan MML dan kemudian dengan AF Wenas. Dalam suatu
surat pendaftaran penduduk peranakan di zaman pendudukan Jepang
pun, Lachinsky tercatat (1943) sebagai anak ke III AF Wenas,
dengan nama Max Rudolf Wenas.
Juga beberapa fakta lain, dapat menunjukkan bahwa Lachinsky
adalah Max Rudolf Wenas. Misalnya surat atau akte kelahiran yang
dikeluarkan oleh Kelurahan Bidaracina (1954), ketetapan
pengadilan Jakarta tcntang hal yang sama (1960), juga ketetapan
mengenai hak waris keluarga AF Wenas (ketika sang ayah wafat
tahun 1963), oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara Timur (1973).
Dalam perkawinannya dengan gadis Wong Chuan (hiauw, pemuda
Lachinsky ini juga mencatatkan dirinya di Kantor Catatan Sipil
Asahan, Sumatera Utara (1960), sebagai anak Wenas. Belum lagi
surat Nyonya Janda MML dari Negeri Belanda yang menyatakan: tak
pernah punya anak bernama Max Rudolf Lachinsky.
Pastor Janlali
Lalu surat ketetapan pengadilan Bandung, 1975, menyatakan anak
Wenas ini sesungguhnya anak MML. Itu ada cerita tersendiri yang
cukup menarik. Ketetapan pengadilan itu berdasarkan suatu
keterangan tertulis dari Pastor Janlali, Nopember 1974, yang
menyatakan Max Rudolf adalah anak MML. Tapi, ketika perkara
masih berlangsung antara Rudolf dengan 25 tergugat, Janlali
mencabut surat keterangannya. Pastor ini menyatakan, surat
keterangannya itu dibuat berdasarkan keterangan dan permintaan
Rudolf. Yang bersangkutan, ketika. itu, memberikan keterangan:
Ada kekeliruan dalam surat baptis. Maksudnya, jika dalam surat
baptis itu dinyatakan: Rudolf adalah anak AF Wenas dengan Irma
Gubbels, dan MML sebagai saksi - itu keliru. Terbalik. Yang
benar: Rudolf adalah anak MML dengan Irma Gubbels dan Wenas
hanya sebagai saksi. anpa berprasangka buruk, "dan dengan
itikad baik," kata Janlali, keinginan Rudolf untuk merubah surat
keterangan, dipenuhinya.
Namun, begitu pastor itu tahu untuk apa surat keterangan yang
diberikannya itu digunakan oleh Rudolf, pada 24 Oktober--ketika
sengketa belum putus--ia mengirim surat pemcabutan keterangan
yang lalu. Adakah pengadilan Bogor terpengaruh oleh surat
Janlali? Ternyata tidak.
Hakim Atmadjakusuma tetap berpendirian: tanah dan bungalow itu
milik MML yang harus jatuh ke ahli warisnya, Rudolf Lachinsky.
Pengadilan juga merasa perlu membatalkan semua sertifikat yang
telah pernah dikeluarkan oleh Kantor Agraria bagi 25 pemilik
yang berdiri sebagai tergugat. Padahal, menurut saksi ahli dari
Kantor Agraria, bagaimanapun kedudukan Rudolf--anakWenas atau
MML--tanah dan bungalow Sirnagalih sudah bukan milik MML lagi.
Pertama, MML bukanlah warganegara Polandia (seperti surat
keterangan Kedubes Polandia di Jakarta, yang dikeluarkan atas
permintaan Rudolf Lachinsky). Ia sudah jadi warganegara Belanda
(Stb. 774 tahun 1935). Sebab jika MML itu orang asing, yang
meninggal di Negeri Belanda, ia tak mungkin dapat memiliki tanah
di sini.
Pengaduan Irma Gubbels
Pun, MML ternyata tak mengkonversi hak miliknya, seperti yang
diharuskan oleh Undang-Undang No. 5/1960. Sehingga berakibat
semua tanahnya menjadi milik negara. Dengan begitu Kantor
Agraria mewakili negara, berhak menjualnya kepada para peminat,
yang sebagian menjadi tergugat yang kalah itu.
Namun Hakim Atmadjakusuma tampaknya lebih mempercayai keterangan
'Lachinsky'. Putusan Pengadilan Tunggi masih ditunggu. Sementara
itu, menurut pengtluara Suyono Prawirabisma, Rudolf kini tengah
berurusan dengan polisi. Antara lain berkat pengaduan ibunya
sendiri, Irma Gubbels, yang merasa dihinakan oleh anaknya--juga
soal pemalsuan beberapa surat keterangannya. 'Lachinsky'
sekarang dalam tahanan polisi Bogor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini