BUNGA tak cuma melahirkan simbol cinta. Tapi bisa juga bikin gerah seorang menteri. Itulah yang pekan-pekan ini dialami Menteri Negara PAN, T.B. Silalahi. Gara-gara imbauan Menteri untuk tidak mengirim bunga pada acara pelantikan, perkawinan, dan kematian, T.B. Silalahi diserbu protes, tertulis maupun lewat telepon, oleh petani kembang sampai organisasi yang mengurusi soal bunga. Tidak kurang dari Nyonya Bustanil Arifin, Ketua Umum Yayasan Bunga Nusantara, yang protes. Maklum, istri mantan Menteri Koperasi ini sejak 1984 membimbing petani bunga. ''Kondisinya ibarat kereta lagi kencang, diputus begitu saja,'' kata Ny. R.A. Sukardani kepada Linda Djalil dari TEMPO. Menurut Nyonya Dani, ''penghasilan petani bunga merosot 70 persen.'' Akibatnya, sejumlah petani silih berganti mengadu kepadanya. ''Mereka sulit mencari order,'' katanya. Maka Ny. Bustanil tak setuju dengan Silalahi, yang menyebut papan bunga bisa dimanfaatkan untuk iklan perusahaan. ''Kenapa bunganya yang diancam? Bikin saja peraturan agar nama perusahaannya cukup ditempel dengan kartu,'' ujarnya. Tapi benarkah Pak TB melarang? ''Ah, itu cuma salah tafsir,'' katanya kepada TEMPO pekan lalu. Soal karangan bunga, katanya, hanya satu bagian kecil contoh dari Petunjuk Pelaksanaan Pola Hidup Sederhana (Juklak Keppres No. 10, 1974). Di situ antara lain diatur soal pembelian mobil dinas, kunjungan pejabat dan perayaan. ''Yang dimaksud dalam juklak adalah larangan pengiriman bunga, atau apa pun, dengan biaya dinas,'' kata Silalahi. Maka imbauan tadi, menurut Menteri, ingin menghindari agar kebiasaan mengirim bunga jangan dimanfaatkan untuk berpromosi. Dia agaknya setuju dengan Ny. Dani, ''Sebaiknya memang nama perusahaan jangan sampai mencolok.'' Akur, kalau begitu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini