"ANAK-anak ini nanti kita plonco. Disuruh makan ikan mentah",
kata Presiden Soeharto sambil tersenyum. Bersama Sigit, Tommy
dan serombongan pengawal, Presiden liburan Kamis 19 Mei lalu
telah pergi ke laut. Dengan sebuah yacht kecil bercat putih
dengan nama Kunti seperangkat pancing gulung, beras dan
perlengkapan lainnya, melautlah mereka. Dari teluk Jakarta,
kapal belok ke kiri.
Ketika malam telah membayang rombongan berlabuh di pulau Peucang
pulau di sudut kiri atas pulau Jawa, yang jadi pulau lindungan
alam. Hasil pancingan hari itu, mereka bakar dan goreng. Tapi
Presiden Soeharto, Tommy dan Sigit lebih menggemari ikan mentah
yang dicocol dengan kecap asin dan bumbu lainnya. Presiden dan
rombongan tidur di rumah penjaga pulau, sebuah rumah kuno yang
dulunya didiami oleh penjaga hutan. Sebagian ada pula yang tidur
di luar, sementara kijang-kijang berdatangan melihat
manusia-manusia yang jarang mereka jumpai.
Keesokan harinya jam 05.00 pagi rombongan melaut lagi. Presiden
duduk di buritan kapal dan mulailah pelemparan tali pancing ke
tengah lautan. Sesekali seorang ajudan yang bertubuh besar
memijat punggung Presiden, yang rupanya pegal karena pancingnya
selalu mengena. Cukup banyak hasil pancingan hari itu, dan yang
terbesar ketika pancing Soeharto berhasil menggaet seekor ikan
ku'e yang separuh orang besarnya. "Memancing", kata Soeharto
pada anak buah, "adalah latihan menguasai diri".
Yaitu memberi umpan kecil tapi dapat meraih ikan yang jauh lebih
besar dari umpan. Ini kalau nasib selalu beruntung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini