Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Sakit keras tapi bukan kanker

Wali kota bandung, husen wangsaatmaja berbicara tentang masalah penertiban kota. terlalu padatnya penduduk merupakan masalah utama. apbd yang diperlukan mencukupi apalagi jika dikelola dengan benar.

9 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUSEN Wangsaatmaja, Kolonel (TNI-AD), dilantik sebagai Walikota Bandung 18 Oktober lalu. Warga kota ini banyak berharap kepadanya untuk membenahi kota terpadat ini. Terutama karena sikapnya yang tegas itu. Berikut beberapa petikan wawancara Pembantu TEMPO, Hasan Syukur, dengannya.  Bandung dulu molek sekarang semrawut, itu benar. Saya setuju dengan kata-kata Pak Sutami yang menyebut Bandung sebagai gadis molek yang sakit berat. Cuma tak seberat sakit kanker. Artinya bisa disembuhkan.  Saya menilai aparatur Pemda dalam keadaan sakit. Ini menambah permasalahan.  Bandung harus kembali sebagai Parijs van Java merupakan fikiran mundur. Ketika mendapat julukan Parijs van Java dulu, hanya orang Belanda yang tinggal di bagian utara yang menikmatinya. Saya ingin Bandung tertib dan indah menurut ukuran sekarang. Saya yakin Bandung kembali pamornya apabila masyarakat mau dan merasa memiliki, dalam arti memeliharanya.  Sumber permasalahan, terlalu padat penduduk. Luas 8098 hektar dihuni 1,4 jiwa, siang hari. Malam tambah menjadi 2,2 juta. Penambahan dari luar daerah dan dari pinggiran kota sendiri. Penduduk padat tapi tidak merata. Sebelah utara 40 sampai 50 jiwa per-hektar. Selatan 700-800 jiwa. Sumber permasalahan lain, terpusatnya pusat perdagangan primer dan sekunder di satu komplek, yaitu sekitar alun-alun. Mulai perdagangan sayur-mayur sampai grosir kelontong ada di sana. Lalu lintas pun terganggu. Pemecahannya pertama perbaikan kampung. Kedua, menyebarkan pusat perdagangan. Ketiga, penanggulangan lalu-lintas, antara lain dengan pelebaran jalan, pembuatan jalan arteri serta membebas-becakan jalan-jalan tertentu.  Kesemrawutan lalu-lintas juga disebabkan jalan-jalan sempit dan kendaraan bertumpuk. Jalan yang 'berkesinambungan' cuma satu. Yakni Jalan Jenderal Sudirman - Jalan Jenderal Ahmad Yani. Itupun menembus jantung kota, alun-alun.  Jumlah kendaraan 200 ribu. Kalau diantrikan mencapai 430 km. Panjang jalan beraspal hanya 400 km.  Belum ada kesulitan anggaran. Apalagi kalau tidak ada kebocoran seperti waktu lalu. Pendapatan daerah tiap tahun memenuhi target dan sesuai dengan jadwal. APBD 1978/1979 menetapkan Rp 6,7 milyar. Yang sudah masuk sejak 1 April sampai 3 September 1978 Rp 4,5 milyar. Lebih dari separuh. Belum dihitung bantuan pusat yang bakal datang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus