HUSEN Wangsaatmaja, Kolonel (TNI-AD), dilantik sebagai Walikota
Bandung 18 Oktober lalu. Warga kota ini banyak berharap
kepadanya untuk membenahi kota terpadat ini. Terutama karena
sikapnya yang tegas itu. Berikut beberapa petikan wawancara
Pembantu TEMPO, Hasan Syukur, dengannya.
Bandung dulu molek sekarang semrawut, itu benar. Saya setuju
dengan kata-kata Pak Sutami yang menyebut Bandung sebagai gadis
molek yang sakit berat. Cuma tak seberat sakit kanker. Artinya
bisa disembuhkan.
Saya menilai aparatur Pemda dalam keadaan sakit. Ini menambah
permasalahan.
Bandung harus kembali sebagai Parijs van Java merupakan fikiran
mundur. Ketika mendapat julukan Parijs van Java dulu, hanya
orang Belanda yang tinggal di bagian utara yang menikmatinya.
Saya ingin Bandung tertib dan indah menurut ukuran sekarang.
Saya yakin Bandung kembali pamornya apabila masyarakat mau dan
merasa memiliki, dalam arti memeliharanya.
Sumber permasalahan, terlalu padat penduduk. Luas 8098 hektar
dihuni 1,4 jiwa, siang hari. Malam tambah menjadi 2,2 juta.
Penambahan dari luar daerah dan dari pinggiran kota sendiri.
Penduduk padat tapi tidak merata. Sebelah utara 40 sampai 50
jiwa per-hektar. Selatan 700-800 jiwa.
Sumber permasalahan lain, terpusatnya pusat perdagangan primer
dan sekunder di satu komplek, yaitu sekitar alun-alun. Mulai
perdagangan sayur-mayur sampai grosir kelontong ada di sana.
Lalu lintas pun terganggu. Pemecahannya pertama perbaikan
kampung. Kedua, menyebarkan pusat perdagangan. Ketiga,
penanggulangan lalu-lintas, antara lain dengan pelebaran jalan,
pembuatan jalan arteri serta membebas-becakan jalan-jalan
tertentu.
Kesemrawutan lalu-lintas juga disebabkan jalan-jalan sempit dan
kendaraan bertumpuk. Jalan yang 'berkesinambungan' cuma satu.
Yakni Jalan Jenderal Sudirman - Jalan Jenderal Ahmad Yani.
Itupun menembus jantung kota, alun-alun.
Jumlah kendaraan 200 ribu. Kalau diantrikan mencapai 430 km.
Panjang jalan beraspal hanya 400 km.
Belum ada kesulitan anggaran. Apalagi kalau tidak ada kebocoran
seperti waktu lalu. Pendapatan daerah tiap tahun memenuhi target
dan sesuai dengan jadwal. APBD 1978/1979 menetapkan Rp 6,7
milyar. Yang sudah masuk sejak 1 April sampai 3 September 1978
Rp 4,5 milyar. Lebih dari separuh. Belum dihitung bantuan pusat
yang bakal datang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini