RUMAH Sakit Yayasan Maria disegel pihak Balaikota Bandung.
Menyusul pula perintah bongkar. Sampai Nopember kemarin, juga
sejumlah perusahaan karoseri ditutup. Inilah antara lain langkah
Husen Wangsaatmaja yang menjadi Walikota Bandung sejak Oktober
lalu.
Menurut catatan balaikota, dari 186. 642 bangunan/rumah di dalam
kota ini yang mempunyai izin hanya 137.233. Sisanya sekitar 40
ribu termasuk liar. Kebanyakan terletak di pinggir sungai. Dan
tidak termasuk di antaranya bengkel di kakilima serta perusahaan
yang tidak mempunyai izin gangguan (HO). Semuanya bakal
dibongkar.
Warga kota ada yang faham akan maksud Husen. Di daerah Tamansari
29 rumah dibongkar sendiri oleh pemiliknya. Begitu juga sejumlah
rumah di Sekeloa dan di berbagai tempat lain. Alhasil, sampai
akhir Nopember diperkirakan sekitar 1600 bangunan sudah rata
dengan tanah tanpa keringat petugas.
Suhada, penghuni sebuah rumah di Ancol Timur tak keberatan untuk
pindah. Tapi katanya jangan sampai ia dirugikan. Rumah Suhada
berdinding bambu, dibelinya lewat setahun lalu dengan harga Rp
400 ribu. Tanahnya ia sewa. "Gembira dapat rumah, izin bangunan
tidak saya persoalkan." Jadi? "Masak saya harus jadi gelandangan
hanya karena rumah saya tidak punya izin bangunan," kata pegawai
sipil TNI-AD ayah dari 3 orang anak itu.
Di Jalan Surapati ceritanya lain lagi. Di sana ada 53 kios yang
sekaligus merupakan tempat tinggal. Di antaranya dimiliki
seorang kolonel, anggota DPRD, dosen IKIP. Tapi semuanya
dikabarkan pernah punya izin kotamadya. Mereka sebagian dari
penduduk daerah Jatidua yang terkena pelebaran jalan 1966. Oleh
Walikota Djukardi waktu itu diizinkan hijrah ke lokasi di Jalan
Surapati sekarang. Dengan izin sementara. Tapi sebagai lazimnya,
para warga berulang-ulang masih meminta kebijaksanaan.
Maksudnya, tentu penampungan.
Kringat & Debu
Masalahnya memang pelik. Itu diakui Walikota Husen. Maklum,
"Bandung termasuk kota terpadat di Indonesia," katanya. Tapi
betapapun, bangunan liar yang berdiri di tanah kotamadya tak
akan diberikan ampun. Sebab disebutkan di antara tanah kotamadya
itu ada yang sampai menjadi milik perseorangan. Husen berjanji
akan memindah bawahannya bila memang ada yang bermain-main
dengan tanah milik kotamadya itu.
Ada kesan Husen mau bersungguh-sungguh merapikan kota yang
pernah dijuluki "Parijs van Java" ini (lihat box). Soal taman
misalnya, tak urung menjadi perhatiannya. Sebab di Bandung,
banyak tempat yang dulu dikenal sebagai taman kini berubah
menjadi bangunan. Di Taman Riau sudah berdiri gedung pramuka.
Lapangan olahraga Coblong dan Taman Cibunut terdesak perumahan.
Belum lagi alun-alun di Jalan Asia Afrika sudah lama berlapis
beton. Tentang itu semua Husen tidak setuju. "Merusak
keindahan," katanya.
Kecuali berkurangnya taman memang kurang sehat. Hujan gencar
yang turun beberapa minggu belakangan misalnya, membuat sebagian
Kota Bandung banjir. Prof dr. ir Otto Soemarwoto, Kepala Lembaga
Ekologi Universitas Pajajaran, menyebut banjir itu karena taman
dan lapangan terbuka tergencet bangunan. Jadi, karena tanah
banyak tertutup tembok, peresapan air terganggu. Belum lagi
saluran air mampet. Maka sempurnalah penggenangan air.
Sebaliknya di hari tanpa hujan. Kurangnya taman atau pohon
menyebabkan suasana lebih panas. Sehingga Bandung yang dulu
dingin, nyaman, telah menjadi penyembur keringat dan debu
sekaligus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini