YANG MUDA YANG BERCINTA
Cerita: Sjuman Djaja
Skenario: Umar Kayam
Sutradara: Sjuman Djaja
RENDRA muncul dengan kuat. Bukan permainannya -- melainkan
sosoknya, yang bergerak di antara beberapa kenyataan sosial.
Memang, dalam film ini bukanlah kenyataan sosial itu sendiri
yang paling penting. Rendra (peran yang dimainkannya, Sony) di
sini pada akhirnya adalah sebuah watak.
Di situ barangkali bedanya dengan film-film lain dari Sjuman.
sutradara yang ingin lebih menyukai tema sosial. Si Mamad,
sebagaimana juga Hasan dalam Atheis, tidak penting sebagai
watak. Mereka hanya wakil khas sebuah klas atau lingkungan. Si
Mamad klas karyawan kecil yang tertinggal. Hasan wakil
lingkungan santri tarekat yang kalah.
Seorang Sony, dalam YMYB, memang hampir saja jadi sekedar tipe.
Ia hampir dikehendaki sebagai sebuah gambaran dari "mahasiswa
pada umumnya" -- terutama bila Sjuman mengaitkannya demikian
jauh dengan keresahan mahasiswa di tahun-tahun akhir. Tapi bahwa
banyak hal yang dihadapi Sony ternyata tak ada hubungannya
dengan keresahan tersebut, memang menunjukkan kurang jelasnya
titik tolak.
Dimunculkannya kehamilan kawan wanita Sony misalnya (Yati
Octavia), sebagai problim yang mengharu-biru jiwa anak muda ini,
sungguh berbeda kedudukannya dengan dimunculkannya kenyataan
bahwa ayah dari kawan akrab Sony (Alex, Rudy Salam) adalah
hartawan begundal Atau bahwa paman Sony sendiri kakitangan
hartawan itu.
Dua yang terakhir tersebut memang mewakili kenyataan yang erat
kaitannya dengan keresahan mahasiswa - tapi soal kehamilan?
Di situlah bisa diperbandingkan: bila munculnya tokoh Kartini
dalam hidup seorang Hasan (dalam Atheis) terintegrasikan dalam
bangunan cerita dan memperkuatnya, tokoh Titik dalam YMYI
justru membikin pecah. Dari segi ini pula difahami mengapa
pemotongan oleh pihak penguasa (600 meter seluloid alias 20
menit masa putar, menyangkut "semua adegan dan dialog yang
bersifat politik," menurut bahasa Menteri Penerangan), justru
menyebabkan film terasa utuh. Walaupun dua-tiga dialog terasa
kehilangan akar karena terpotong awalnya.
Tetapi dalam hasil yang kini bisa dilihat, tokoh Sony muncul
lebih jelas sebagai watak. Kebingungannya bukan terutama
disebabkan oleh bentuk-bentuk ketimpangan sosial yang ia hadapi.
Melainkan oleh tuntutan tanggung jawab khususnya sehubungan
dengan kehamilan si pacar dalam keadaan ia belum siap. Ini
memang problim khas anak muda (bukan "khas mahasiswa"). Dan
proses penyelesaian problim inilah menunjukkan temperamen tokoh
Sony--seorang penyair yang tangkas dan tidak tentu-sebelum
akhirnya ia dibimbing oleh "masa pengendapan" ke arah
pengambilan keputusan.
Kendra menghidupkan temperamen remaja itu dengan permainan
patah-patah yang lebih lumayan dibanding dalam filmnya yang
lain. Setidaknya boleh diingat bahwa Rendra 43 tahun, lebih tua
dari Maruli Sitompul, 37, yang berperan sebagai ayahnya. Memang
matanya yang keras itu kadang terasa agak lebih tepat untuk
seorang yang matang.
Agaknya skenario Umar Kayam menjadikan film ini terbebas dari
kelambanan (cacat Sjuman yang lazim), dan mulus tanpa
tersendat--meskipun mungkin juga ini berkat pemotongan. Kayam
sendiri tidak hanya menyediakan dialog yang segar dan berkembang
--dengan catatan film ini toh masih lebih banyak berbicara lewat
dialog. Ia juga bicara tentang mahasiswa yang menghadapi
kompleksitas sosial, namun di rumah secara tak sadar menerima
kenyataan yang, "sudah sehari-hari". Alex, teman kuliah yang
menunjukkan kebejatan ayahnya kepada si Sony, justru menikmati
kekayaan melimpah sang ayah -- sementara Sony yang melarat juga
menikmati harta pamannya yang begundal dan sangat sayang
padanya. Anak-anak muda itu sendiri bergaul akrab. Juga antara
kawan perempuan Alex yang "bebas", dengan pacar Sony yang anak
pembuat kue. Faktor perbedaan harta dalam film lain yang
melodramatis sering dijadikan latar konflik, tapi tidak dalam
film ini.
Dalam hal inilah misalnya YMYB berada dalam tradisi realisme
--kecuali bahwa ia masih kurang hemat dengan kata-kata.
Syu'bah Asa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini