Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Hambatan Perkembangan di RRC

Program pembangunan ekonomi RRC, dalam usaha meningkatkan produksi padi dengan intensifikasi, suatu saat mengalami tambahan hasil yang makin berkurang. Hambatan lain, kemampuan membayar impor besar-besaran.

9 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM laporannya yang disampaikan kepada Kongres Rakyat Nasional yang Keempat Januari 1975, mendiang Chou En-lai menguraikan secara terperinci program pembangunan ekonomi nasional RRT yang bertahap dua. Dalam tahap pertama hendaknya dibangun suatu "sistim perekonomian dan perindustrian yang independen dan menyeluruh" pada tahun 1980. Dalam tahap kedua hendaknya dilaksanakan 'modernisasi yang menyeluruh dari pertanian, perindustrian, ilmu dan teknologi, dan pertahanan, sehingga pada tahun 2000 ekonomi nasional RRT dapat maju sampai barisan terdepan di dunia.' Dengan munculnya Teng Hsiao-ping sebagai arsitek pembangunan ekonomi RRT, dapat diperkirakan bahwa segala sumber daya nasional RRT akan dikerahkan untuk mencapai sasaran yang dikemukakan dalam cetakan-biru Chou En-lai tadi. Kecuali, jika nanti terjadi lagi kekacauan politik besar, seperti yang terjadi selama Revolusi Kebudayaan (1966-69). Keberhasilan RRT dalam mencapai sasaran itu akan punya implikasi besar bagi perimbangan kekuatan politik dan ekonomi di dunia, dan terutama di kawasan Asia. Maka baik juga kita amati sampai seberapa jauh RRT mampu untuk melaksanakan program pembangunan nasional jangka menengah dan jangka panjang itu. Untuk itu ada baiknya ditinjau dulu perkembangan perekonomian RRT di waktu lalu serta potensi perkembangan di masa depan. Baik juga dilihat hambatan terbesar yang akan dihadapinya dalam perkembangan tersebut. Prioritas Pada Industri Barang Modal Meskipun perkembangan perekonomian RRT selama dua dasawarsa yang baru lalu mengalami pasang-surut, namun pada umumnya negara ini berhasil dalam meningkatkan tingkat hidup penduduk. Menurut laporan Bank Dunia, selama kurun waktu 1960-1975 laju kenaikan riil GNP per kapita RRT rata-rata adalah 5.270 setahun. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang sedikit kurang dari 2 persen setahun, hal ini berarti bahwa laju pertumbuhan perekonomian berkisar sekitar 7 persen setahun. Pertumbuhan itu dapat dikatakan cukup pesat, seperti pertumbuhan perekonomian ASEAN -- meskipun tidak menakjubkan seperti Taiwan atau Korea Selatan. Di samping itu pertumbuhan industri berjalan dengan lebih pesat lagi, rata-rata dengan 13% setahum Berarti, tingkat produksi sektor industri berlipat ganda setiap lima tahun. Berhubung dengan prioritas tinggi yang sejak semula diberikan kepada industri barang modal, maka industri ini bertumbuh dengan lebih pesat lagi. Terutama industri mesin, energi dan metalurgi. Pada tahun 1974, lebih dari 60% dari seluruh produksi industri terdiri atas barang modal. Dengan memprioritaskan industri barang modal, ada kelambatan di sektor transpor dan sektor pertanian. Baru setelah krisis pertanian antara tahun 1959 dan 1962 akibat gagalnya program Lompatan Jauh Ke depan, diberikan prioritas yang lebih tinggi pada sektor pertanian. Namun hal ini tidak tercermin pada pertumbuhan sektor pertanian yang pesat. Antara tahun 1964-1974, produksi gandum dan beras rata-rata hanya bertambah dengan kurang dari 3 persen setahun, sehingga terpaksa mengimpor gandum dari luar negeri, terutama dari Kanada dan Australia. Dengan pertumbuhan penduduk yang berkisar sekitar 2 persen setahun, RRT perlu mencapai laju pertumbuhan sektor pertanian yang melebihi 2% setahun. Menurut prof. Dernberger dari Universitas Michigan faktor atau hambatan terpenting yang akan menentukan perkembangan perekonomian RRT dalam 15 tahun mendatang adalah kemampuannya untuk meningkatkan produksi pertanian yang melebihi 2% setahun. Jika RRT tidak berhasil, harapan untuk pertumbuhan perekonomian yang pesat serta tingkat hidup yang lebih tinggi sukar terpenuhi. Dengan relatif terbatasnya luas tanah yang dapat digarap untuk pertanian (15% dari luas seluruh wilayah RRT, yang praktis seluruhnya sudah digarap), peningkatan produksi pertanian hanya dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi. Misalnya melalui peningkatan penanaman rangkap, mekanisasi, penambahan pemakaian pupuk, dan perbaikan serta perluasan irigasi. Pembiayaan Impor Namun usaha intensifikasi ini pada suatu ketika akan mengalami tambahan hasil yang makin berkurang diminishing retumsl Maka, pada saat ini agak sukar untuk membayangkan bahwa RRT dalam dasawarsa mendatang dapat mencapai pertumbuhan sekitar pertanian yang melebihi 2% setahun. Kecuali, jika nanti negara ini dapat mencapai "break through" dalam usahanya meningkatkan produktivitas pertanian. Ikhtiar ke sana antara lain dicoba secara terbatas dengan pendirian Komun percontohan Tachai. Faktor lain yang merupakan hambatan besar bagi pertumbuhan ekonomi yang pesat adalah kemampuannya untuk membiayai impor besar-besaran. Impor itu terdiri dari barang modal bahkan pabrik yang lengkap, yang diperlukan untuk pertumbuhan pesat. Juga bahan makanan atau bahan baku yang tidak terdapat di RRT tentu saja harus diimpor. Namun berhubung dengan usahanya meningkatkan tingkat hidup rakyat banyak, kemampuan ekspor RRT -- berupa hasil pertanian, bahan mentah (termasuk minyak bumi) serta barang konsumsi -- terbatas sekali. Sebenarnya tekanan atas neraca pembayaran RRT ini dapat diatasi dengan mengadakan pinjaman jangka panjang di luar negeri, untuk membiayai kebutuhan impor. Namun ini akan memerlukan suatu perobahan besar dalam kebijaksanaan ekonomi RRT yang hingga saat ini masih mementingkan berdikari. Kebijaksanaan berdikari ini memungkinkan pembayaran yang ditangguhkan (deferred payments) atau kredit dari pihak penjual (suppliers' credit) atas dasar jangka pendek (maksimum lima tahun), tetapi bukan pinjaman jangka panjang. Dengan memperhatikan kedua faktor penghambat terpenting tadi, dapat diperkirakan bahwa perekonomian RRT dalam 15 tahun nanti akan bertumbuh secara mantap dengan laju pertumbuhan yang setinggi 5% sampai 6% kecuali jika terjadi lagi gejolak politik seperti dalam masa yang lampau. Namun pertumbuhan ini belum akan dapat menyamai pertumbuhan pesat Taiwan dan Korea Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus