Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SASTRAWAN Sutardji Calzoum Bachri cukup kerepotan kala banjir awal tahun 2020 melanda kediamannya di bilangan Jatibening, Bekasi, Jawa Barat. Pasalnya, ia tak mengira hujan deras nyaris seharian itu bakal merendam kawasan tempat tinggalnya hingga setinggi paha. “Ini banjir besar lagi setelah 13 tahun yang lalu,” tutur Sutardji saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis, 2 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketimbang banjir pada 2007 itu, kali ini ia tak begitu awas. Saat hujan bertambah deras pada malam hari, ia lelap tertidur. Begitu terbangun, beberapa buku dan catatan puisi serta buah pikiran Presiden Penyair Indonesia ini menjadi korban air bah yang masuk ke rumahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah buku yang kebanjiran, menurut pria kelahiran Rengat, Indragiri Hulu, Riau, 24 Juni 1941, itu, tak begitu banyak dan bukan koleksi penting. Yang cukup bikin penulis kumpulan puisi O Amuk Kapak ini ripuh adalah menyelamatkan manuskrip-manuskrip puisi terbaru yang ia tulis tangan. Termasuk kumpulan tulisan pemikirannya mengenai puisi yang rencananya akan diterbitkan pada Maret mendatang.
“Kertasnya saling menempel. Untungnya tinta penanya bagus, tidak luntur,” dia menerangkan. Hingga saat ini, pria yang kerap disapa Bung Tardji itu memang selalu menulis karyanya secara manual.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo