GERAM dan kebencian rakyat terhadap si Sungai Hijau Chiang Ching, mulai tampak ketika pemakaman Chou En-lai Januari lalu. Dalam teve komunal, orang banyak menyaksikan bagaimana Chiang Ching satu-satunya yang hadir dalam pemakaman yang tidak buka topi untuk, menghormati Chou. Reaksi penonton waktu itu cuma bisa disalurkan dengan geretakan gigi dan desis kebencian. Kini semua kemarahan tumpah luber ke Ghiang Ching bersama tiga komplotannya Wang Hung-wen, Chang Chun-chiao dan Yao Wen-yuan. Anak perempuan si Sungai Hijau yang tertua, Li Na, kabarnya juga turut di penjara dengan alasan turut berkomplot dengan sang ibu. Sedikit demi sedikit kini terbuka tabir siapa dan bagaimana sebetulnya hubungan suami isteri Mao Tse-tung -- Chiang Ching. Kantor berita Kyodo di Peking menyatakan bahwa sebetulnya Mao tidak hidup bersama dengan isterinya sejak tahun 1973. Mao menolak bertemu muka dengan Chiang Ching dan dari sumber pembantu dekat Mao yang menolak disebut namanya, Mao pernah berkata: "Biarpun kita bertemu, toh tidak ada apapun yang akan kita bicarakan. Kita telah berjumpa beberapa kali tapi kau tidak pernah menuruti perintahku. Kau selalu bicara tentang soal-soal kecil tapi tidak pernah berkonsultasi dengan saya tentang masalah besar". Bermusyawarah perlu, terutama dengan anggota partai, demikian pendapat Mao. Tampaknya Chiang Ching ingin menuruti kemauannya sendiri. Tentang hal ini, berkata Mao: "Tidak baik melakukan sesuatu di belakang layar, tanpa setahu 200 anggota Komite Pusat. Tidak baik membentuk sebuah kelompok. Konsultasilah dulu dengan semuanya, baru bertindak". Rupanya Chiang Ching bukan saja banyak tingkah dan ulah tapi juga terus merongrong suaminya. Kata Mao: "Satu hal yang harus diketahui, kebisaanmu. Apakah kau tidak tahu bahwa setiap orang menyatakan ketidak senangannya terhadapmu? Saya ini sudan 80 tahun. Saya sudah terlalu tua dan keadaan tubuhku semakin rapuh. Biarpun begitu, kau masih ngomong segala hal dan menggangguku. Apa kau tidak mempunyai rasa belas kasihan? Saya iri hati melihat pasangan suami isteri Chou En-lai". Bagaimana untuk mengetahui bahwa kutipan kata-kata Ketua Mao itu benar begitu, ya enlahlah. Tuduhan-tuduhan terhadapnya akhir-akhir ini makin bertumpuk. Di Shanghai, Peking, Kanton dan lain-lain bermunculan surat-surat kabar dinding yang menyerang Chiang Ching. Antara lain kesukaannya kepada gaun-gaun indah. Sepuluh tahun yang lalu, dalam suatu "pengadilan rakyat", ia telah menyerang Wang Kuang-mei. Isteri Liu Shao-chi, itu presiden RRT yang digulingkan, karena kesukaannya akan benda-benda mewah. Di rapat itu, konon ia telah memaksa ny. Liu, untuk memakai kalung dari bola-bola pingpong. Koran-koran daerah pun muncul dengan berita-berita yang :menjelek-jelekkan Chiang Ching. Kuang-Ming Jih-pao menceritakan ketika Mao sedang sakit keras, ia berada di Tachai, propinsi Shensi, "Mekah"nya pertanian Tiongkok. Di sana ia beragitasi bahwa sejak dahulu kala kaum wanita Tiongkok selalu memegang kekuasaan. Sekarang pun harus begitu. Itu, katanya membuktikan ambisinya untuk jadi "maharani Tiongkok". Rakyat di Tachai malahan menanyakan mengapa dia tidak pulang saja ke Peking dan turut dalam perjuangan untuk mengganyang Teng Hsiao-p'ing. Di Tachai tidak ada satupun Teng. Sebuah harian di Shantung menuduh Chiang Ching sejak akhir tahun lalu telah membentuk kabinet bayangan bersama kelompoknya. Mereka pun terus-menerus berusaha menjelek-jelekkan almarhum Chou En-lai. Sementara itu suatu "sumber intern" mengatakan bahwa keempat orang radikal yang sedang ada dalam tahanan itu akan diadili. Tapi sumber tersebut tidak mengungkapkan apakah pengadilan itu akan bersifat tertutup atau terbuka. Kalau suatu pengadilan terbuka sampai berlangsung, ini berarti bahwa Chiang Ching dan kawan-kawannya telah memecahkan suatu rekor. Selama 27 tahun RRT berdiri suatu pengadilan terbuka terhadap tokoh-tokoh yang telah dipecat tidak pernah terjadi. K.B. Kyodo menambahkan lagi, setelah rencana golongan radikal untuk mengadakan kudeta gagal, mereka pun bermaksud mendirikan partai tandingan di kawasan industri timur laut Tiongkok. Dan dari sana mereka bermaksud untuk menyerang balik Peking. Kyodo pun mengutip sumber-sumber Barat bahwa Chian Ching dkk. bermaksud menyingkir ke Shenyang (dahulu Mukden) 650 mil sebelah barat daya Peking. Dengan memperalat tentara di Shenyang -- di mana keponakan Mao, Mao Yuan-hsin, menjabat sebagai komisaris politik -- mereka merencanakan untuk merobohkan pemerintahan setelah Mao. Benar tidaknya rentetan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan ke arah janda Mao itu, wallahu'alam. Rupanya Chiang Ching sudah jatuh dihimpit . . .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini