Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Apa itu "pop bali"

Lagu pop bali, lagu pop biasa bertema dan berbahasa bali. dianggap kurang berciri khas bali. bermunculan grup band bali. dilontarkan banyak kritikan dari berbagai pihak tentang bahasa, patokan dasar. (ms)

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKARANG ini Bali dari satu segi yang belum pernah terjadi sebelumnya: perang musik pop. Dari Bali Sea Side Cottage muncullah "The C" yang dipimpin oleh Wedhasmara. Peralatannya hebat dan tekadnya muluk, khusus hendak membawakan nyanyi-nyanyi Bali. Kaset pertamanya berisi 16 buah lagu ciptaan Wedhasmara dengan judul Selikur Galungan, direkam di studio Bali Stereo. Seakan-akan hendak meyakinkan bahwa penciptanya benar-benar seorang Bali asli, Wedhasmara merasa perlu mencantumkan nama lengkap dalam kaset itu: I Gusti Putu Gede Wedhasmara asal Grenceng, Denpasar. Ia berpendapat bahwa lagu "pop Bali" adalah lagu yang menggunakan irama nasional (dan internasional) yang telah disesuaikan dengan gerak kehidupan masyarakat pulau Bali. Dengan lain kata, lagu pop Bali adalah lagu pop biasa saja dengan tema dan bahasa Bali sebagai pemolesnya. Celakanya orang banyak menganggap garapan "The C" kurang berciri khas Bali. Misalnya dikatakan bahwa Wedhasmara menggunakan tangga nada diatonis, bukan pentatonis seperti umumnya musik Bali. Sehingga lagunya tak lebih dari pop biasa yang diterjemahkan ke bahasa Bali. Beberapa orang lain menambahkan bahwa mendengar namanya saja orang sudah langsung mendapat kesan bukan Bali. Lontaran ini tentu saja menyakitkan Wedhamara. "Itu kan cuma nama bandsoalnya itu dari inisial Bali Sea Side Cottage", katanya membela diri. Dia mendapat dukungan dari Sugeng dari "Pelangi Group", yang memujikan bahwa lagu-lagu model "The C" justru akan lebih memungkinkan pelemparannya ke arena nasional. Sementara Putu Joni, seorang sutradara drama anggota DPRD yang menjadi anggota band "Permata" di Tabanan, menyatakan bahwa bagaimana pun juga pop Bali tidak boleh lari sama sekali dari tembang Bali -- maksudnya "macapat". Ia menginginkan pop Bali memiliki karakter yang kuat di samping kreatif. Yang dimaksud dengan kreatif di sini adalah keterbukaannya untuk mengesahkan pengaruh musik-musik lain. "Band kami yang bernama Permata memasukkan unsur soul, dang-dut dan irama Mandarin dalam volume pertamanya", ujarnya sambil dengan bangga menyodorkan kaset berjudul Langsing Lanjar. Bahasa Persoalan lain yang menghangat sekitar pop Bali kemudian adalah ikhwal "bahasa". Antara sesama musisi, grup, orang banyak serta juga ahli-ahli bahasa timbul perbincangan. Bahkan pada sebuah seminar akhir September yang lalu di Denpasar yang membicarakan Bahasa Bali, para tokoh Bahasa Bali sudah menyayangkan lagu-lagu pop Bali yang menurut mereka terlalu kacau bahasanya. "Tidak jelas, bahasa kasar, halus atau menengah", kata Nyoman Arcana. "Yang tak dapat dimaafkan tentu saja masalah ejaan misalnya: - kaden saje - artinya disangka benar. Seharusnya ditulis - kaden saja - dengan huruf a di belakang". Sementara itu I Wayan Surpha, Sekjen Parisadha, langsung mengecam busana para pemain musik, yang memakai celana dan kemeja sembari melilitkan selendang di pinggang. "Kalau mau berpakaian Bali yang lengkap Bali, kalau mau pakaian nasional jangan pakai lilitan selendang", ujarnya. Cakra, tukang cukur, yang jadi tokoh pop, merasa terkena selentingan soal pakaian ini. Ia langsung merasa dirinya serba salah. "Lalu bagaimana? Lilitan selendang dianggap menghina. Apalagi pakaian lengkap, orang protes. Katanya tidak pantas berkain Bali pegang gitar, pegang mikropon, pegang biola! Mestinya bagaimana? Semua Brengsek Sampai Oktober yang lalu sudah tercatat 5 buah band yang telah merekam lagu-lagunya. Termasuk band "Bali Irama" pimpinan I Gde Rai Susrama dengan 14 buah lagunya yang diberi judul Kereteg Situbanda. Band "Pelangi Group" pimpinan Sugeng H.A dengan judul Kaden Saja -- dua-duanya di Denpasar. Ditambah dengan band "Permata" pimpinan I Gde Wismaya yang juga Komandan Resort Kepolisian Tabanan. Barusan terdengar pula nama Rakadanu anggota korps musik Komdak XV Nusra, yang mencoba mendirikan band yang bernama "Samgita Dewata". Dua buah lagunya Margarana dan Mayadanawa sudah sempat populer lewat panggung tetapi belum berhasil masuk ke dalam kaset. "Lihat kaset pop Bali yangada semua rekamannya brengsek, saya mau rekam di studio yang terbaik", ungkap Rakadanu. Tetapi mungkin juga karena belum ada studio terbaik yang ber kenan menawarkan kesempatan buatnya. Buru-buru ia disusul oleh Ngurah Arjana yang berusaha mendirikan "Bina Vokalia Denpasar" dengan anggota beberapa orang gedongan plus beberapa dosen UNUD. Tetapi orang cepat-cepat pula mencium bau yang agak mengganggu karena ada kesan "intelek". Dari Singaraja, yang sejak lama sudah punya band bernama "Murindo" belum ada kabar. Tapi band ini rupa-rupanya bertekad untuk tidak ikut latah. Namun seorang bernama Gde Dharma penyair dramawan dan akhir-akhir ini banyak mencipta lagu mulai menghimpun kawan-kawannya. Dalam HUT BKKBN di Tingarsari yang telah mengumandangkan 5 buah ciptaannya dalam suara koor. Adakah ini juga akan menjalar ke kota-kota lain, sebagaimana halnya dahulu tatkala terjangkit wabah janger, drama gong dan sebagainya yang mengguyur sekujur tubuh Bali? Putu Setia, koresponden TEMPO di Denpasar mencoba menjawab: "Memang pop Bali bisa menjadi mode seperti drama gong dahulu, tapi yang satu ini praktis berbau kota. Artinya orang kampung cuma mendengar, melihat saja, untuk ikut memegang mikropon, berjingkrakjingkrak di panggung, agaknya mereka terlalu malu".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus