Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setelah Selesai Maksi

Usaha pembenahan banjarmasin sebagai kota tua belum berhasil. pasar sudimampir, klenteng dan blok minseng merusak pemandangan. pernah dibiayai rp 16 juta. (kt)

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPAYA Walikota Siddik Susanto mempersolek Banjarmasin, belum juga berhasil. Tapi tampaknya ia agak sulit mencari dalih Misalnya keadaan Banjarmasin sebagai kota tua yang pada 24 September lalu berusia 450 tahun ---- dihitung sejak Patih Masih mendirikannya seusai perang tanding Pangeran Tumenggung lawan Pangeran Samudera --hingga sulit menghapus keriputnya, sukar dijadikan alasan. Sebab sebagai ibukota Propinsi kaya kayu dan hasil hutan, kurang layak dibiarkan semrawut. Walaupun rumah-rumah tua Banjar yang berbubungan tinggi cuma tinggal satu dua di Kuin atau tepi Sungai Mesa, tapi Pasar Sudimampir, Pasar Klenteng dan Blok Minseng bikinan di zaman Belanda itu, membikin mata pedih melihatnya. Bahkan kantor Walikota yang berdesak-desakan dengan gedung DPRD, tentu saja membikin setiap warga kota tersenyum kecut. Untung juga setelah kantor bekas Mako Daeral V, di jalan RE Martadinata dijadikan Balaikota, nafas walikota sedikit lega. Pernah Blok Minseng akan diremajakan. Tapi karena ada gugatan Aduma Niaga (yang memenangkan perkara), kini dibiarkan termangu. Sedang kawasan belakang Sudimampir, bukan saja belum tersentuh peremajaan, tapi juga makin jorok dan padat bangunan liar yang makin membiak. Sungainya makin sempit dan dangkal oleh larutan sampah. Untung pasar ayam sudah disingkirkan dari sana Kalau tidak, bau darah ayam sembelihan menambah sesak hidung. Sementara jembatan Antasari, di sisinya tetap mesum sebagai sarang gelandangan dan kaum penganggur yang berdwi fungsi sebagai pelacur (yang wanita) atau pencopet . Kembali Bopeng Pernah pula sehubungan dengan MAKSI (Musyawarah Antar Kota Seluruh Indonesia) ke-VII 13 -16 Oktober lalu, Siddik Susanto sibuk meupuri kotanya. Kolong-kolong jembatan Coen dan Antasari dibersihkan. Motor-motor yang biasanya memadati muka bioskop Ria-Mawar dan jalan Niaga yang sumpeg, diusiri. Sementara Kamtib Kamra, repot mengayunkan gada mengusiri pedagang kaki-lima dan rombengan. Juga truk-truk sampah yang biasa ogah-ogahan itu menambah tenaga kerjanya. Pendeknya, buat beberapa hari, para walikota se Indonesia, tersenyum maklum memandangi Banjarmasin yang klimis. Hingga Siddik Susanto sementara waktu terhindar dari kritik Gubernur DKI Ali Sadikin dan Walikota Ujung Pandang Daeng Patompo, jagoan-jagoan ketertiban dan kebersihan kota itu. Kucuran uang Kotamadya Banjarmasin Rp 16 juta ludes buat merias Balaikota, menambah mercury, neon dan lampu warna-warni serta memperlancar PAM memuncratkan airnya yang biasa tersendat-sendat -- selama musyawarah itu. Kesemuanya kini sudah berlalu. Dan Banjarmasin kembali memperlihatkan borok dan bopengnya. Apalagi hujan yang mulai mengguyur bumi pertengahan Oktober lalu, membawa genangan air, karena riol mampet. Atau kota ini perlu dijadikan tempat musyawarah tingkat nasional lagi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus