NAMANYA semula cuma Marzuki. Tapi karena malu dipanggil Si Juki,
di depan nama itu ditambahkannya Eddie. Dan belakangan, nama itu
ditambahi pula dengan Nalapraya. "Entah dari mana asalnya," ujar
Brigjen Eddie Marzuki Nalaypraya, Kastaf Skogar Ibukota, tentang
namanya sendiri.
Jenderal berusia 49 tahun itu, yang selama ini dikenal sebagai
"tukang tangkap", orangnya bisa menyenangkan. Lucu, tidak kaku.
Karena itulah agaknya kalangan orang-orang yang pernah
ditangkapnya mengundangnya dalam acara halal bihalal. Undangan
pertama dari Forum Studi dan Komunikasi (FOSKO) 22 Agustus, di
Hotel Sabang, Jakarta.
Berikutnya, 25 Agustus, dari Badan Kerjasama Pembelaan Mahasiswa
Indonesia di Pusat Mahasiswa Salemba UI. Di kedua tempat itu
tentu saja Eddie disindir-sindir. Di Hotel Sabang misalnya,
Ketua Umum DMUI Biner Tobing dalam sambutan singkatnya berkata:
"Sebetulnya malam ini saya mau bicara keras, tapi karena ada Pak
Eddie, ya nggak jadi." Hadirin tertawa, Eddie tertawa.
Di Salemba Adnan Buyung Nasution yang biasa jadi pembela
mahasiswa yang diadili juga menyindir. "Secara manusia, kita
bisa herkumpul bersama-sama. Tetapi secara prinsip, antara yang
ditangkap dengan yang menangkap dan yang membela, tetap ada
perbedaan." Mendengar semua itu, tentara yang juga dikenal
sebagai penggemar dan pembina musik dangdut serta pencak silat
itu, tidak marah.
Tapi ketika lebaran kemarin ada imam yang mengucapkan kata
kafirin -- konon dengan nada ditingggi-tinggikan -- dalam
salatnya, Eddie marah dan juga sedih. Sebab ia merasa kata-kata
itu ditujukan kepada petugas keamanan yang berada di tempat itu.
"Saya merasa turut dicap kafir," katanya. Padahal ia sendiri
sembahyang lima kali sehari. Orang tuanya haji pula, meski ia
sendiri belum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini