Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Abdul Aziz berkibar setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan menggusur kawasan Kalijodo karena berada di jalur hijau, di atas lahan milik negara. Rencana itu membuat orang yang dikenal sebagai "penguasa Kalijodo" ini tampil ke publik menyuarakan penolakan penertiban kawasan hiburan kelas bawah terbesar di Ibu Kota itu.
Kemunculan pertama Daeng Aziz—demikian ia kerap disapa—adalah saat ia menyambangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Senin pekan lalu. Kepada Komisioner Hafid Abbas yang menemuinya, ia mengeluhkan rencana penggusuran tersebut. Kemudian Aziz mengadukan persoalan itu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Bersama beberapa tokoh warga, dia mengadukan nasib mereka yang akan kehilangan tempat tinggal dan penghasilan jika Kalijodo dibersihkan.
Aziz saat ini menguasai pasokan bir untuk kawasan hiburan yang dikenal dengan prostitusi dan perjudian itu. Selain itu, pria 47 tahun ini memiliki tempat hiburan bernama Intan Bar. "Saya cuma pengusaha di sini," kata Aziz. Saat ditemui, ia mengenakan arloji dan gelang emas serta dua cincin besar di jarinya. Kalijodo, bagi Aziz, adalah sumber penghasilan dan penghidupan.
Sempat menolak diwawancarai, Daeng Aziz akhirnya bersedia menerima wartawan Tempo Rezki Alvionitasari pada Jumat pagi pekan lalu di Intan Bar. Dia mengungkapkan mau menerima wartawan Tempo karena sama-sama berasal dari Sulawesi Selatan. Aziz hanya menyenggangkan sekitar 38 menit waktunya untuk wawancara sembari menyesap kopi susu dan rokok Gudang Garam. "Kopi itu komando orang pinggiran," ujarnya, terbahak.
Selama wawancara, dia ditemani seorang pria yang belakangan diketahui bernama Abdul Kadir Karaeng Ledeng, sepupu Aziz yang dulu membawanya ke Jakarta. Petikan wawancara berikut ini adalah gabungan dengan keterangan Aziz di berbagai tempat sebelumnya yang juga diperoleh wartawan Tempo lain.
Bagaimana cerita pertama kali Anda sampai ke Kalijodo?
Saya ke sini pada 1989 akhir, dibawa kakak sepupu saya, Abdul Kadir Karaeng Ledeng. Dia keturunan raja. Kami sama-sama asal Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Apa yang Anda lakukan ketika itu?
Kami punya warung-warung kecil gitu. Jual minuman, rokok, Fanta. Sampai akhirnya saya dipercaya oleh perusahaan bir untuk menjual produknya. Kalau sudah laku, baru saya bayar. Jadi cuma modal percaya.
Anda pernah bentrok dengan kelompok lain pada tahun 2000-an. Bagaimana ceritanya?
Itu tidak usah diungkap. Tidak ada dalam sejarah.
Anda juga pernah menodongkan pistol ke Krishna Murti ketika dia menjabat Kepala Kepolisian Sektor Penjaringan?
Itu enggak usah dipertanyakan.
(Dalam bukunya berjudul Geger Kalijodo, Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti menuliskan pengalamannya saat ditodong tersebut. Ketika itu Krishna hendak melakukan penertiban setelah mendengar ada keributan antara kelompok Mandar dan Makassar pada 2002. Adik Aziz bernama Udin tewas oleh kelompok lawan. Aziz yang emosional sempat menodongkan pistol ke Krishna, yang mencoba meminta pistol itu. Keesokan harinya, Aziz ditangkap karena kepemilikan senjata api dan kasus perjudian.)
Nama Anda kian berkibar di Kalijodo setelah dua peristiwa itu?
Enggak paham saya (sembari tertawa kecil).
Bagaimana hubungan Anda dengan Komisaris Besar Krishna Murti yang sekarang menjabat Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya?
Dia itu komandan saya.
Anda sepertinya tidak ingin membicarakan masa lalu atau sejarah Anda?
Pertanyaannya seharusnya tentang apa yang terjadi sekarang ini. Kita harus betul-betul berbicara tentang apa yang ada saat ini. Kalau yang sudah berlalu, jangan ditanyakan lagi. Hukum itu berlaku untuk yang ada saat ini.
Baiklah. Mengapa Anda mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia beberapa waktu lalu?
Jadi itu dalam rangka menyampaikan aspirasi masyarakat terkait dengan rencana pembongkaran Kalijodo. Ada pembicaraan antara masyarakat Kalijodo, ketua RT, dan tokoh masyarakat, sehingga kami bersama-sama ke Komnas HAM memohon perlindungan. Saya datang ke Komnas HAM untuk mengadukan nasib kami, sebagai warga DKI Jakarta dan warga negara. Di mana keadilan bagi kami? Di mana tanggung jawab negara membela rakyatnya?
Menurut Anda, penggusuran ini melanggar hak asasi?
Kemarin itu menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta perlindungan hukum ke sana.
Setelah ke Komnas HAM, Anda juga ke DPRD Jakarta hendak menemui Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana(Haji Lulung). Seberapa dekat Anda dengan dia?
Saya tidak pernah ketemu dia sebelumnya. Pada waktu itu juga tidak ketemu karena waktunya tidak tepat. Jadi saya tidak sempat menyampaikan permasalahan kami. Sekarang sudah ada masyarakat yang menyampaikan aspirasinya.
(Setelah wawancara ini, warga Kalijodo mendatangi DPRD DKI Jakarta menyampaikan aspirasi mereka pada Jumat, 19 Februari 2016. Namun Aziz tidak ikut.)
Apakah Anda mendekati Haji Lulung karena dia berseberangan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama?
Oh, saya tidak tahu bahwa Haji Lulung dengan Pak Ahok (panggilan Gubernur Basuki) selalu silang pendapat. Tapi, yang jelas, dia adalah anggota DPRD. Dia adalah wakil rakyat. Saya ke situ membawa bukti kepemilikan yang saya pegang untuk diserahkan kepada wakil rakyat. Agar tidak tumpang-tindih mengenai statusnya yang dinilai ilegal.
Alasan Gubernur Ahok menggusur adalah karena Kalijodo merupakan jalur hijau. Tanggapan Anda?
Itu salah satu poin yang dipertanyakan masyarakat. Kalau memang jalur hijau, seharusnya ada petanya. Masyarakat berharap ada keterbukaan dari pemerintah. Kok, Season City dan Mal Taman Anggrek, yang statusnya sama dengan Kalijodo, tidak dibongkar? Malah Kalijodo doang? Di mana keadilannya? Menurut saya, ini perlu dikaji ulang, karena menurut masyarakat yang sudah tinggal 70 tahun di sana, enggak ada itu program hijau.
Selain itu, apa lagi alasan untuk menolak penggusuran Kalijodo?
Di sini ada beberapa warga yang memiliki sertifikat, termasuk saya. Untuk status tanah, saya punya bukti suratnya yang ditandatangani lurah dan bayar pajak Rp 16 juta lebih dalam setahun untuk satu obyek rumah. Maka kami merasa legal tinggal di sini dan hubungan itu adalah hubungan yang perlu dilindungi hukum. Selain itu, kami tidak diberi kesempatan duduk bersama membicarakan permasalahan ini.
Pemerintah menyebut sebagian warga Kalijodo ilegal?
Jangan sampai menyebut Kalijodo ilegal, baik tanah maupun legitimasi penduduknya.
Bukti sertifikat apa yang Anda miliki?
Kemarin sudah diberikan kepada kuasa hukum masyarakat, yaitu Pak Razman Arif Nasution. Untuk lebih jelas, pertanyaannya sebaiknya ke Pak Razman.
(Melalui sambungan telepon, Razman menjelaskan bahwa warga mengantongi sertifikat tanah musala yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara pada 2000. Selain itu, ada sertifikat yang dikeluarkan pemerintah pada 1959 dan sertifikat jual-beli pada 1987.)
Anda setuju prostitusi ditutup, tapi menolak penggusuran?
Seratus lima puluh persen saya setuju bila prostitusi dihapus. Tapi persoalannya pemerintah harus menyediakan tempat untuk usaha dulu bagi mereka.
Bagaimana tanggapan Anda tentang rencana pemerintah memindahkan warga Kalijodo ke rumah susun?
Saya belum bisa jawab itu.
Rencana pemerintah DKI Jakarta membongkar paksa Kalijodo sepertinya akan terwujud. Anda akan melawan?
(Hening sejenak) Untuk perlawanan, apa sih? Mengenai rencana pembongkaran, mungkin kami bukan memprotes. Masyarakat berharap hukum diluruskan. Itu saja sebenarnya. Pemerintah harus memikirkan bagaimana kehidupan masyarakat jika Kalijodo digusur.
Bagaimana Anda melihat sosok Ahok?
Tidak paham.
Ketika pemilihan gubernur yang lalu, Anda memilih siapa?
Kalau bicara pilkada kemarin, jangan munafik, orang sini hampir 80 persen memilih Ahok.
(Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, pasangan Joko Widodo dan Ahok berhasil mengalahkan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Pada 2014, Joko Widodo berhasil menang dalam pemilihan Presiden Republik Indonesia, sehingga Ahok hingga kini menjabat Gubernur DKI Jakarta.)
Kenapa memilih Jokowi dan Ahok?
Karena Foke (panggilan Fauzi Bowo) sudah pernah terpilih. Jadi saya pilih yang baru, yaitu Ahok. Pendapat masyarakat sama seperti saya, kami ingin mencoba pemerintah yang baru. Kami ingin tahu bagaimana perbedaannya (sembari tersenyum).
Ada yang hendak Anda sampaikan ke Ahok?
Sudah itu saja tadi.
Kalijodo terkenal dengan prostitusi, perjudian, dan minuman keras. Bagaimana menurut Anda?
Kalau soal minuman keras, sebaiknya kita tidak mengungkapkan keberadaannya bilamana tidak sesuai dengan bukti. Tidak ada minuman keras di sini. Narkotik juga tidak ada. Bahkan saya yang melarang itu. Bila perlu, bandar, pemakai, atau orang yang memilikinya saya tangkap. Pernah beberapa kali penjualnya saya tangkap dan saya serahkan ke kepolisian.
Soal perjudian? Bukankah Anda punya bisnis judi di Kalijodo?
Perjudian memang pernah ada. Tapi sejak 2005 sampai sekarang sudah tidak ada perjudian lagi. Judi apa pun.
Untuk prostitusi, siapa yang menyediakan para pekerja seksnya?
Saya tidak pernah tahu itu.
Kalijodo juga dikenal dengan banyaknya preman. Tanggapan Anda?
Banyak orang bebas di Kalijodo. Kami tidak meminta-minta. Bahkan saya rutin membayar pajak.
Benarkah Anda penguasa bisnis di Kalijodo saat ini?
Sudah saya jelaskan tadi bahwa saya cuma punya hubungan dengan produsen minuman ini. Tugas saya cuma menjual dengan sistem konsinyasi. Dia yang punya produk, saya menjualkannya dan dikasih upah.
(Berdasarkan pengamatan Tempo, ada dua merek bir yang diperjualbelikan di Kalijodo, yakni Draft Beer untuk bir putih dan Panther Stout untuk bir hitam. Dua merek bir itu produksi Bali Hai.)
Anda menguasai jalur pasokan bir di Kalijodo ini?
Hanya untuk yang mau mengambil sama saya.
Berapa keuntungan Anda dari berjualan bir? Benarkah Rp 50 juta per hari?
Keuntungan itu berdasarkan berapa jumlah minuman yang habis. Kalau Rp 50 juta itu mungkin tafsiran. Setiap satu botol bir saya mendapat Rp 1.000. Untuk penghasilan per hari, saya lupa. Bisa Rp 2 juta, Rp 3 juta, soalnya tidak tetap. Informasi tentang Rp 50 juta itu seharusnya tidak pernah ada. Karena saya yang paling tahu, bukan mereka.
Apakah usaha Anda mengantongi izin?
Saya ini cuma disuruh menjual. Jadi, untuk lebih jelasnya, tanya sama pemiliknya.
Anda menyetor iuran kepada aparat keamanan?
Oh, tidak. Kalau bayar pajak, iya, ke negara. Untuk lebih jelasnya, tanya ke perusahaannya saja.
Benarkah bisnis di Kalijodo dibekingi TNI dan polisi?
Ah, itu saya tidak bisa jawab. Tidak ada di sini, baik dari TNI maupun polisi.
Bagaimana peta bisnis di Kalijodo?
Ya, sudah tutup. Sekarang sudah tutup semua. Seperti itu.
Anda pemilik Intan Bar ini?
Iya.
Yang mana lagi milik Anda?
Itu tidak usah ditanya.
(Lurah Pejagalan, Maskur, pernah mengungkapkan bahwa Daeng Aziz memiliki delapan bidang tanah dan bangunan di kawasan Kalijodo. Intan Bar merupakan tempat hiburan terbesar di Kalijodo. Bangunan permanen tiga lantai berwarna putih itu memiliki lapangan parkir sendiri yang bisa diakses dari Jalan Kepanduan II. Sedangkan sebagian besar kafe dan bar di Kalijodo berada di gang-gang sempit, kecuali yang benar-benar menghadap Jalan Kepanduan II.)
Sewaktu mendatangi Komnas HAM, Anda dikritik dan disebut pamer perhiasan dan mobil mewah. Benarkah Anda punya harta melimpah?
Kenapa sejauh itu ditanyakan? Saya di sini pengusaha. Usaha kami memiliki hubungan dengan produsen minuman. Saya memasarkan bir tersebut di Kalijodo dengan sistem konsinyasi. Ibaratnya, saya di sini dikasih upah sama perusahaan bir.
Anda disebut sebagai tokoh masyarakat Kalijodo. Tanggapan Anda?
Saya belum pernah merasa bahwa saya adalah seorang tokoh, tapi orang lain yang menganggap saya seorang tokoh. Sebagai orang yang ditokohkan masyarakat Kalijodo, saya hanya mengawal aspirasi mereka.
Bagaimana hubungan Anda dengan kelompok lain di Kalijodo, seperti Banten dan Mandar?
Jadi, begini, Ndi. Saya ini cuma kasihan sama kamu, apalagi kamu orang Makassar, sehingga saya mau berkomentar. Sebenarnya saya sudah tidak mau lagi menjawab wartawan. Karena masyarakat Kalijodo, termasuk saya, sudah memberikan mandat kepada kuasa hukum kami, namanya Pak Razman. Sudah, ya.
(Andi, sering disingkat Ndi, adalah panggilan yang berarti adik dalam bahasa Makassar.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo