Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
POLITIK dan tari-menari tentu saja dua dunia yang amat berbeda. Tetapi dua bidang itulah yang kini melebur dalam sosok Muhammad Guruh Irianto Soekarnoputra. Pria ini tak hanya mampu memeriahkan panggung kesenian dengan kelompok Swara Maharddhika, tetapi juga mulai serius memainkan jurus tariannya di panggung politik. Guruh menyatakan diri siap maju ke gelanggang perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam kongres partai berlambang banteng gemuk itu, akhir Maret mendatang.
Putra bungsu Soekarno dengan Fatmawati ini sejatinya bukanlah pendatang baru di arena politik. Guruh beberapa periode menjadi wakil rakyat dari PDIP. Tampaknya dia merasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk merintis karier politik lebih tinggi, yakni menjadi orang nomor satu di partai. "Saya ingin sampai ke jenjang tertinggi, Ketua Umum PDIP, hingga ke puncak pimpinan negara." katanya. Guruh sadar, untuk mewujudkan tekadnya itu dia harus siap berhadapan dengan kakak kandungnya sendiri: Megawati Soekarnoputri.
Inilah yang membikin tersentak banyak kalangan. Guruh selama ini dikenal loyal pada Si Mbak. Dia rajin mendampingi Mega saat berkunjung ke daerah-daerah. Bahkan ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melamarnya menjadi Menteri Kebudayaan, Guruh "minta petunjuk" dulu kepada kakaknya itu. Ketika Megawati menyatakan tidak, Guruh tunduk.
Apa yang membuat Guruh memiliki api keberanian untuk berlaga? Guruh mengakui keberanian ini tak lepas dari nama besar Soekarno yang disandangnya. Ia juga menyatakan telah mendapat "restu" dari kakak-kakaknya yang lain. Untuk menggali lebih jauh soal ini, wartawan Tempo Andari Karina Anom dan Widiarsi Agustina mewawancarai Guruh di rumahnya, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, pekan lalu. Berikut petikannya.
Banyak yang meragukan keseriusan Anda maju sebagai calon Ketua Umum PDIP melawan Megawati?
Saya sangat serius, karena saya mengakomodasi aspirasi yang serius. Beberapa saat setelah Mbak Mega dilantik menjadi presiden pada 2001, sudah mulai ada wacana apakah Guruh mau dan bersedia menggantikan Mbak Mega jika dia tak lagi jadi ketua umum. Muncul juga pertanyaan apakah Guruh serius di politik. Banyak yang datang ke saya menanyakan soal itu. Wacana ini makin gencar pada 2004, meskipun sepanjang tahun itu konsentrasi kita di pemilu. Prinsipnya, kalau diminta, saya bersedia.
Aspirasi yang muncul itu dalam bentuk apa?
Banyak pihak yang datang kepada saya, baik secara pribadi, kelompok, maupun organisasi. Mereka menanyakan apakah saya bersedia jadi Ketua Umum PDIP. Sudah ada wacana untuk kongres 2005, meskipun waktu itu kita belum tahu hasil pemilu: apakah PDIP menang atau tidak, dan apakah Mbak Mega jadi presiden atau tidak.
Anda langsung menyatakan bersedia?
Saya katakan saya siap karena hidup saya adalah untuk mengabdi. Bisa menjadi ketua umum partai besar adalah suatu kebanggaan buat saya, suatu saat saya bisa memimpin bangsa dan negara. Karena itu, saya katakan siap dan bersedia.
Pernah membicarakan hal ini dengan Mbak Mega?
Sebelum pemilihan presiden putaran kedua, saya ngomong ke Mbak Mega. Saya bilang, "Mbak, banyak yang datang ke saya. Jika sewaktu-waktu Mbak berhenti sebagai ketua umum, saya siap menggantikan." Dia menjawab, "Ya, bagus, kita lihat saja." Lalu, setelah pemilihan presiden putaran kedua, ketika saya diminta Presiden SBY menjadi menterinya, saya berkonsultasi ke Mbak Mega sekaligus saya tanyakan lagi soal Ketua Umum PDIP. Dia bilang, "Saya mendukung, tapi ini bukan partai kita, harus sesuai dengan aspirasi di bawah." Dia menyarankan saya untuk menggalang dukungan ke bawah.
Bagaimana Anda menggalang dukungan itu?
Ketika datang ke daerah-daerah, saya menemukan bahwa aspirasi di bawah memang demikian. Katakanlah, secara umum orang-orang PDIP ingin perubahan dengan menyadari kekalahan-kekalahan yang sudah dialami.
Megawati menyarankan agar Anda mengecek lagi ke daerah. Sepertinya dia tidak percaya Anda punya dukungan....
Saya justru secara positif melihat dia sebagai orang yang demokratis. Dia bukan setuju atau tidak dengan kemauan saya, tapi dia minta saya mengecek dulu betul nggak ada aspirasi itu. Kalau memang besar dukungan untuk saya, Mbak Mega akan legawa.
Kelompok mana yang secara riil mendukung Anda?
Bukan dukungan kelompok, tapi secara struktural. Semua dewan pimpinan cabang (DPC) dari Sabang sampai Merauke melihat kenyataan bahwa mereka ingin darah Soekarno yang maju. Artinya, tinggal Mbak Mega dan saya. Dan semua tidak keberatan karena menganggap Mbak Mega lebih mulia jika duduk di dewan pembina, saya yang ketua umum. Di hati mereka seperti itu, tapi mereka tidak tahu bagaimana mengomongkannya di kongres.
Mereka takut?
Ada unsur ewuh pakewuh pada Mbak Mega. Padahal, karena cintanya saya pada Mbak Mega, saya tidak ingin dia duduk di kursi ketua umum, tetapi yang lebih mulia sebagai dewan pembina. Di tingkat eksekutif yang lebih muda saja. Tapi mengekspresikan hal ini di kongres kan tidak mudah.
Apakah benar perubahan yang diinginkan daerah itu sama artinya dengan mengganti Megawati sebagai ketua umum?
Yang dimaksud perubahan adalah pembenahan, pencerahan, dan peremajaan atau regenerasi. Semua ingin begitu, tapi saya temukan dua kelompok. Pertama, Mbak Mega tetap sebagai ketua umum dengan hak prerogatif ditiadakan. Kedua, perubahan total termasuk penggantian ketua umum dan regenerasi. Mbak Mega diharapkan kesediaannya sebagai ketua dewan pembina atau sejenis itu. Tapi Mbak Mega tidak mau (ada dewan pembina).
Dia menolak karena tetap ingin menjadi ketua umum?
Dalam rapat di DPP, Mbak Mega bilang tidak mau ada dewan pengarah karena takut lembaga itu tak cocok dengan ketua umum, seperti kasus di PKB. Ia khawatir, dewan pembina akan menyulitkan posisi ketua umum, seperti ketika Ketua Umum PKB berhadapan dengan Gus Dur.
Anda tentu sudah menghitung kekuatan. Berapa persen suara yang bisa Anda kuasai?
Saya masih belum bisa menyebut angka. Saya harus menghargai mereka yang mendukung tapi tidak mau terekspos. Biar nanti di kongres saja.
Kenapa takut diekspos?
Mereka takut ada money politics. Saya tidak mau bilang tapi kemungkinan itu ada. Bisa saja ada yang main kotor tanpa setahu Megawati. Kita menengarai ada indikasi seperti itu.
Indikasi politik uang itu sudah Anda laporkan ke Mega?
Pernah beberapa kali, sebelum dan sesudah pemilu. Tapi mereka (pelaku politik uang) di depan Mega kan selalu menjadi orang baik. Bisa saja mereka menyatakan tudingan politik uang hanya untuk menjatuhkan pihak tertentu di depan Mega.
Anda kerap berkunjung ke daerah yang baru didatangi Megawati. Apakah ini semacam perebutan dukungan massa di daerah?
Saya ketawa dalam hati. Mas Taufiq bilang, "Kok, Dik Guruh datang ke tempat yang kita datang, ya?" Padahal saya tidak tahu dan tidak bermaksud seperti itu. Sewaktu di Wonogiri, Jawa Tengah, kebetulan ada orang Yayasan Bung Karno yang menikahkan anaknya. Saya dan Mbak Mega sama-sama mendapat undangan. Saya datang, dia tidak.
Kabarnya, pencalonan Anda malah dijegal PDIP Jakarta Selatan?
Politik adalah permainan bersih, kotor, money politics, dan perebutan kepentingan. Itu saja.
Anda siap bersaing dengan Megawati dalam kongres?
Banyak isu beredar yang mempertentangkan saya dengan Mbak Mega. Saya juga dibilang mencalonkan diri diam-diam, padahal saya terbuka. Saya melakukan ini sesuai dengan advis Mbak Mega. Dia suruh menggalang dukungan, ya aku galang. Seolah-olah saya didukung oleh kelompok-kelompok penentang Mega untuk kepentingan sesaat.
Bagaimana tanggapan kakak Anda yang lain?
Kakak saya kan tabiatnya macam-macam. Mbak Sukma (Sukmawati Soekarnoputri) setuju. Dia juga berjanji akan bicara ke Mbak Mega tentang regenerasi PDIP. Mas To (Guntur Soekarnoputra) malah bertanya, apa yang terjadi dengan internal PDIP sekarang. Mbak Rahma (Rahmawati Soekarnoputri) bilang selama itu masih di garis ajaran Bung Karno, ya silakan saja. Dia sempat meragukan keseriusan saya. Masuk akal juga karena dia melihat saya dan Mega, yang selama ini bersama, akan berhadapan di kongres.
Setelah Anda mengatakan bersedia dan didukung keluarga Soekarno, bagaimana tanggapan Megawati?
Hubungan saya dengan Mbak Mega baik antara kakak dan adik. Begitu juga antara Mega sebagai ketua umum partai dan saya sebagai anggota, baik-baik saja. Bagi saya pribadi, saya siap mengakomodasi aspirasi yang positif. Dia malah menganjurkan kita sama-sama menjunjung demokrasi. Kita merasa hubungan ini positif. Tapi di koran-koran diberitakan bahwa saya sudah kebelet jabatan. Ada juga yang bilang saya dibeking pihak tertentu untuk mendongkel Mbak Mega. Padahal saya tidak dibekingi siapa pun. Saya juga dibilang dibekingi Arifin Panigoro karena saya datang di acara peluncuran bukunya di Hotel Sahid. Isi buku Arifin Panigoro adalah tentang perubahan di PDIP, dan saya setuju. Namun bukan berarti saya memihak Arifin Panigoro.
Anda yakin mampu menyaingi kakak Anda yang begitu kuat di PDIP?
Ini bukan soal keyakinan, tapi prediksi. Segala sesuatu bisa terjadi di luar perhitungan kita. Tetapi, kalaupun Mega masih maju, saya yakin semua daerah welcome pada saya sebagai alih generasi dari Mbak Mega. Kalau bukan kongres ini, bisa kongres yang akan datang. Segala sesuatu sudah diatur Tuhan, saya melakoni saja.
Apa ada kemungkinan akhirnya Anda mundur dan beralih mendukung Megawati?
Kalau itu terjadi, baik Mbak Mega maupun Guruh sama-sama jelek. Mbak Mega bukan seorang demokrat lagi. Kalau saya menanggapi, berarti saya juga bukan seorang demokrat. Semua tergantung keputusan di kongres.
Apa target Anda mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PDIP?
Saya tidak mau bicara to the point, tapi saya mendapat kehormatan jika bisa mengabdi secara maksimal hingga ke pucuk pimpinan tertinggi bangsa. Saya bersedia mengikuti dari jenjang ke jenjang untuk mencapai puncak tertinggi di pe_merintahan itu.
Perbaikan apa yang harus dilakukan di dalam tubuh PDIP setelah kalah dalam pemilu?
Saya selalu melihat partai sebagai alat atau kendaraan untuk memperjuangkan cita-cita. Nah, cita-cita PDIP pada dasarnya membela rakyat dan mencapai cita-cita proklamasi. Kendaraan untuk menuju cita-cita itu harus efektif. Sementara, kendaraan bernama PDIP sedang bobrok dan harus diperbaiki.
Syarat mutlak untuk menuju cita-cita, harus ada kader partai dalam arti sebenarnya. Karena itu kita harus menyelenggarakan kaderisasi. Dalam kenyataannya, PDIP itu besar tapi masih berupa partai massa, bukan partai kader. PDIP adalah sebuah organisasi dan yang mengisi adalah manusia-manusia. Kalau SDM-nya kurang baik, tidak akan berhasil. Yang saya prihatinkan dengan Mbak Mega, dia tidak punya teamwork yang baik. Akhirnya, semua ini jadi seperti lingkaran setan. Dua amanat Kongres PDIP, yaitu menang dalam pemilu dan dalam pemilihan presiden, tak dapat dipenuhi.
GURUH SOEKARNOPUTRA
Lahir:
- Jakarta, 13 Januari 1953
- SD-SMA Perguruan Cikini, Jakarta (1965-1971)
- Fakultas Arkeologi Universitas Amsterdam, Belanda (belum selesai, 1974)
- Ketua Umum Swara Maharddhika (1977—sekarang)
- Komisaris Cipta Indonesia, bergerak dalam bidang bisnis pertunjukan (1983—sekarang)
- Guruh-Gipsy (1976)
- Pergelaran Karya Cipta Guruh Soekarnoputra I (1979)
- Nostalgia Hotel des Indes (1979)
- Untukmu Indonesiaku (1980)
- Cinta Indonesia (1984)
- Untukmu Indonesiaku, Sembilan Wali (1985)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo