Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Pejabat Jangan Asal Ngomong

Benarkah stok beras menipis dan harus mengimpor beras? Jawaban Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso soal saling-silang data stok beras.

4 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik Budi Waseso saat wawancara dengan Tempo di gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten, Kelapa Gading, Jakarta, 28 November 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM enam bulan Indonesia menjadi negara yang dinilai bisa melakukan swasembada beras oleh International Rice Research Institut, Badan Pangan Nasional menyatakan cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog berkurang 50 persen dari batas aman stok beras sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengkonfirmasinya dengan hendak mengimpor beras 500 ribu ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apakah krisis pangan dunia yang diperkirakan terjadi tahun depan cepat sampai ke Indonesia? Dalam sebuah rapat terbatas akhir Oktober lalu, Presiden Joko Widodo menanyakan kesiapan dan pasokan beras dari petani kepada para menteri. Berbeda dengan Badan Pangan dan Perum Bulog, kepada Presiden, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan stok beras justru surplus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhirnya suara Badan Pangan dan Bulog yang diakui. Hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) pada 8 November lalu, pemerintah menargetkan pasokan beras sebesar 500 ribu ton didapatkan dari dalam negeri dan 500 ribu ton dari luar negeri untuk menjaga stok beras dalam batas aman. "Sekarang saya lagi berupaya, nih. Lagi ngemis-ngemis," kata Budi Waseso.

Dalam perbincangan dengan wartawan Tempo, Abdul Manan, Fery Firmansyah, Retno Sulistyowati, Khairul Anam, dan Tara Reysa, di kantor Bulog Divisi Regional Jakarta-Banten di Jakarta, Senin, 28 November lalu, Budi menuturkan soal stok pangan kita hari-hari ini. Dalam percakapan satu setengah jam itu, Budi juga bercerita tentang kesulitan mencari beras dari luar negeri.

Apa yang dibahas ihwal beras dalam rapat kabinet akhir Oktober lalu?

Evaluasi pangan karena peringatan internasional akan ada krisis pangan dan energi tahun depan. Presiden meminta mengevaluasi. “Gimana ini dari produksi, Pak Menteri Pertanian?” tanya Presiden. Kata Menteri Pertanian, “Oke.” Presiden bertanya, “Produksi kita surplus tidak?” Dia bilang, “Surplus 6,5 juta ton.” Presiden bertanya ke Bulog, “Operasi pasar jalan enggak?" Saya bilang, “Jalan.” “Kenapa enggak bisa menurunkan harga? Kenapa sekarang justru inflasi meningkat dari beras?” Saya bilang, “Pak Presiden, yang jelas kami melaksanakan tugas operasi pasar dan ini sudah tidak normal.”

Di mana tidak normalnya?

Biasanya per bulan kami melakukan operasi pasar sepanjang tahun di seluruh Indonesia. Agar harga stabil itu bisa (menghabiskan) 30 ribu ton beras. Namun baru Juli, Agustus, dan September volumenya sudah 150 ribu, 160 ribu, dan 214 ribu ton.

Kementerian Pertanian mengatakan stok aman....

Stok aman menurut kacamata Menteri Pertanian itu kan produksinya, dengan hitungan luas lahan pertanian dan rata-rata produksi. Kalau (mereka) hitung kebutuhan berasnya 2,5 juta per bulan dan produksinya 3 juta per bulan, aman, dong. Rata-rata berarti ada surplus 500 ribu ton. Kalau dikalikan 12 bulan, ada sekitar 6 juta ton surplusnya dalam setahun. Persoalannya, secara faktual (stoknya) enggak ada. Dalam rapat koordinasi terbatas, janji Menteri Pertanian di depan Presiden sanggup menyuplai Bulog 1 juta ton. Presiden bertanya, "Bulog sanggup enggak membeli 1 juta ton?" Sanggup. Nah, di situlah Pak Presiden bilang, "Pak Mentan sanggup 1 juta ya dari surplus itu kasih ke Bulog?" Terus, Pak Presiden bertanya, "Pak Mentan, berapa lama sanggup menyuplai ke Bulog?" "Paling lama satu minggu." Begitu pulang dari rapat, saya kumpulkan direksi untuk menyiapkan penyerapan 1 juta beras dari Menteri Pertanian. Tiba-tiba dalam rapat 8 November itu Kementerian Pertanian hanya sanggup 600 ribu ton.

Apa alasannya?

Pak Mentan menyampaikan hanya 600 ribu ton. Saya bilang, "Pasti nih, Pak?" "Pasti." Nah, sebagai antisipasi, tolong sekarang jajaki dari luar. Jajaki dulu, bukannya langsung impor. Tapi itu sudah diputuskan oleh rapat bahwa 500 ribu ton (cadangan beras berasal) dari dalam negeri, 500 ribu ton didatangkan. Saya bersama Menteri Perdagangan disuruh menjajaki (kemungkinan mengimpor) beras dari negara lain.

Kenapa pasokan Kementerian Pertanian turun?

Alasannya Bulog enggak mau nyerap cepat-cepat sehingga sekarang tinggal 600 ribu ton. Saya bilang, "Saya beli sekarang." Saya bilang, "Hari ini, Pak. Salaman, ya. Bulog beli."

Akhirnya dapat 500 ribu ton itu?

Enggak. Direktur Pengadaan Bulog menghubungi Kementerian Pertanian. Mereka mengatakan (stok) sedang didata. Tiga hari kemudian saya tanya lagi. Belum ada. Tanggal 9 ada surat ke saya yang mengatakan penggilingan A, B, C, sampai Z kesediaan stoknya sekian, ia punya stok 100 ribu, yang ini punya 50 ribu. Saya bilang, enggak masuk akal. Itu dalam hati saya. (Kami) turun ke lapangan, mengecek untuk kontrak langsung, ternyata enggak ada barangnya.

Beras di penggilingan itu memang tidak ada?

Enggak ada. Maka saya jawab surat Menteri bahwa stok tidak ada. Hasil dua hari pengecekan, laporan dari daerah semua mengatakan tidak ada stok. Enggak ada jawaban lagi dari Menteri Pertanian. Lalu ada rapat dengar pendapat (dengan Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat pada 23 November 2022). Di situ Menteri mengatakan Bulog tidak mau menyerap, lah, apa, lah. Saya bilang, ini janjinya mana? Makanya saya marah. Bagaimana saya enggak marah? Ini masalah perut. Enggak main-main. Coba kalau dulu waktu bersama Presiden bilang enggak ada, kan, saya cepat mengunci dari luar. Enggak ketinggalan seperti sekarang. Sekarang saya lagi berupaya (mendapatkan pasokan), nih. Ibaratnya saya mengemis-ngemis.

Dari pengecekan di lapangan memang beras tidak ada?

Tim saya sudah ke lapangan, disaksikan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian RI. Masak, saya main-main. Dia ikut tanda tangan, menyaksikan kondisi lapangan. Itu yang saya jawab dalam surat ke Kementerian Pertanian bahwa, berdasarkan pengecekan di lapangan, ketersediaan (stok beras) di penggilingan jelas tidak ada. Ada lampiran berita acaranya, fotonya.

Dalam rapat dengan DPR, Kementerian Pertanian masih mengatakan ada surplus?

Makanya saya marah. Ini omongan pejabat kok enggak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil rakortas, hasil rapat terbatas di bawah pimpinan Presiden, (barangnya tidak ada), kok, sampai DPR masih seperti itu omongannya. Makanya waktu Komisi VI mengatakan, "Boleh enggak Pak Dirut kasih waktu tiga hari?" Enam hari deh saya kasih. Sampai hari ini ada? Enggak. Saya bilang, sudah, yang ada beli aja, deh.

Jadi sekarang ambil seadanya?

Iya. Ada produksi, ambil. Makanya di situ (stoknya) kan “nano-nano”. Ada yang dari Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Barat. Begitu ada panen, ada yang bisa kami beli, kami beli.

Kementerian Pertanian mengklaim jumlah stok beras di dalam negeri masih sanggup untuk memenuhi kebutuhan cadangan Bulog. Koordinator Data Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Batara Siagian, mengatakan pihaknya telah melakukan validasi stok beras domestik sesuai permintaan hasil rapat dengar pendapat Komisi IV DPR, 23 November lalu. “Faktanya di lapangan beras ada. Namun tentu dengan variasi harga tergantung lokasi,” kata dia, Rabu, 30 November 2022. Dirjen Tanaman Pangan telah melayangkan surat kepada Bulog yang berisi rincian lokasi penyerapan beras domestik.

Penjajakan 500 ribu ton ke negara mana saja?

India, Pakistan, Thailand, Vietnam, Myanmar. Dalam rakortas saya bilang waktu kita pendek. Ini sudah awal November, padahal kalau kita datangkan itu paling tidak (butuh waktu) sebulan. Nanti bermasalah nih kalau enggak dapat karena saya (kontak) beberapa negara sudah closed, tidak lagi mengeluarkan (beras).

Mereka punya stok beras?

Ya. Pakistan, Vietnam, Thailand masih punya tapi sedikit, karena mereka sudah ada kontrak sama Cina. Beras disuplai dari Myanmar. Waduh, saya merayu benar Thailand. Hanya dapat sedikit, tapi juga belum pasti. Tadinya Thailand bilang Agustus sanggup (kirim) 500 ribu ton. Terakhir bilang sanggup 150 ribu ton. Saya kontak lagi, 50 ribu ton doang.

Apa akibat impor beras ini?

Saya tahu saya akan dihadapkan pada petani. Seolah-olah saya tak berpihak ke petani.

Sudah muncul tudingan seperti itu?

Saya enggak peduli. Sekarang faktanya beras tidak ada.

Sebenarnya stok yang aman berapa?

Konsumsi masyarakat kita kan 2,5 juta ton per bulan. Seharusnya pemerintah punya cadangan satu bulan minimal (sebanyak itu). Berarti stok yang aman 2,5 juta ton.

Berapa stok beras sekarang? 

Hanya 580 ribu ton. Nah, ini (kami) belum keluarkan lagi hampir 200 ribu ton sampai Desember. Kalau sampai 200 ribu ton, berarti stok kita hanya 300-an ribu ton di akhir tahun. Kami sebenarnya tergantung tugas dari pemerintah. Bulog enggak bisa berinisiatif karena kami (bekerja) berdasarkan perintah. Saya impor beras kan atas perintah rapat. Kalau enggak, enggak bisa dapat izinnya.

Kewenangan impor pangan belum berada di Badan Pangan Nasional?

Nanti Badan Pangan yang menentukan berapa kebutuhan produksinya dan kita (menutup) kekurangannya dari mana. Tapi hari ini Badan Pangan belum dapat kewenangan apa-apa karena sebagian tugasnya masih dipegang kementerian, belum didelegasikan. Izin impor masih di Kementerian Perdagangan. Neraca pangannya masih di Kementerian Pertanian.

Dengan stok beras saat ini Bulog bisa melakukan operasi pasar sampai kapan?

Operasi pasar sampai Desember aman. Cuma, sisanya sedikit. Artinya, melihat ketersediaan dengan situasi pasar beras di lapangan, harganya tetap tinggi. Kami kan melakukan operasi pasar terus tapi tidak menurunkan inflasi. Berapa pun beras yang kami gelontorkan habis terserap dan tidak menurunkan harga. Karena ini beras dari Bulog, mungkin ada yang diproses sama swasta-swasta, dijadikan beras premium, dioplos-oplos jadi barang dagangan mereka.

Anda bilang stok beras tidak ada, tapi perusahaan swasta seperti Wilmar bisa membeli?

Wilmar itu terbatas. Wilmar berjanji memasok 5.000 ton beras ke kami, tapi sampai hari ini belum bisa karena barangnya enggak ada. Di satu sisi Wilmar harus memasok pasarnya secara rutin. Enggak boleh kurang. Itulah yang saya bilang, beras seharusnya tidak boleh dikuasai swasta. Semua diatur negara. Jadi enggak ada yang boleh beli, proses, dan berjualan seenaknya.

Apakah pemain swasta juga menahan stok atau tetap mengguyur pasar?

Mereka berjualan. Mereka enggak menahan stok. Kalau menahan lama-lama, mereka rugi juga. Kualitas bisa turun, perawatannya lebih mahal, biayanya lebih tinggi. Begitu harganya naik, jual.

Bulog berebut beras dengan swasta?

Memang. Kami berebut karena swasta juga menyerap (beras) dengan harga beli tinggi. Harga kami dibatasi, enggak boleh lebih dari plafon.

Siapa saja pemain beras swasta yang besar?

Banyak. Wilmar investasinya dari luar negeri. Dia yang mengembangkan teknologi, mesin modern. Tapi ada juga pengusaha-pengusaha lain. Ada satu penggilingan yang punya 100 ribu ton beras yang katanya Bulog bisa beli.

Di mana?

Di Cirebon. Kan, punya 100 ribu ton katanya. Saya bilang Cipinang ini melayani se-Jakarta hanya punya 40 ribu ton kalau kapasitas penuh. Penggilingan kayak gitu, yang punya kapasitas 100 ribu ton, itu dari mana? Mbok pejabat jangan asal ngomong. Kan, enggak nalar. Itu saya tuangkan dalam surat saya ke Kementerian Pertanian. Begitu kami cek dengan TNI dan Polri, cuma punya 20 ton. Dari 100 ribu ton, dia hanya punya 20 ton yang siap diberikan ke kami. Jauh amat dari 100 ribu jadi 20 ton.

Dirut Perum Bulog Budi Waseso (ketiga kanan) bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat inspeksi mendadak untuk memantau harga beras di pasar serta mengidentifikasi masalah angkutan pemgiriman beras,. di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 3 Oktober 2022. ANTARA/M Risyal Hidayat

Apa perlu pengaturan pemain swasta dalam urusan beras?

Sudah saya sampaikan ke Pak Presiden bahwa masalah pangan ini pokok dan jangan dilepas, harus diatur negara. Seandainya swasta mau terlibat, harus diatur. Swasta dibatasi bolehnya berapa, jualnya berapa. Di Cina, Jepang, Thailand juga begitu. 

Apa yang perlu diatur?

Dari pengolahannya. Pengolahannya oleh swasta berapa banyak, ia menyerap dari mana saja, harus dikontrol. Dikelola dan dipasarkan di mana. Jangan sampai diam-diam diekspor, terus diam-diam memainkan harga karena punya stok lebih besar.

Dengan stok sekarang, dapatkah beras menjadi langka?

Kalau itu enggak, lah, ya. Yang saya takutkan pemberitaan-pemberitaan yang membuat panic buying. Seperti kemarin, "Oh, beras hanya tinggal dua minggu." Wah, ini masyarakat yang punya duit borong, yang enggak punya duit pun berusaha. Makanya saya jawab, "Aman sampai enam bulan ke depan."

Apakah stok beras saat ini cukup untuk operasi pasar sampai masa panen berikutnya?

Prediksi BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) tahun depan cuaca ekstrem, El Niño, berarti akan mengganggu produksi. Kita tak bisa terus optimistis bahwa pasti tahun depan kita bisa menutup (kebutuhan). Saya empat tahun berturut-turut tidak impor. Itu bukti kita bisa swasembada pangan. Tapi kan saya berhasil ambil dari dalam negeri karena barangnya ada, bukan seperti sekarang, saya berpihak ke impor tapi barangnya enggak ada. Kan, ngeri-ngeri sedap nih karena barangnya enggak ada. Kalau saya ditanya harga impor sama dalam negeri murah mana? Impor.


Budi Waseso

Tempat dan tanggal lahir: Semarang, 19 Februari 1960

Pendidikan

• Akademi Kepolisian (1984)
• Sekolah Calon Perwira (1994)
• Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (2000)
• Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri (2008)

Karier

• Kepala Kepolisian Resor Barito Utara, Kalimantan Tengah (2001)
• Kepala Kepolisian Resor Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah (2002)
• Wakil Direktur Samapta Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (2004)
• Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Jawa Tengah (2008)
• Kepala Pusat Pengamanan Internal Polri Divisi Propam Polri (2010)
• Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri (2010)
• Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo (2012)
• Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (2014)
• Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (2015)
• Kepala Badan Narkotika Nasional (2015)
• Direktur Utama Perum Bulog (2018-sekarang)


Berapa harga beras impor?

Saya enggak tahu. Ada kaitannya dengan dolar. Kalau kita beli di sini Rp 8.300 per kilogram, di sana itu sudah beras premium.

Itu kalau impor dari Thailand atau Vietnam?

Thailand, Vietnam, India, Pakistan. Pokoknya kami beli Rp 8.300 sudah premium dan kami bisa jual di sini Rp 11.000 per kilogram. Kalau kami berpihak ke situ, kami dagang, kami untung besar. Selisihnya paling tidak Rp 2.000 per kilo. Kalau 2.000 kali 1 juta ton, sudah Rp 2 triliun untungnya. Tapi kami tidak ke sana. Saya buktikan empat tahun berturut-turut tidak impor. Saya tetap ambil dari sini meskipun harga mahal. Enggak ada hitungan dagang. Kalau mau dagang, kaya kami. Apalagi kalau saya mau main, kaya saya. Tapi jadinya tidak ada keberpihakan kepada petani, negara, dan produksi dalam negeri. Sampai hari ini, batin saya menolak impor beras. Tetap saya utamakan dari dalam negeri walaupun serpihan, sisa-sisa. Tetap saya cadangkan dari luar. Itu pun saya lihat perkembangannya. Kalau tiba-tiba Januari ada daerah yang panen, ya, sudah, impor kami batalkan.

Masih ada daerah yang melakukan panen?

Sudah enggak ada. Habis semua. Tapi katanya ada. Panen maki-makian ada. Atau panen omongan.

Bagaimana mengantisipasi agar kebolongan stok tidak terulang di masa mendatang?

Itu nanti tergantung Badan Pangan Nasional. Sekali lagi, Bulog operator. Kami tak bisa inisiatif. Kalau bisa, maunya stok 2,5 juta ton per bulan. Tapi kan kami tak punya kewenangan. Sekarang ada peralihan antara Badan Pangan dan kementerian. Ini masa transisi.

Mulai kapan akan sepenuhnya di tangan Badan Pangan Nasional?

Tergantung tahun depan kayak apa realisasi pengalihannya. Peraturan presidennya sudah ada. Tergantung penyerahan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional dari kementerian.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus