Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Kami Kehilangan Harapan kepada ASEAN

Dari tempat persembunyiannya, Dokter Sasa menjalankan tugas diplomasinya untuk pemerintah terpilih Myanmar. Menjabat sebagai Menteri Kerja Sama Internasional dan Juru Bicara Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar, ia berpindah dari satu forum diskusi ke forum diskusi lain untuk menggalang dukungan dari komunitas internasional. NUG adalah pemerintah tandingan bentukan koalisi masyarakat sipil prodemokrasi dan anggota parlemen terpilih yang disingkirkan junta militer melalui kudeta 1 Februari lalu. Sasa berkorespondensi dengan para pejabat dan politikus Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, hingga Jepang, tapi belum bisa berkomunikasi dengan ASEAN. Sasa mendesak ASEAN berperan lebih besar dalam penyelesaian krisis di Myanmar, antara lain dengan segera menunjuk utusan khusus untuk memediasi perundingan antara NUG dan junta militer pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing. Ia mengkritik lima poin konsensus hasil KTT ASEAN yang penerapannya nihil di lapangan.

12 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dokter Sasa, juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar, menggalang dukungan internasional dari persembunyiannya.

  • Dokter Sasa meminta ASEAN secara terbuka mengakui NUG dan bersikap lebih tegas terhadap junta militer.

  • NUG membuka ruang dialog dengan junta militer asalkan kekerasan dan pembunuhan terhadap warga sipil dihentikan.

SELALU tampil necis dan mengenakan setelan, Dokter Sasa berpindah dari satu diskusi ke diskusi lain melalui konferensi video. Ia tak pernah bersedia mengungkap keberadaannya. Lewat perbincangan virtual, politikus asal Lailenpi, Negara Bagian Chin, Myanmar, ini tampil mewakili Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar ke seluruh penjuru dunia. NUG adalah pemerintah tandingan bentukan koalisi masyarakat sipil prodemokrasi dan anggota parlemen terpilih yang disingkirkan junta militer melalui kudeta 1 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sasa, 41 tahun, yang didapuk sebagai Menteri Kerja Sama Internasional dan juru bicara NUG Myanmar, getol bersafari politik menggalang dukungan ke berbagai komunitas internasional. Ia berdiskusi dengan para pejabat dan politikus Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, Australia, juga anggota parlemen dan ilmuwan Jepang. Namun ia belum bisa menjangkau perwakilan negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). "Tentu saja kami siap dan terbuka jika ada pemerintah di kawasan ASEAN yang ingin berbicara dengan kami," kata Sasa dalam wawancara khusus dengan Tempo melalui konferensi video, Senin, 7 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia sedang berada di Ibu Kota Naypyidaw pada pagi saat kudeta terjadi. Sasa semula akan dilantik sebagai salah seorang anggota kabinet bentukan Aung San Suu Kyi setelah sukses membantu pemenangan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) di Negara Bagian Chin pada 8 November 2020. Namun rencana itu buyar setelah junta militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing merebut kekuasaan dari tangan NLD. Dengan berpakaian seperti sopir taksi, Sasa berhasil menghindari Tatmadaw—sebutan untuk militer Myanmar—dan pergi ke tempat aman.

Dari persembunyiannya, Sasa mengamati setiap detail perkembangan situasi di Myanmar berikut reaksi negara-negara lain. Ia mengkritik ASEAN yang tidak mengundang perwakilan NUG dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) di Jakarta pada 24 April lalu, sementara Jenderal Min Aung Hlaing menghadiri pertemuan yang menghasilkan lima poin konsensus untuk mengakhiri krisis Myanmar itu. "Setiap diskusi, pembicaraan, atau pertemuan tentang masa depan Myanmar seharusnya melibatkan rakyat Myanmar. Kami adalah representasi rakyat Myanmar," ujar Sasa.

Kepada wartawan Tempo, Sapto Yunus, Iwan Kurniawan, Mahardika Satria Hadi, Gabriel Wahyu Titiyoga, dan Istman Musaharun Pramadiba, Sasa menceritakan diplomasinya ke berbagai pihak, potensi perang sipil di negaranya, hingga peran ASEAN dan Indonesia. Ia menyayangkan sikap negara-negara tetangga Myanmar yang tidak mendukung NUG secara terbuka dan tidak tegas terhadap junta militer.

Dalam pertemuan dengan dua delegasi ASEAN di Naypyidaw, 4 Juni lalu, Jenderal Min Aung Hlaing berjanji menggelar pemilihan umum. Apakah itu realistis?

Itu omong kosong dan tidak dapat diterima. Beberapa lembaga pemantau independen menyatakan pemilu Myanmar tahun lalu berlangsung bebas, adil, dan demokratis. Tapi semua berubah karena Ming Aung Hlaing ingin menjadi presiden. Menurut hukum, dia harus pensiun pada usia 65 tahun. Ia semula ingin memenangi pemilu lewat koalisi dengan partai-partai promiliter dan dukungan 25 persen anggota parlemen dari unsur militer. Dengan menjadi presiden, dia akan berkuasa selamanya seperti diktator. Dia ingin membangun kediktatoran militer sebagai sistem politik negara. Tapi rakyat Myanmar menolaknya. Dia tak bisa menerima kekalahan itu. Jadi dia membuat daftar 10,4 juta pemilih palsu. Dengan daftar itu, dia menilai terjadi kecurangan pemilu. Pemilu di tangan junta militer tidak akan berlangsung bebas, adil, dan demokratis.

Apakah NUG pernah berupaya menjalin komunikasi dengan junta militer?

Berbicara dengan pembunuh, dengan orang yang melakukan kejahatan terhadap rakyat Myanmar, saat ini mustahil dilakukan. Mereka harus menghentikan semua aksi kekerasan dan pembunuhan. Bebaskan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan semua tahanan politik tanpa syarat. Orang-orang militer ini jahat. Mereka tidak bertindak layaknya manusia. Kecuali mereka menghentikan pembunuhan, tidak ada opsi untuk berdialog. Mereka harus menarik semua pasukan dan senjata dari desa-desa, kota, dan permukiman warga.

Bahkan jika berhenti membunuh, junta militer masih memegang kekuasaan. Apakah NUG masih mau berunding dengan mereka?

Ada tiga skenario yang bisa terjadi. Pertama, tidak ada negosiasi jika pembunuhan berlanjut. Kedua, militer tetap berkuasa dan kami terus menjadi kekuatan oposisi yang menentang mereka. Situasi ini hanya membuat rakyat Myanmar makin menderita. Ketiga, dialog inklusif. Tidak hanya melibatkan NUG dan para jenderal militer, tapi juga kelompok-kelompok etnis bersenjata, warga yang ikut dalam aksi pembangkangan sipil, para pemuda, dan organisasi kemasyarakatan sipil. Semua di bawah mediasi komunitas internasional. Masalah politik hanya dapat diselesaikan di atas meja, bukan di medan perang. Kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah politik.

Benarkah ASEAN, termasuk Indonesia, telah mencoba berkomunikasi dengan perwakilan NUG selepas kudeta?

Saya telah berbicara dengan beberapa orang dari Kementerian Luar Negeri Indonesia. Kami sangat menghargainya. Tapi tidak dengan ASEAN. Tentu saja kami terus mencoba. Kami siap dan terbuka jika ada pemerintah di kawasan ASEAN yang ingin berbicara dengan kami. Tapi hal itu tidak terjadi. Sebaliknya, kami makin terpojok.

Bukankah ASEAN akhirnya mengeluarkan lima poin konsensus untuk menghentikan konflik di Myanmar?

Sebenarnya ada tiga poin dari konsensus itu, yaitu dialog, bantuan kemanusiaan, dan penghentian kekerasan. Penunjukan utusan khusus ASEAN bertujuan melaksanakan ketiga hal itu. ASEAN mendesak kekerasan dihentikan, tapi mereka tidak mengutuk pembunuhan warga sipil. Bagaimana Anda bisa mengatakan menghentikan kekerasan tapi tidak mengutuk pembunuhan warga sipil? Kedua, mereka menyerukan dialog tapi tidak menyerukan pembebasan tahanan politik.

NUG mengkritik konsensus yang penerapannya tak berjalan di lapangan. Apa pertimbangannya?

Sangat jelas bahwa pemimpin kudeta, Min Aung Hlaing, tidak peduli dengan lima poin konsensus ASEAN. Sepulang dari Jakarta, dia membunuh lebih dari 200 orang, menangkap lebih dari 3.000 orang. Dia mengatakan KTT ASEAN memberikan nasihat yang baik, saran yang membangun. Hanya dianggap saran. Dia mengatakan akan mengundang utusan khusus ASEAN ketika Myanmar kembali ke situasi normal. Pada saat yang sama dia melancarkan kekerasan di seluruh negeri. Jadi jelas junta militer tidak bisa dipercayai. Kami mengetahui kunjungan Sekretaris Jenderal ASEAN dan Wakil Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam (Dato Erywan Pehin Yusof, Ketua Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN) beberapa waktu lalu ke Myanmar. Tapi junta militer hanya memanfaatkan kunjungan itu sebagai propaganda.

Apa yang Anda harapkan dari ASEAN?

Ketika mereka mengatakan akan mengirim utusan khusus ke Myanmar, kami menghargainya. Kami siap berkomunikasi dengan utusan itu. Tapi ini sudah lebih dari satu bulan dan tidak ada tanda-tanda siapa utusan khususnya. Mengapa penunjukan utusan khusus begitu lama? Apa yang salah? Bagi kami, mereka seperti mengulur-ulur waktu untuk Min Aung Hlaing agar ada semacam "normal baru" sehingga mereka bisa bekerja sama dengannya. Waktu tidak berada di pihak kami. Orang-orang dibunuh dan ditangkap setiap hari. Kami kehilangan harapan kepada ASEAN. Jika peduli, mereka seharusnya berbicara kepada rakyat Myanmar. Masyarakat Myanmar berhak mengetahui apa yang sedang dibicarakan dengan Min Aung Hlaing.

Sampai sekarang NUG belum berkomunikasi langsung dengan ASEAN?

Itulah persoalannya. Saya tidak mengerti mengapa mereka tidak berbicara kepada kami.

Mengapa delegasi NUG tidak hadir dalam KTT ASEAN di Jakarta?

Kami tidak diundang. Mereka tidak berusaha menjangkau kami. Sebaliknya, kami berkomunikasi dengan pemerintah Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, Australia, bahkan negara-negara Afrika. ASEAN gagal menjembatani kedua belah pihak.

Apakah benar NUG meminta diundang ke KTT ASEAN tapi permintaan itu tidak digubris?

Kami meminta berkali-kali. Mari kita jujur satu sama lain. Saya pikir masyarakat ASEAN berhak mengetahui kebenarannya. Kami telah mencoba secara langsung atau tidak langsung berkomunikasi dengan para pemimpin ASEAN. Sampai hari ini kami belum berbicara secara formal atau informal dengan para pemimpin ASEAN.

Kami mendapat informasi bahwa Indonesia telah membantu NUG berkomunikasi dengan Sekretariat Jenderal ASEAN sebelum pelaksanaan konferensi di Jakarta. Tanggapan Anda?

Masalah ini begitu besar, begitu luas, sehingga perlu keterlibatan dan dialog terus-menerus. Saya telah bertemu dengan menteri Kerajaan Inggris. Mengapa saya tidak bisa bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Singapura, Kamboja, atau Thailand? Saya merasa keterlibatan dengan saudara-saudara di ASEAN terlalu kecil, sementara masalahnya terlalu besar. Saat ini kami merasa berbicara dengan kawasan yang sangat jauh. Rasanya seperti menjaga jarak secara politik. Itu sangat buruk.

Apakah Anda pernah mencoba menghubungi pemerintah Indonesia atau sebaliknya?

Saya memiliki kontak dekat dengan beberapa delegasi Eropa di Jakarta. Saya telah mencoba berbicara dengan mereka untuk berkomunikasi langsung dengan Sekretaris Jenderal ASEAN dan pemerintah Indonesia untuk menyampaikan bahwa kami siap diajak berbicara. Kami harus menggunakan perantara hanya untuk berbicara. Itu bukan hal yang baik.

(Dalam wawancara dengan Tempo, 29 April lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah Indonesia berusaha berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan di Myanmar, termasuk dengan CRPH (Komite Perwakilan Parlemen Myanmar) pada masa awal selepas kudeta dan lalu dengan NUG. Menurut Retno, berkomunikasi dengan junta militer juga penting dilakukan karena mereka salah satu pihak yang dapat mengakhiri krisis Myanmar.)

Anda kerap tampil sebagai wajah kabinet NUG dalam korespondensi dengan komunitas internasional. Dari mana Anda menjalankan tugas diplomasi?

Saya tidak dapat memberitahukan lokasi karena taruhannya nyawa. Para pembunuh mengincar kami. Jadi kami harus sangat berhati-hati. Kebanyakan dari kami tidak berada di luar Myanmar. Lokasi kami tidak penting. Tapi yang pasti kami banyak berinteraksi secara elektronik. Kami dapat menggerakkan semacam e-government, pemerintahan modern abad ke-21. 

Junta militer sewaktu-waktu bisa memutus akses Internet. Bagaimana Anda dan anggota NUG lain berkomunikasi dengan rakyat Myanmar?

Mereka memang bisa memutus aliran listrik dan Internet. Itu menunjukkan mereka takut kepada kami. Min Aung Hlaing dan pasukannya tidak sepenuhnya mengendalikan negara. Masyarakat tidak mendukung mereka. Coba Anda lihat gerakan pembangkangan sipil. Orang-orang tak mau lagi bekerja untuk pemerintah.

Tangkapan layar wawancara Dokter Sasa dengan Tempo via Zoom meeting pada Senin 7 Juni 2021. Dok. TEMPO

Apakah NUG bisa menjalin komunikasi dengan Aung San Suu Kyi sejak dia ditangkap?

Kami berkomunikasi melalui pengacaranya. Bahkan pengacara diizinkan bertemu dengannya hanya selama 30 menit. Junta militer bertekad menghancurkan karier dan reputasi Suu Kyi. Mereka merekayasa enam kasus terhadapnya. Salah satu kasus sangat serius, yaitu tuduhan melanggar undang-undang rahasia negara. Ancaman hukumannya 50 tahun penjara. Semua direkayasa untuk menghancurkan NLD, demokrasi, dan kebebasan di Myanmar.

Apakah Suu Kyi mengetahui perkembangan yang terjadi di luar tahanan?

Dengan hanya 30 menit, saya tidak yakin ada cukup waktu tersisa untuk membicarakan hal di luar enam kasusnya. Dia pasti akan sangat sedih begitu mengetahui semua kekerasan, pembunuhan, penyiksaan yang terjadi di seluruh negeri.

NUG memutuskan membentuk pasukan pertahanan rakyat dan menjalin kerja sama dengan kelompok-kelompok etnis bersenjata. Apakah ini bagian dari rencana NUG untuk mendirikan pasukan federal Myanmar?

Di satu sisi, ada junta militer dan kelompoknya. Di sisi lain, ada 54 juta rakyat Myanmar. Kami ingin melihat akhir kediktatoran militer dan awal era demokrasi federal Myanmar. Dengan pasukan pertahanan rakyat, kami ingin mengganti dan mereformasi institusi militer seluruhnya. Tidak akan ada lagi Tatmadaw. Sistem Tatmadaw akan dihapuskan, direformasi, diganti, dan dibangun kembali dengan sistem tentara federal. Tentara menjadi milik rakyat Myanmar dan berada di bawah kendali warga sipil.

Dengan membangun kekuatan militer tandingan, bukankah potensi terjadinya perang saudara di Myanmar makin besar?

Saya mengerti kekhawatiran Anda. Kami tidak melepaskan senjata ke setiap desa dan membunuh orang. Itu tidak akan terjadi. Angkatan bersenjata harus melindungi rakyat Myanmar, tidak menyerang mereka. Saat ini rakyat Myanmar tidak punya pilihan selain membela diri dari pembunuh. Jika ada orang bersenjata datang ke desa atau ke rumah Anda, apakah Anda akan menunggu mereka membunuh Anda atau Anda akan membela diri?

Apa tindakan yang bisa diambil Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membantu mengatasi krisis di Myanmar?

Sejak awal kami berseru kepada Dewan Keamanan PBB agar mengaktifkan R2P (Responsibility to Protect), tapi ada Cina dan Rusia yang bisa memveto. Uang negara, di tangan junta militer, dipakai buat membeli senjata untuk membunuh rakyat. Jika PBB memberlakukan satu bulan zona larangan terbang, embargo senjata, juga sanksi ekonomi, Min Aung Hlaing akan berhenti.

Dari mana junta militer mendapat dana untuk membeli senjata?

Dari empat perusahaan di industri minyak dan gas saja, junta militer bisa meraup pendapatan ratusan juta dolar Amerika setiap bulan.

Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada telah memberikan sanksi terhadap Min Aung Hlaing dan beberapa perusahaan yang berafiliasi dengan junta militer. Apakah itu belum cukup untuk membatasi ruang gerak junta militer?

Untuk saat ini, saya sangat berharap semua negara ASEAN akan bersatu dan memberi tahu Min Aung Hlaing dengan cara seperti ini: "Jika Anda tidak melakukan ini, inilah yang akan terjadi. Jika Anda melakukan ini, inilah yang akan terjadi." Setiap negara di ASEAN mesti menggunakan pengaruhnya untuk menekan junta militer.

NUG mengeluarkan keputusan yang mengakui hak-hak orang Rohingya dan kekejaman yang mereka alami. Apakah ini cara menjawab kritik bahwa NUG tak secara eksplisit mengakui Rohingya sebagai penduduk asli?

Kami berkomitmen menghormati, memajukan, dan melindungi hak semua orang, entah pribumi entah bukan, selama itu warga negara. Siapa pun orang Myanmar di Negara Bagian Rakhine adalah orang Myanmar. Kami juga berusaha mencabut Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 1982 yang mendiskriminasi semua kelompok minoritas di negara ini. Bukan hanya orang Rohingya, tapi juga penduduk muslim yang bukan Rohingya, seperti di perbatasan Thailand, serta umat Hindu. Ini bukan tentang politik pribumi. Bagi kami, politik adalah milik seluruh rakyat Myanmar tanpa membedakan suku, kelompok etnis, agama, dan gender.

Apakah NUG memiliki anggota dari perwakilan Rohingya?

Semua sedang dalam proses. Beberapa pekan lalu terbentuk Komite Konsultasi Multietnis Muslim Myanmar. Kami harus melibatkan semua orang dalam proses politik ini, khususnya dalam penyusunan konstitusi baru Myanmar.


DOKTER SASA

Tempat dan tanggal lahir:
Lailenpi, Negara Bagian Chin, Myanmar, 1980

Pendidikan:
Shillong College, India (1996); Fakultas Kedokteran di Yerevan State Medical University, Armenia (2009)

Karier:
Dokter, Pendiri Organisasi Health and Hope Myanmar (2007), Anggota Tim Kampanye Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) di Negara Bagian Chin (2020), Utusan Khusus Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (22 Februari-15 April 2021), Menteri Kerja Sama Internasional dan Juru Bicara Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar (sejak 16 April 2021)

Catatan redaksi: Artikel ini diperbaiki pada Selasa, 15 Juni 2021, pukul 14.30. Ada revisi penulisan nama narasumber. Melalui surat elektronik kepada Tempo, Dokter Sasa mengatakan bahwa namanya hanya Sasa. Sasa adalah nama pemberian neneknya yang berarti "lebih tinggi" dan "lebih tinggi".

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus