Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Parlemen Jepang mengeluarkan resolusi yang mengecam kudeta militer di Myanmar.
Pemerintah Persatuan Nasional terus menggalang dukungan dari berbagai negara.
Menteri kabinet NUG aktif berdiplomasi secara daring.
Dukungan baru untuk rakyat Myanmar datang dari Jepang. Pada Jumat, 11 Juni lalu, parlemen Jepang menyepakati resolusi mengecam kudeta militer di Myanmar dan mendesak agar demokrasi di negara itu segera dipulihkan. Resolusi itu tak mengakui rezim junta militer dan berisi kecaman terhadap tentara dan polisi yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Resolusi ini menjadi angin segar bagi Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar, kelompok sipil yang mengobarkan perlawanan terhadap junta militer lewat diplomasi ke mancanegara. “Terima kasih kepada seluruh rakyat, parlemen, dan pemerintah Jepang yang mendukung demokrasi Myanmar dan berdiri dalam solidaritas bersama 54 juta warga Myanmar di masa genting dalam sejarah kami,” kata Menteri Kerja Sama Internasional Salai Maung Taing San lewat akun Twitter-nya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak diresmikan pada 16 April lalu, NUG terus melebarkan sayap diplomasinya. Para politikus Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang selamat dari kejaran junta militer menjadi motor pemerintahan ini. Kabinet NUG berisi Komite Perwakilan Myanmar (CRPH), perwakilan etnis minoritas, dan tokoh prodemokrasi yang memimpin gerakan sipil melawan junta. NLD adalah partai pemenang pemilihan umum pada November 2020, tapi junta menganulir hasil pemilihan dengan tuduhan pemilihan umum itu curang.
Aung San Suu Kyi, pemimpin NLD yang ditahan junta sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu, didapuk sebagai penasihat negara versi NUG. Win Myint, Presiden Myanmar yang juga tengah ditahan, masih menempati jabatan yang sama. Posisi wakil presiden diisi oleh perwakilan dari Negara Bagian Kachin, Duwa Lashi La. Adapun jabatan perdana menteri dipegang oleh Mahn Win Khaing Than, anggota suku Karen dan bekas ketua parlemen Myanmar.
Salai Maung Taing San, yang juga akrab disapa dokter Sasa, menjalankan tugas ganda sebagai juru bicara NUG. Seperti Sasa, anggota kabinet NUG hidup dalam persembunyian karena nama mereka masuk daftar buruan junta militer. Meski demikian, mereka tak berhenti melanjutkan diplomasi politiknya. “Kami adalah pemerintah yang sah,” ujar Sasa dalam wawancara bersama Tempo pada Senin, 7 Juni lalu.
Sasa melakukan safari politik online (daring) untuk merangkul dukungan dunia bagi NUG dan Myanmar. Dia rutin mempublikasikan acara dan diskusi yang diikutinya di dunia maya. Sasa bahkan sempat berpidato di hadapan parlemen dan akademikus Jepang lima hari sebelum parlemen Negeri Sakura mengeluarkan resolusi yang mengecam junta.
NUG juga menunjukkan keseriusannya membangun Myanmar dengan membahas isu pelanggaran hak asasi manusia. Ei Thinzar Maung, aktivis prodemokrasi yang menjadi Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan, Pemuda, dan Anak NUG, termasuk yang paling lantang berbicara soal pelanggaran hak asasi di negerinya. Perempuan 26 tahun itu bahkan sejak awal sudah membela warga Rohingya, yang menjadi korban diskriminasi selama puluhan tahun di sana.
Awal Mei lalu, NUG juga membentuk Kementerian Hak Asasi Manusia yang dipimpin aktivis hak asasi Aung Myo Min. Menurut Aung Myo Min, junta telah melakukan pelanggaran hak asasi berat dan hukum internasional. “Kami akan memastikan bahwa para pelakunya harus bertanggung jawab dan para korban mendapatkan keadilan.”
Menteri Kesehatan, Pendidikan, dan Olahraga NUG Zaw Wai Soe juga turun ke gelanggang diplomasi. April lalu, dia tampil di forum daring yang digelar warga keturunan Burma di Indianapolis, Amerika Serikat. Anggota Kongres Amerika Andre Carson dan Wakil Wali Kota Indiapolis Judith B. Thomas hadir dalam pertemuan tersebut. Dokter bedah asal Yangon itu adalah salah satu tokoh utama gerakan pembangkangan sipil melawan junta militer yang diikuti banyak pekerja, termasuk pegawai negeri Myanmar.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo