Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Banyak penduduk Bangkalan tak percaya ada wabah Covid-19.
Di Arosbaya, Bangkalan, hanya 167 orang mengikuti tes PCR dari target 1.000 orang.
Halalbihalal dan kedatangan buruh migran ditengarai menjadi penyebab lonjakan jumlah kasus Covid-19.
SIRENE ambulans yang meraung-raung makin akrab di kuping Musyaffa dalam sepekan terakhir. Saking seringnya kendaraan medis melintas di depan rumahnya, warga Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, ini bisa membedakan muatan ambulans dari penampilan pengemudinya. “Jika sopirnya mengenakan alat pelindung diri, lalu mobilnya ngebut dan dikawal patroli polisi, pasti ambulans itu sedang mengangkut pasien Covid-19,” kata Musyaffa di Arosbaya pada Rabu, 9 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arosbaya menjadi salah satu episentrum lonjakan jumlah kasus Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di Madura. Dalam peta sebaran virus corona yang dirilis Kabupaten Bangkalan pada 11 Juni lalu, Arosbaya menjadi satu-satunya kecamatan yang diberi rona merah dengan 228 kasus positif dan 2 pasien suspek. Total kasus positif di Kabupaten Bangkalan mencapai 2.136 hingga Jumat, 11 Juni lalu.
Peningkatan kasus Covid-19 di Bangkalan terendus ketika pasien Rumah Sakit Umum Daerah Syamrabu, Bangkalan, membeludak pada Sabtu, 5 Juni lalu. Waktu itu, sekitar 80 persen dari 90 unit ranjang perawatan khusus pasien virus corona sudah terisi. Pada saat bersamaan, 18 tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut juga terkena Covid-19. Direksi RSUD Syamrabu kemudian menutup layanan gawat darurat selama tiga hari.
Melacak penularan virus, Dinas Kesehatan Bangkalan mengerahkan dua unit mobil laboratorium polymerase chain reaction (PCR) ke Kecamatan Arosbaya dan Klampis. Pemerintah menargetkan seribu orang menjalani tes usap di dua daerah itu, tapi petugas cuma berhasil melakukan swab test terhadap 161 warga Arosbaya dengan hasil 70 orang dinyatakan positif Covid-19. “Warga menolak diperiksa dan memilih membeli obat sendiri di apotek,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Bangkalan Sudiyo.
Di Desa Arosbaya, Kecamatan Arosbaya, jalanan tampak lengang pada Kamis, 10 Juni lalu. Hanya ambulans, mobil polisi, dan truk tentara yang silih berganti melintas. Hampir sebagian besar toko di Pasar Arosbaya tutup. Sejumlah anggota Tentara Nasional Indonesia dan polisi tampak berjaga di beberapa persimpangan jalan.
Pusat Kesehatan Masyarakat Tongguh, satu dari dua fasilitas kesehatan di Kecamatan Arosbaya, juga tutup karena seorang perawat di sana meninggal setelah terkena virus corona. Melalui secarik kertas yang terpacak di pintu utama, pengurus mengabarkan bahwa layanan puskesmas dihentikan selama sepuluh hari sejak 7 hingga 16 Juni 2021. Fuad Rifa’i, warga yang bermukim di samping puskesmas, mengatakan, sejak terjadi ledakan kasus virus corona, hampir setiap hari ada kabar duka di desanya. “Terakhir warga yang tinggal di depan puskesmas meninggal,” kata Fuad, 68 tahun.
Seorang anggota TNI yang berjaga di Arosbaya mengabarkan tiga warga Kecamatan Arosbaya meninggal pada Kamis, 10 Juni lalu, yakni dua warga dari Desa Tengket dan satu warga dari Desa Arosbaya. Ketua Satuan Tugas Covid-19 Desa Tengket, Bilal Kurniawan, mengungkapkan dua warganya yang merupakan pasangan suami-istri meninggal di Rumah Sakit Primasatya Husada Citra, Surabaya. Menurut Bilal, aparat desa kesulitan melacak penularan karena warga menolak menjalani tes usap. “Mereka takut dikarantina jika hasilnya positif,” ujarnya.
Seperti halnya di Bangkalan, sirene yang mendengung keras sering terdengar di Desa Kesambi, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Pada Kamis, 10 Juni lalu, dua tenaga medis yang duduk di kabin depan ambulans menjemput seorang warga Kesambi yang positif Covid-19. Petugas yang mengenakan pakaian hazmat itu dikawal sejumlah personel TNI dan polisi untuk mengantar pasien tersebut ke rumah susun Bakalan Krapyak, yang menjadi tempat isolasi.
Suasana desa dan pertokoan di Arosbaya yang sepi sejak pandemi covid-19 menyebar luas, di Madura, 12 Juni 2021. TEMPO/Mustofa Bisri
Kepala Desa Kesambi, Mokhamad Masri, menjelaskan, jumlah penderita Covid-19 di desanya melonjak sepekan setelah Lebaran. Ketika Idul Fitri, masyarakat mengadakan halalbihalal di rumah. Sejak 20 Mei lalu, ada 49 warga Kesambi positif, 8 di antaranya meninggal. “Saya melihat banyak warga dari luar desa berkunjung ke sini,” ucap Masri.
Menurut Masri, awalnya banyak warga Kesambi yang terserang batuk, pilek, dan demam. Namun mereka menganggapnya sebagai flu biasa karena pancaroba. Di tengah situasi itu, warga masih menggelar hajatan dan acara yang mengundang kerumunan. Masri akhirnya mengeluarkan larangan mengadakan kenduri di desanya pada Ahad, 6 Juni lalu. Dia juga menutup jalan yang menghubungkan Kesambi dengan dua desa tetangga, Temulus dan Jojo.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr Loekmono Hadi, Kudus, pun kebanjiran pasien. Lima mobil pengantar pasien tampak antre di depan pintu bangsal gawat darurat pada Rabu, 9 Juni lalu. Antrean mobil pengantar masih mengular sampai malam hari. Direktur Utama RSUD Dr Loekmono Hadi, Abdul Azis Achyar, mengungkapkan 190 dari 200 ranjang isolasi khusus Covid-19 sudah terisi. Menurut dia, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakitnya mencapai 95 persen dalam sepekan terakhir. Selain itu, 129 paramedis RSUD Dr Loekmono tertular virus corona dan seorang di antaranya wafat. “Ada antrean di ruang UGD karena mereka menunggu pasien isolasi yang sembuh,” kata Abdul.
Lonjakan jumlah kasus positif juga terjadi di Kepulauan Riau dalam lima pekan terakhir. Pada Kamis, 10 Juni lalu, terjadi antrean pasien yang mengikuti tes usap di Asrama Haji Kota Batam, yang menjadi salah satu lokasi karantina pasien Covid-19. Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad menjelaskan, pada 10 Juni lalu terdapat 60 warga Batam yang masuk karantina di Asrama Haji. Menurut dia, kenaikan drastis kasus positif karena libur Lebaran pada Mei lalu. Sebelum hari raya, penambahan kasus positif di Kepulauan Riau sekitar 400 orang per pekan, tapi langsung melonjak hingga 200 kasus setiap hari dalam beberapa hari terakhir.
Kenaikan jumlah kasus corona di berbagai daerah mendapat atensi pemerintah pusat. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan pada 7 Juni lalu, keterisian ranjang isolasi meningkat dari 22 ribu menjadi 31 ribu dalam satu setengah pekan terakhir. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan kapasitas tempat tidur isolasi masih sangat cukup karena pemerintah memiliki sekitar 72 ribu ranjang.
Khusus di Kudus dan Bangkalan, Budi menjelaskan, terjadi lonjakan angka penggunaan ruang isolasi khusus pasien Covid-19 yang drastis. Ranjang isolasi di Kudus, yang biasanya terisi 40 unit, langsung melonjak angkanya hingga 350 unit dalam dua pekan terakhir. Sedangkan okupansi ranjang khusus pasien Covid-19 di Bangkalan naik dari 10 unit menjadi 80 unit. “Kenaikan di Kudus karena kluster ziarah dan di Bangkalan karena banyak pekerja migran yang mudik,” ujar Budi.
RAYMUNDUS RIKANG (JAKARTA), JAMAL A. NASHR (KUDUS), MUSTHOFA BISRI (BANGKALAN), YOGI EKA (BATAM)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo