Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAMADAN kali ini rupanya lebih keras menguji Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk. Saifuddien Hasan. Setelah skandal letter of credit (L/C) fiktif senilai Rp 1,7 triliun mengguncang banknya, ia tak henti diburu wartawan. Ia juga harus bolak-balik mendatangi berbagai lembaga terkait, seperti Bursa Efek Jakarta dan parlemen, untuk menjelaskan duduk perkaranya.
Kini berusia 48 tahun, Saifuddien diangkat sebagai direktur utama menggantikan Widigdo Sukarman pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) 14 Februari 2000. Dan pada RUPSLB 22 Juni lalu, ia terpilih kembali.
Saat ditemui Jumat pekan lalu, Saifuddien terlihat lesu. Matanya memerah seperti kurang tidur. Berikut ini petikan wawancara dengannya.
Senin lalu, Anda bertemu dengan Erry Lumowa di Singapura. Ada kesepakatan apa?
Sewaktu kasus ini terjadi, kami membentuk tim yang bertugas meneliti apa yang terjadi, juga untuk mendapatkan aset yang mereka kuasai. Saya dengan Pak Arsjad (Direktur Kepatuhan BNI) bertemu dengan dia dalam konteks itu. Tidak ada deal spesifik.
Pertemuan itu untuk mengukuhkan akta pengakuan utang yang telah diteken Erry dan Adrian Waworuntu sebelumnya?
Ya, itu hasil dari pendekatan tim. Kami minta mereka presentasi, bisnisnya kayak apa, untuk melihat berbagai kemungkinan pengembaliannya. Tapi kelihatannya ini tidak bisa kami tangani sendiri. Karena itu, kami melapor ke pihak berwajib.
Erry warga Belanda. Dia berada di Singapura, yang tak punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Apa mungkin akta pengakuan utangnya efektif?
Saya tidak akan masuk ke soal itu, terlalu kompleks. Nanti pihak berwenang yang akan menelitinya.
Mengapa yang dilaporkan ke polisi hanya pejabat kantor cabang, sedangkan pengusaha yang terlibat tidak?
Skimnya itu kami tidak mengadukan siapa-siapa. Misalnya, ke Bank Indonesia, kami melapor karena melihat ada pencucian uang. Lalu ke polisi karena kelihatannya ada pemalsuan. Polisi yang mengembangkannya lebih lanjut.
Bagaimana mungkin kasus ini tidak terdeteksi sejak dini?
Kami tidak tahu sama sekali. Kalau kami tahu, sudah kami stop sejak awal.
Bukankah direktur yang khusus membawahkan wilayah 10 (Jakarta Selatan) mestinya mengetahui persoalan ini lebih awal?
Di wilayah 10 itu ada wakil bidang pembinaan yang membawahkan 7-10 cabang. Mereka wajib supervisi minimal dua minggu sekali. Apakah mereka tahu, mungkin ya, mungkin tidak.
Ini menyangkut transaksi L/C dan uang puluhan juta dolar. Bagaimana mungkin direktur internasional dan treasury tidak tahu?
Direktur treasury (perbendaharaan) tahu hari ini BNI punya dolar berapa, rupiah berapa. Tapi kami kan tidak tahu apa ini uang si Maria atau uang si B atau si C.
Tapi ini sangat mencolok, menyangkut euro puluhan juta. Normalnya, transaksi di BNI kan hanya 3-5 juta euro per bulan?
Justru di situ kami menemukannya. Pemicunya memang dari aktiva dalam euro. Kemudian kami harus menyiapkan penyisihan kewajiban aktiva produktif. Kok, tiba-tiba jumlahnya naik. Biasanya slip ekspor pakai dolar Amerika. Mulai Juli kok pakai euro? Kami menangkap ada sesuatu, lalu kami turunkan tim audit khusus.
Artinya, ada sistem kontrol BNI yang tak beres?
Oh, enggak. Kalau aliran uang, kami tahu. Tapi kami tidak bisa tahu apakah ini uang haram atau halal. Yang tahu itu kan di tingkat operasi.
Benarkah Erry dan Adrian diberi fasilitas kredit untuk menutup kredit macet dari tiga debitor lama BNI?
Itu kami tidak tahu. Terus terang ini informasi baru. Tapi semua transaksi kan ada di cabang. Kalau ini direkayasa, kami tidak tahu.
Kabarnya ini sudah menjadi pola umum di BNI?
Oh, enggak, enggak. Kebijakan kami tegas: tidak boleh penyelesaian pinjaman ditutup dengan pinjaman baru. Itu cara-cara lama. Kami tidak begitu.
Akhir Desember akan ada RUPS luar biasa?
Betul, untuk membahas kuasi reorganisasi (penilaian kembali aset-aset—Red.), dan program reverse stock split (penggandaan nilai nominal saham—Red.) dan employee stock option programme (program pembagian saham untuk karyawan—Red.) dalam rangka penawaran saham BNI yang kedua.
Ada agenda pergantian direksi?
Wah, soal itu kami tidak tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo