Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAMA tak terdengar kabarnya, nama Dicky Iskandar Dinata tiba-tiba mumbul lagi. Tiga belas tahun silam, karier bankir kawakan itu tersungkur kasus permainan valuta asingsenilai Rp 780 miliar di Bank Duta. Selaku wakil direktur utama, dia laludiganjar hukuman 10 tahun penjara. Dicky, 52 tahun, mengaku jera denganpengalaman buruk itu. Tapi apa mau dikata. Sebagai CEO PT Brocolin International,namanya kini disangkutkan lagi dalam kasus pembobolan Bank BNI.
Bersumpah tak terlibat sekuku pun, Dicky mengaku kembali tak bisatidur nyenyak. "Saya trauma," katanyasambil mengisap rokok kreteknya dalam-dalam?satu kebiasaan yang lama ia jauhisejak jantungnya dibedah. Berikut ini petikan wawancara TEMPO dengannya.
Brocolin terbukti menerima dana BNI. Bagaimana awal mula bisnis Andadengan Adrian Waworuntu dan Erry Lumowa?
Pertengahan Maret lalu saya dikontak Adrian. Saya kenal dia akhir 2001.Saat itu dia komisaris di PT D'Con Indonesia, saya CEO di situ. Dia menawari sayauntuk mengelola dana milik investor Israel. Kebetulan saya juga menjadipenasihat PT Median Cipta Artha, perusahaan di bidang restrukturisasi aset danpenjual medium term notes (surat utangjangka menengah?Red.).Saya katakan, kalau tawarannyasungguh-sungguh, kenapa tidak? Pasarsedang ramai dengan berbagai program penjualan asetdi BPPN, di pasar modal juga banyak saham yangundervalued (nilainya masih murah?Red.). Saya lalu dipertemukandengan Erry (Maria Pauliene Lumowa). Dia orang Indonesia tapi warga negaraBelanda.
Anda pernah bertemu dengan Erry sebelumnya?
Belum pernah. Kata Adrian, Erry mewakili penyandang dana Israel dansudah sejak 1997 berinvestasi di Indonesia, antara lain di proyekpenambangan marmer di Kupang. Saya diajak Adrianbertemu di rumah Erry di Ragunan, Jakarta Selatan.
Kapan tawaran itu Anda terima?
Kira-kira sepekan kemudian. Saya mengajukan syarat: perusahaanyang dibentuk harus punya modal dalam bentuk setoran ekuitas, supayaada kepastian dana. Mereka bilang oke, dan akan menyetor Rp 50 miliar.Lalu diputuskan mengambil alih PT Brocolin.
Siapa pemegang sahamnya?
Tertera di akta notaris 25 Maret 2003, 70 persen saham dimiliki adik Erry(Jane Iriany Lumowa). Erry warga negara asing, maka ia menunjuk adiknya.Selebihnya Adrian dan Jeffrey Baso, masing-masing 15 persen. Saya hanya jadiCEO. Saya bersyukur, dulu waktu ditawari saham saya tidak mau.
Brocolin sudah investasi di mana saja?
Proyek pertama adalah pabrik pupuk cair PT Alami. Kami juga mengikutibanyak tender penjualan aset kredit di BPPN. Salah satunya, limaperkebunan cocoa, karet, dan sawit seluas 23.500 hektare. Juga adasebuah perusahaan teknologi informasi di bidanginternet-mobile banking (transaksi perbankan melaluiseluler dan intenet).
Brocolin kini dijaminkan untuk menutup kewajiban Erry dan Adrian.Berapa valuasinya?
Nilai wajarnya sekitar Rp 250 miliar. Saya tidak setuju jika nilai investasiini digelembungkan pemegang saham untuk menutup kewajiban mereka kepada BNI.
Menurut hasil audit BNI, dana yang mengucur ke Brocolin Rp 170miliar. Benar?
Tidak benar. Saya bingung diberitakan Brocolin menerima Rp 170 miliar.Saya sudah suruh CFO saya memeriksanya. Saya juga langsung mintapembukuan Brocolin diaudit. Ternyata cuma masuk Rp 74 miliar. Ke mana larinya yang Rp 100 miliar, saya tidak tahu.
Masa Anda tidak tahu duit itu berasal dari L/C fiktif?
Saya sama sekali tidak tahu. Selama ini dana masuk melalui sistemperbankan. Sebelumnya, tidak ada indikasi ini dana aneh-aneh. Saya baru tahusetelah diberitakan media. Begitu membacanya, saya langsung telepon mereka.Adrian lagi di luar negeri. Erry juga. Saya tanya ini ada apa? Adrian bilang tidak tahu.
Apa langkah pemegang saham setelah kasus ini terbongkar?
Mereka berupaya menarik duit dari Brocolin. Mereka minta sayamentransfer sejumlah dana. Saya bilang tidak bisa, itu sudah dikunci dalamtime deposit. Mereka lalu mau bikin rapat umumpemegang saham untuk menggeser saya. Saya bilang setuju saja, asal dihadapan notaris dan polisi.
Anda kelihatan gelisah sekali.
Saya punya trauma. Dulu saya diceburin teman-teman. Masa, sekarang saya mesti diceburin lagi? Pemberitaan di media sudah sangat miring. Apa saya mesti terus bersalah karena masa lalu? Saya sudah berpengalaman dihakimi pers. Saya tegaskan, saya sama sekali tidak tahu-menahu soal L/C BNI. Saya sudah memberi keterangan kepada polisi, juga sudah bertemu Direktur Kepatuhan BNI, Pak Arsyad, beserta penasihat hukum BNI, Pak Soehandjono. Mereka mengakui saya memang tidak terlibat. n
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo