Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemecatan sembilan fungsionaris Partai Golkar membuat Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung harus siap membuka arsip lama. Selain menuntut Akbar ke pengadilan, mereka juga membuka masalah lama sang ketua umum: skandal Bulog II. Inilah skandal yang hampir saja mengirim Akbar ke balik jeruji besi. Bekas Ketua Himpunan Mahasiswa Islam itu dituding menggelapkan dana Bulog Rp 40 miliar. Namun pada Februari lalu Akbar dibebaskan oleh Mahkamah Agung, sedangkan Winfried Simatupang dan Dadang Ruskandar—dua terdakwa lain kasus ini—dihukum satu setengah tahun.
Wakil Ketua Departemen Budaya-Seni-Pariwisata Golkar Anton Lesiangi—salah satu pengurus Golkar yang dipecat—mengaku memiliki bukti pidana dan perdata yang kuat tentang keterlibatan Akbar. Dalam diskusi di kantor Tempo Kamis lalu, Anton membeberkan kesaksiannya.
Anda memiliki bukti yang belum terungkap soal keterlibatan Akbar Tandjung dalam kasus Bulog?
Saat itu Akbar masih menjadi Menteri Sekretaris Negara, sehingga kami (pengurus Golkar) setiap hari rapat di Kantor Sekretariat Negara. Nah, kebetulan, saat penyerahan cek Rp 40 miliar itu saya sedang berada di sana.
Apa yang Anda saksikan?
Di pengadilan Akbar berbohong. Dia mengaku (saat cek itu diserahkan) dia hanya berdiri dan melihat saja. Itu tidak benar. Dia yang mengambil (cek itu) lalu menyerahkan ke kepala tata usaha Kantor Setneg saat itu. Di pengadilan ada kuitansi-kuitansi atas nama Fadel Mohammad, M.S. Hidayat, dan Enggartiasto Lukita (pengurus Golkar lain pro-Akbar).
Anda melihat langsung?
Banyak pengurus Dewan Pimpinan Pusat Golkar yang ada di situ. Pak Joeslin Nasution (pengurus Golkar lain yang juga dipecat) juga pasti melihat. Jika nanti kasus ini kita perkarakan lagi, akan kuat karena kesaksian dua saja sudah cukup.
Betulkah uang itu kemudian dibagi-bagikan kepada pengurus Golkar lain?
Isunya kenceng sekali beredar. Sejumlah pengurus Golkar menerima Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar (Anton menyebut beberapa nama). Ada pengurus Golkar yang tidak punya bisnis tetapi bisa beli rumah di Pondok Indah dan beli mobil mewah yang harganya di atas Rp 1 miliar.
Anda menyaksikan uang itu dibagi-bagi?
Bahwa uang itu dibagi saya tidak lihat langsung. Tetapi satu hal yang pasti tidak ada satu kuitansi pun yang menunjukkan uang itu diberikan ke Partai Golkar. Jadi, Partai pasti selamat.
Jadi, Winfried Simatupang dan Dadang Ruskandar dikorbankan?
Mereka memang mau pasang badan. Tapi sekarang di penjara mereka hidup seperti dalam hotel. Kamarnya ber-AC dan bisa makan enak karena tukang masaknya spesial dari Hong Kong—seorang tahanan kasus narkoba. Tetapi mereka harus bayar mahal. Setiap bulan satu orang harus membayar Rp 2 juta untuk kamar dan Rp 1 juta untuk makan.
Bagaimana Anda bisa tahu?
Saya punya kenalan seorang pengusaha yang menjadi tahanan satu blok dengan mereka. Bahkan, saat kenalan saya ini bertanya bagaimana mereka membiayai hotel prodeo yang mewah itu, mereka mengaku, "O, jelas dong.... Akbar mesti membayar ini, saya sudah pasang badan buat dia."
Apakah berarti Mahkamah Agung kurang jeli dalam memutuskan kasus ini?
Sebenarnya sejak di pengadilan tingkat pertama, hakimnya akan memutuskan agar Akbar segera masuk penjara. Tetapi, karena tekanan dari penguasa, akhirnya ditangguhkan. Nah, tekanan itu makin kuat di Mahkamah Agung, sehingga akhirnya dia bebas dari hukuman.
Anda baru mengungkap informasi itu sekarang, Anda tidak takut dituntut?
Semua itu memang ada risikonya. Tapi saya sudah siap menghadapi Akbar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo