Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sikapnya tenang, gaya bicaranya lurus tanpa sentakan dan nyaris membosankan. Tapi orang sepakat bahwa Akbar Tandjung seorang politisi ulung. Sebagai Ketua Umum Partai Golkar, ia mampu membawa partai itu memenangi pemilu, meski didahului hujan hujatan. Ia juga bisa bertahan dan kemudian lolos dari lubang pengadilan yang hampir membuat karier politiknya hancur. Bagai lampu, kariernya kadang meredup, namun tak pernah padam, dan tiba-tiba bersinar terang lagi.
Waktu juga akan mencatat, apakah Abang—demikian kader Partai Golkar menyapanya—akan terus lolos dari manuver yang penuh bahaya. Berikut gerakan manuver itu sampai gagalnya Koalisi Kebangsaan.
Keluar dari Kabinet Soeharto
Pada awal Mei 1998, tatkala kekuasaan Soeharto hampir ambruk, Akbar ikut bersama sejumlah menteri yang dipelopori Ginandjar Kartasasmita, keluar dari Kabinet Pembangunan VII. Saat itu Akbar adalah Menteri Sekretaris Negara. Pada 21 Mei 1998, pemerintah Orde Baru memang tumbang.
Menolak Pertanggungjawaban Habibie
Selasa, 19 Oktober 1999. Sidang MPR akhirnya menolak pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie. Selisih antara anggota MPR yang menerima dan yang menolak pertanggungjawaban kecil saja, 33 suara. Tepatnya, 355 suara menolak, 322 suara menerima, 9 abstain, dan 4 suara tidak sah, dari 690 suara yang ada.
Kala itu ramai dibicarakan bahwa kekalahan itu juga sebagian akibat manuver Akbar dan kelompoknya, antara lain Ade Komaruddin, yang condong menjagokan Megawati. ”Padahal, hasil rapat pimpinan Golkar 1999, Golkar sepakat mendukung Habibie,” kata Fahmi Idris, mantan fungsionaris Partai Golkar. Kelompok Akbar sendiri saat itu menolak tudingan menjadi penyebab kekalahan Habibie tersebut.
Mendukung Gus Dur, Kemudian Menjatuhkannya
Lewat Sidang Istimewa MPR, Juli 2001, pemerintah Abdurrahman Wahid jatuh. Lengsernya Gus Dur ini berawal dari dugaan keterlibatan Presiden dalam menggasak dana Yanatera Bulog Rp 35 miliar. DPR, yang sejak awal sering ”tersinggung” oleh pernyataan dan sepak terjang Gus Dur, akhirnya membentuk panitia khusus Buloggate. Keluarlah Memorandum I, II, hingga berujung pada penggulingan Gus Dur di Sidang Istimewa MPR. Motor gerakan DPR untuk lengsernya Gus Dur ini lazim dipanggil dengan sebutan ”para koboi Senayan”. Mayoritas mereka adalah kader Partai Golkar yang dekat dengan Akbar Tandjung. Padahal tadinya, bersama Poros Tengah, Partai Golkar juga merupakan partai yang ikut memenangkan Gus Dur setelah pertanggungjawaban Habibie ditolak.
Soal Pencalonan Wakil Presiden
Pada Sidang Istimewa MPR RI, 25 Juli 2001, Akbar mengajukan diri sebagai calon wakil presiden setelah Megawati terpilih menggantikan Gus Dur. ”Padahal, mayoritas partai tidak setuju karena kalah suara dibanding Poros Tengah,” kata Fahmi Idris. Benar saja, dalam kompetisinya dengan Hamzah Haz, Akbar kalah.
Setengah Hati Mendukung Pemenang Konvensi
Akbar mengikuti konvensi Partai Golkar, tapi akhirnya dikalahkan Wiranto pada pemilihan terakhir 20 April lalu. Banyak pihak melihat karier politik Akbar akan segera berakhir. Apalagi saat itu ia kalah telak: 227 melawan 315 suara. Ternyata tidak. Akbar kembali berkibar setelah pada pemilu presiden putaran pertama, 5 Juli lalu, calon dari Partai Golkar, Wiranto, juga kandas.
Wiranto jelas kecewa setelah kalah, terutama karena ia melihat dukungan Partai Golkar pada saat kampanye begitu minim. Akbar dinilai tidak sepenuhnya mendukung Wiranto. Bahkan beredar cerita, anggota tim sukses Wiranto yang juga petinggi Golkar, Slamet Effendy Yusuf, sempat disemprot Akbar karena dianggap terlalu all out bekerja untuk Wiranto. Namun, Slamet sendiri menampik. ”Ah, enggak. Saya tak pernah mendapat teguran itu,” kata Slamet kepada Tempo beberapa waktu lalu.
Koalisi Kebangsaan Gagal
Akbar menjadi Ketua Koalisi Kebangsaan, gabungan partai politik besar yang mendukung pasangan Mega-Hasyim. Ternyata koalisi ini gagal. Bahkan, di kantong Golkar sendiri, massa tidak mendukung Mega-Hasyim.
Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo