Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

"bila teknologi menjamah kodrat"

Genetic engineering technology (genentech), sebuah perusahaan yang bergerak di lapangan genetika. fokus usaha genentech ialah teknik yang dinamakan "rekomendasi" dna. (sel)

13 Maret 1982 | 00.00 WIB

"bila teknologi menjamah kodrat"
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DARI luar, tak ada yang istimwa pada bangunan bekas gudang itu. Tapi bila kita masuk ke dalam, segera tampak paruk-pikuk yang mendekati kebisingan pasar. Para pekerja hilir-mudik menyandang bor dan gergaji. Di beberapa tempat terpasang tangga, menggapai langit-langit yang penuh lubang menganga. Skema dan cetak biru bertempelan di dinding. Suara pukulan martil terdengar di mana-mana. Udara penuh semangat, optimisme, dan ambisi. Terletak di antara bandar udara dan Teluk San Fransisco, bekas gudang ini adalah kantor pusat Genentech --Genetic Engineering Technology-sebuah "perusahaan" yang bergerak di lapangan genetika. Mungkin terdengar aneh bagi telinga kita. Namun begitulah adanya. Enam tahun lalu, Genentech hanyalah sebuah gagasan, dengan modal untung-untungan sekitar US$ 100 ribu. "Kini ia mempekerjakan ilmuwan dari seluruh penjuru dunia, dalam kombinasi semangat perguruan tinggi dan bisnis serta citra industri era baru," tulis majalah Quest. Hingga akhir 1980 saja, Genentech sudah melibatkan sirkulasi uang sebesar US$ 65 juta. Fokus usaha Genentech ialah teknik yang dinamakan "rekombinasi DNA". Setiap sel hidup, entahberupa bakteri atau sel pankreas manusia, mengandung serat DNA terpadu yang bertanggungjawab atas identitas genetika sel tersebut. Ia juga berfungsi menentukan kemampuan dan peranannya yang khusus, baik dalam mengolah protein maupun unsur lain. Hingga beberapa tahun lalu manusia belum berhasil mencampuri "permainan alam" ini, yang menentukan identitas dan kemampuannya secara tak terbantah. Dalam beberapa hal, para ahli memang boleh menepuk dada. Mereka sanggup memilih dan menernakkan jenis hewan maupun tumbuhan , bermutu. Mereka sanggup "memaksa " mikroorganisme tunduk kepada keperluan tertentu, misalnya dalam pembuatan roti dan anggur, yoghurt dan asam-asaman. Mereka bahkan berhasil menemukan berbagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Tapi sementara itu apa yang dinamakan DNA tetap tinggal misteri. KINI segalanya telah berubah. Selama 11 tahun terakhir, para peneliti seperti Herb Boyer--satu dari dua pendiri Genentech-telah mempelajari cara untuk campur tangan dalam proses "penciptaan" itu. Sekarang mereka dapat memindahmindahkan bagian DNA dari jenis organisme tertentu ke jenis organisme lain. Dari sebuah organisme yang kompleks, mereka dapat mengambil sebuah susunan kimiawi--misalnya pembuatan protein tertentu--kemudian memaksanya bekerja di lingkungan yang sama sekali baru, misalnya pada jenis bakteri dengan kemampuan duplikasi yang tinggi. Teknologi rekombinasi DNA telah membuka pelbagai kemungkinan baru yang menakjubkan. Sejumlah kemungkinan itu kini sudah menjadi kenyataan. Sebagian lagi dalam proses mendapatkan paten. "Bila semuanya berjalan lancar," tulis Quest, "akan banyak tugas yang bisa diberikan kepada bakteri." Umpamanya: "membersihkan alkohol, memproduksikan protein dari bahan makanan, dan menarik logam dari bijih besi berkadar rendah." Penemuan ini akan meliputi bahan bakar baru, varietas baru pelbagai tumbuh-tumbuhan serta biji-bijian yang tak memerlukan pupuk karena "mencampur" sendiri nitrogennya dari udara. Di atas segala-galanya, teknologi ini menciptakan proses yang baru dan murah, baik untuk riset maupun keperluan pengobatan. Dalam usaha besar inilah Genentech melibatkan diri. Nilai potensialnya sukar ditebak. Ambillah umpamanya "kasus" somatosttin, hormon yang terlibat mengontrol produksi insulin dan hormon pertumbuhan. Pada 1971, tatkala somatostatin pertama kali ditemukan, diperlukan hampir setengah juta otak domba hanya untuk mendapatkan 5 miligram hormon tersebut. Kini Genentech menghasilkan takaran yang sama melalui hanya dua galon "kaldu" bakteri yang sudah dimodifikasikan secara genetikal. Contoh yang lain bisa dilihat pada hormon pertumbuhan, yang sangat dibutuhkan untuk mencegah kecebolan. Biasanya hormon ini diproduksikan dengan biaya luar biasa mahal-dengan jalan memanfaatkan mayat manusia. Sekarang, dengan mengerahkan bakteri, Genentech menciptakannya hanya dalam waktu 36 jam, dengan tekanan ongkos produksi yang cukup rendah. Demikian pula halnya dengan insulin, yang selama ini diambil dari babi dan lembu, dan yang menimbulkan reaksi alergik pada kurang lebih 5% penderita diabetes. Beberapa tahun terakhir ini Genentech sudah berhasil memproduksikan insulin yang berasal dari jasad manusia, dengan biaya murah dan jumlah besar. Dari segi bisnis, apakah sesungguhnya arti semua kegiatan ini? Sebuah buku yang terbit belum lama berselang sudah berbicara mengenai "harga pasaran umum" pelbagai hormon dan enzim, yang pada suatu saat di masa depan tergantung di tangan Genentech. Bradykinin, sejenis hormon yang berhubungan dengan peradangan dan rasa sakit, ditaksir akan berharga US$ 12 ribu pergram. Sejenis hormon lain, yang mujarab mengontrol kesuburan perempuan, diduga akan berharga US$ 4,8 juta per gram. Dan prolaclin, unsur yang bertanggungjawab dalam menghasilkan susu, bahkan mencapai harga US$ 17,5 juta per gram. Keajaiban teknologi itu kini dinamakan "alkimia biologi". Dari padanya perusahaan-perusahaan semacam Genentech mengeduk keuntungan tak kepalang tanggung. Tim "eksekutif" Genentech sekaligus berstatus pemegang saham dan ilmuwan riset. Semuanya muda dan bersemangat. Beberapa di antara mereka bahkan baru saja melampaui masa magang. Celanajean dan kemeja kotak-kotak mereka lebih mengesankan suasana universitas, ketimbang kantor dagang yang sedang berkembang subur. "Beberapa di antara kapitalis muda ini adalah emigran, atau putra-putra karyawan kerah biru," tulis majalah Time, 15 Februari 1982. Memang terdapat juga di antaranya sejumlah anak kalangan terkemuka dan berada. Ketika Genentech mulai melancarkan usahanya, 1976, produksi obatobat potensial memang sedang menjanjikan pasar yang cerah. Ketika itulah perusahaan-perusahaan farmasi, seperti dikatakan Robert J. Byrnes, wakil direktur pemasaran Genentech, "mengelu-elukan teknologi lebih bersemangat ketimbang industri lainnya." KERJASAMA menggalang Genentech mungkin bisa dilukiskan melalui "trio" Roberto Crea, David Goeddel dan Mike Ross, tiga ilmuwan yang memainkan peranan sangat penting dalam proyek ini. Berbeda dalam temperamen, tapi mereka selalu tampil sebagai tim yang padu. Kimiawan Crea bertugas menggabungkan urutan khas material genetika tertentu. Ahli biologi molekul Goeddel menanamkannya pada bakteri. Dan Ross mengakhiri proses ini dengan memisahkan genus asng yang muncul dari padanya. Bagian terpenting proses ini mungkin berada di tangan Crea. Meski secara konsepsional peranannya dapat diibaratkan "tukang jahit" yang bertugas merangkai genus tertentu, Crea memandang dirinya sendiri seorang koki kepala. "Seorang kimiawan adalah juru masak yang pandai," katanya bagai memuaskan diri sendiri. Dengan rambutnya yang keriting dan perawakannya yang kokoh-apalagi asal-usulnya yang Italia-sungguh mudah membayangkan Crea dalam pakaian juru masak. Kadang-kadang ia tampak lebih pantas berbicara perkara saus tomat ketimbang ihwal yenu, yang musykil-pelik. Untuk menciptakan yenu yang diinginkan, Crea menyimpan dalam lemari esnya sekitar 20 ikat bahan sejenis DNA yang diberi nama codon. Setiap codon mengandung tiga nucleotido, bagian paling penting bagi menciptakan molekul genetika. Tiap pasangan dari tiga codon memproduksi 20 asam amino yang, dengan berbagai kombinasi, menciptakan protein dan peptida produksi sel. Penggunaan codon yang terdiri dari tiga bagian ini rherupakan langkah maju dalam sintese genus. Sebelumnya, molekul sintetis membangun satu, atau mungkin dua, nucleotido dalam waktu yang bersamaan. Prosesnya lebih rumit, dan melibatkan lehih hank reaksi kimia. DENGAN menciptakan genus secara kimiawi, menyimpang dari kebiasaan mendapatkannya secara alami, Crea dapat menentukan susunan yang diinginkannya. la berani mengatakan dapat membuat yenus yang kecil hanya dalam beberapa bulan. "Saya sendiri terpesona pada kemampuan yang bisa dicapai bakteri," katanya. Pada tingkat ini pula keahlian David Goeddel mulai memainkan peranan. Sebab, bakteri itu tak mampu berbuat apa-apa sebelum genus sintetik Crea ditanamkan padanya. Goeddel, langsing dan pendiam, sosok dan sifat yang cocok dengan kegemarannya mendaki gunung dan cadas, adalah ilmuwan pertama yang mendirikan "bengkel" di gudang yang kemudian berubah menjadi pusat kegiatan Genentech itu. Dia pula"pawang" perusahaan itu dalam menembakkan molekul DNA ke dalam bakteri, sehingga yang terakhir ini dapat bekerja sesuai dengan rencana. "Pada mulanya," kata Goeddel, "mengambil DNA dan merakitnya ke dalam genus yang aktif merupakan pekerjaan sulit luas biasa." Tapi kini, ujarnya menambahkan, "pekerjaan itu sangat sederhana." Pengantar yang digunakan Goeddel memindahkan genus baru ke dalam bakteri ialah serangkaian DNA yang dinamakan plasmid. Dibandingkan dengan serat DNA yang lebih besar, yang merupakan basis sentral dan sumber informasi genetika di dalam bakteri plasmid relatif lebih pendek dan sederhana. Ia dapat melakukan reproduksi terpisah dari serat DNA. Kenyataan ini membuat plasmid lebih mudah diperoleh ketimbang material genetiha lainnya. Untuk menyisipkan yenus asing ke dalam plasmid, ilmuwan seperti Goeddel membuka plasmid tersebut dengan sejenis enzim. Ia memotong spiral ganda palsmid secara teratur. Sejenis segmen asing DNA kemudian dimasukkan, dan bakteri mulai bekerja memenuhi "pesanan" para perancang. Bakteri yang kodratnya membelah diri setiap 20 menit, dan membiak berjuta-juta hanya dalam satu malam itu, sekarang ditugaskan menernakkan genus asing hingga misalnya bisa menghasilkan protein dalam jumlah yang diinginkan. Scsudah itu barulah sampai pada tahap ketiga--tahap yang paling tidak menarik barangkali, tapi justru paling menentukan sukses atau tidaknya Genentech. Tak lain karena sesudah Goeddel "membujuk" sang bakteri untuk menghasilkan protein, Mike Ross harus berjuang untuk menarik protein keluar dari "sarang" bakteri, dan mengolahnya dalam bentuk murni sesuai dengan keperluan pengobatan. Mengolah seperti itu bukan tugas yang mudah. Ross bukan saja mesti berurusan dengan cairan kental tapi harus dengan lihai menghindari sistem kerja bakteri itu sendiri yang bisa menjurus ke arah penghancuran genus asing yang diciptakannya. Memang, selalu ada kemungkinan gagal pada saat-saat kegiatan "ilmiah " Ross diperkirakan selesai dan diharapkan sukses. Seperti kata Mike Ross, "Ini bukan bidang yang sudah rapi digarap." Bagi Crea, Goeddel dan Ross, kemajuan yang mereka capai di Genentech hampir melebihi prestasi yang diperoleh melalui riset universitas. Mungkin Crea paling merasakan keuntungan ini. Ia belajar di Italia, dan sempat bekerja beberapa tahun di Eropa. "Secara teoritis," katanya, "ilmuwan Eropa mampu melakukan pekerjaan ini. "Tapi "mereka jarang mau bekerja sama. Sebagian besar lebih suka mendekam dalam laboratorium pribadi, enggan terlibat dalam tukar-menukar gagasan." Crea terpikat pada semangat "petualangan" yang dirasakannya di Amerika. "Di sini banyak orang memilikigagasan yang hebat dan gila," katana Dan mereka percaya pada kemajuan." Sejarah ingkat Cenentech mnunjang komentar Crea. Tiga tahun yang lalu masih banyak tokoh berpengaruh Amerika menghimbau penghentian semua riset "tambal sulam genus. Beberapa ilmuwan terkemuka negeri tersebut bahkan khawatir akan bahaya yang dimungkinkan percobaan itu. "Kini, masa keragu-raguan itu sudah lampau," tulis Quest. Hampir dari segala penjuru datang perhatian tidak hanya menyangkut segi ilmunya, melainkan juga segi bisnisnya yang diramalkan bakal merupakan "tambang emas." Membicarakan asal-muasal Genentech, tersebutlah Robert Swanson, seorang pengamat teknologi (kini 34 tahun) yang ingin melibatkan diri ke dalam kalangan penanam modal di wilayah Pantai Barat. Ia mendatangi Herb Boyer, tokoh riset biologi terkemuka Medical Center Universitas California di San Francisco, dan mengemukakan gagasan mengkomersialkan teknik rekombinasi DNA. Boyer tertarik. Maka mulailah "bisnis" secara kecil-kecilan. Mula-mula mereka mengikatkan diri dengan berbagai tim universitas, dan bekerja dalam laboratorium perguruan tinggi yang dikontrak. Sekarang, meski hubungan erat dengan kalangan akademis masih dipelihara, cara kerja Genentech sudah banyak berubah. Kemajuan yang dicapai cukup banyak. Mereka sudah memproduksikan somastotin, hormon manusiawi pertamayang diciptakan melalui bakteri. Demikian pula insulin yang berasal dari jasad manusia, hormon pertumbuhan, dan akhir-akhir ini sejenis stimulan sistem kekebalan yang dinamakan thymosin alpha-1. "Tujuan kami ialah sebuah perusahaan terpadu yang bebas, mulai dari riset pengembangan, pembuatan, sampai pada pemasaran," kata Byrnes. Sudah ada gagasan untuk meluaskan produksi perusahaan tersebut hingga menjangkau lapangan pertanian dan proyek energi. Tapi sekarang ini Genentech mulai mendapat saingan. Berbagai perusahaan bergerak ke arah bisnis yang ternyata bisa mengeduk untung besar itu. Industri raksasa seperti Eli Lilly, Merek, Upjohn dan Du Pont, tak tinggal diam. Mereka mulai melengkapi laboratorium, dan "berburu''mencari para ilmuwan jempolan. Sebagai perusahaan baru, di samping Genentech saja sudah berdiri tiga saingan: Cetus di Berkeley, Genex di Maryland, dan Biogen di Swiss. Malahan "kami segera akan menjadi yang terbesar " kata Peter J. Farley, fisikawan yang kini menjadi Dirut Cetus. Umur perusahaan ini seimbang dengan Genentech. Di antara pendirinya terdapat Donald A. Glaser, fisikawan yang pernah menggondol Hadiah Nobel. Genex lebih terlibat pekerjaan kimiawi ketimbang farmasi. Ia mengembangkan mikroorganisme yang mampu menghasilkan kimiawi tertentu yang bisa dijual dengan harga murah. Produksinya merupakan bahan baku untuk pelbagai pabrik, yang kemudian menghasilkan barang siap pakai. BIOGEN bermarkas di Jenewa. Tapi kegiatannya banyak dilakukan di laboratorium Charles Weissmann di Universitas Zurich. Perusahaan ini didirikan beberapa guru besar univerisitas. Di antara mereka terdapat Walter Gilbert dari Harvard dan Philip A. Sharp dari MIT. Di Amrika sendiri, zaman seolaholah membuka pintu bagi sukses pengusaha muda. Robert Swanson, 34 tahun, termasuk dalam hitungan ini-dengan Genentech-nya. Bersama andil Herbert Boyer, saham Swanson dalam bisnis teknologi ini meliputi US$ 64 juta. Di samping itu terdapat nama-nama baru yang mencengangkan, menjangkau berbagai bidang usaha. Frederick W. Smith, 37 tahun, tampil dengan perusahaan angkutan Federal Express Corp. yang kini sudah bernilai US$ 600 juta. "Pasti sampai dalam satu malam," demikian bunyi iklan perusahaannya. Nolan K. Bushnell, 39 tahun, terkenal dengan usaha dan penemuan videogame, 1972. Ketika ia menjual perusahaanya Atari kepada Warner Communications, 1976, harganya mencapai US$ 28 juta. Ada pula Steven Jobs, 26 tahun, satu di antara pendiri Apple Computer. Kini drop out perguruan tinggi itu memiliki kekayaan US$ 149 juta. Secara tak langsung pengusaha-pengusaha muda ini menolong Amerika dari ancaman pengangguran. Menurut Stanley Pratt, redaktur Venture Capital Journal, rupa-rupa "bisnis kecil" itu menciptakan lowongan untuk 3 juta tenaga kerja selama scpuluh tahun terakhir. Tampaknya ada semangat pctualangan baru yang menggugah generasi muda Amerika ke dunia bisnis. Dalam hal ini, menurut beberapa pengamat, Eropa dan bahkan Jepang bisa ketinggalan kereta. Di Eropa, konon, dunia usaha sangat bersifat paterualistis. Sangat sedikit kesempaan yang terbuka untuk kalangan muda. Jepang memang unggul dalam produksi massal dan besar-besaran. Tapi akhir-akhir ini kurang terbuka bagi inisiatif individual. "Masyarakat Jepang sangat terorganisasi," kata Kenii Tamiya, Direktur Sony Corp. untuk Amerika. "Dalam jenis produksi baru, seperti kompuler pribadi, Amerika akan mencatat kemajuan besar." Sukses anak-anak muda Amerika ini tidak semata-mata disokong oleh backing yang kuat dan fasilitas yang ampuh. Ada yang memulai usahanya dengan lebih dulu menjual mobil sebagai modal pertama, lalu berkongsi dengan rekan setujuan. Itulah misalnya cara yang ditempuh Steven Jobs dan Stephen Woznhk, tatkala mereka sepakat mendirikan Apple Computer lima tahun lalu. OBS menjual VW mikrobusnya, Wozniak melego Hewlett-Packard-nya. Uang yang terkumpul tak lebih dari US$ 1.300. Kini, perusahaan mereka merupakan saingan keras dalam usaha komputer. Tahun lalu mereka meraih 22% dari hasil penjualan komputer pribadi di seluruh dunia, yang mencapai US$ 2,2 milyar. Dalam usahanya mengungguli kompetisi, Apple menggalakkan riset dan pengembangan. Pada 1979 mereka menyediakan dana US$ 3,6 juta untuk usaha tersebut. Tahun lalu dana itu ditingkatkan menjadi US$ 21 juta. Begitu pula kegiatan yang berlangsung di pelbagai kantor dagang generasi dan tipe baru ini. Bayangkan saja: "Selama 18 bulan terakhir, ratusan orang menjadi milyuner dan mutimilyuner," tulis Time. Sebagian besar terdiri dari anak muda, lulusan maupun drop out perguruan tinggi, yang mengkomersialkan teknologi dan memperdagangkan hasil kerja laboratorium. Para doktor dan profesor beralih menjadi Presdir dan Dirut. Dan sidang-sidang perusahaan kini tak lagi dihadiri para eksekutif berstelan jas dan berdasi. Tapi juga dalam celana jean dan kemeja longgar aneka warna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus