DARI luar, tak ada yang istimwa pada bangunan bekas gudang itu.
Tapi bila kita masuk ke dalam, segera tampak paruk-pikuk yang
mendekati kebisingan pasar.
Para pekerja hilir-mudik menyandang bor dan gergaji. Di beberapa
tempat terpasang tangga, menggapai langit-langit yang penuh
lubang menganga. Skema dan cetak biru bertempelan di dinding.
Suara pukulan martil terdengar di mana-mana. Udara penuh
semangat, optimisme, dan ambisi.
Terletak di antara bandar udara dan Teluk San Fransisco, bekas
gudang ini adalah kantor pusat Genentech --Genetic Engineering
Technology-sebuah "perusahaan" yang bergerak di lapangan
genetika. Mungkin terdengar aneh bagi telinga kita. Namun
begitulah adanya.
Enam tahun lalu, Genentech hanyalah sebuah gagasan, dengan modal
untung-untungan sekitar US$ 100 ribu. "Kini ia mempekerjakan
ilmuwan dari seluruh penjuru dunia, dalam kombinasi semangat
perguruan tinggi dan bisnis serta citra industri era baru,"
tulis majalah Quest. Hingga akhir 1980 saja, Genentech sudah
melibatkan sirkulasi uang sebesar US$ 65 juta.
Fokus usaha Genentech ialah teknik yang dinamakan "rekombinasi
DNA". Setiap sel hidup, entahberupa bakteri atau sel pankreas
manusia, mengandung serat DNA terpadu yang bertanggungjawab atas
identitas genetika sel tersebut. Ia juga berfungsi menentukan
kemampuan dan peranannya yang khusus, baik dalam mengolah
protein maupun unsur lain. Hingga beberapa tahun lalu manusia
belum berhasil mencampuri "permainan alam" ini, yang menentukan
identitas dan kemampuannya secara tak terbantah.
Dalam beberapa hal, para ahli memang boleh menepuk dada. Mereka
sanggup memilih dan menernakkan jenis hewan maupun tumbuhan ,
bermutu. Mereka sanggup "memaksa " mikroorganisme tunduk kepada
keperluan tertentu, misalnya dalam pembuatan roti dan anggur,
yoghurt dan asam-asaman. Mereka bahkan berhasil menemukan
berbagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Tapi sementara itu
apa yang dinamakan DNA tetap tinggal misteri.
KINI segalanya telah berubah. Selama 11 tahun terakhir, para
peneliti seperti Herb Boyer--satu dari dua pendiri
Genentech-telah mempelajari cara untuk campur tangan dalam
proses "penciptaan" itu.
Sekarang mereka dapat memindahmindahkan bagian DNA dari jenis
organisme tertentu ke jenis organisme lain. Dari sebuah
organisme yang kompleks, mereka dapat mengambil sebuah susunan
kimiawi--misalnya pembuatan protein tertentu--kemudian
memaksanya bekerja di lingkungan yang sama sekali baru, misalnya
pada jenis bakteri dengan kemampuan duplikasi yang tinggi.
Teknologi rekombinasi DNA telah membuka pelbagai kemungkinan
baru yang menakjubkan. Sejumlah kemungkinan itu kini sudah
menjadi kenyataan. Sebagian lagi dalam proses mendapatkan paten.
"Bila semuanya berjalan lancar," tulis Quest, "akan banyak tugas
yang bisa diberikan kepada bakteri." Umpamanya: "membersihkan
alkohol, memproduksikan protein dari bahan makanan, dan menarik
logam dari bijih besi berkadar rendah."
Penemuan ini akan meliputi bahan bakar baru, varietas baru
pelbagai tumbuh-tumbuhan serta biji-bijian yang tak memerlukan
pupuk karena "mencampur" sendiri nitrogennya dari udara. Di atas
segala-galanya, teknologi ini menciptakan proses yang baru dan
murah, baik untuk riset maupun keperluan pengobatan.
Dalam usaha besar inilah Genentech melibatkan diri. Nilai
potensialnya sukar ditebak. Ambillah umpamanya "kasus"
somatosttin, hormon yang terlibat mengontrol produksi insulin
dan hormon pertumbuhan.
Pada 1971, tatkala somatostatin pertama kali ditemukan,
diperlukan hampir setengah juta otak domba hanya untuk
mendapatkan 5 miligram hormon tersebut. Kini Genentech
menghasilkan takaran yang sama melalui hanya dua galon "kaldu"
bakteri yang sudah dimodifikasikan secara genetikal.
Contoh yang lain bisa dilihat pada hormon pertumbuhan, yang
sangat dibutuhkan untuk mencegah kecebolan. Biasanya hormon ini
diproduksikan dengan biaya luar biasa mahal-dengan jalan
memanfaatkan mayat manusia. Sekarang, dengan mengerahkan
bakteri, Genentech menciptakannya hanya dalam waktu 36 jam,
dengan tekanan ongkos produksi yang cukup rendah.
Demikian pula halnya dengan insulin, yang selama ini diambil
dari babi dan lembu, dan yang menimbulkan reaksi alergik pada
kurang lebih 5% penderita diabetes. Beberapa tahun terakhir ini
Genentech sudah berhasil memproduksikan insulin yang berasal
dari jasad manusia, dengan biaya murah dan jumlah besar.
Dari segi bisnis, apakah sesungguhnya arti semua kegiatan ini?
Sebuah buku yang terbit belum lama berselang sudah berbicara
mengenai "harga pasaran umum" pelbagai hormon dan enzim, yang
pada suatu saat di masa depan tergantung di tangan Genentech.
Bradykinin, sejenis hormon yang berhubungan dengan peradangan
dan rasa sakit, ditaksir akan berharga US$ 12 ribu pergram.
Sejenis hormon lain, yang mujarab mengontrol kesuburan
perempuan, diduga akan berharga US$ 4,8 juta per gram. Dan
prolaclin, unsur yang bertanggungjawab dalam menghasilkan susu,
bahkan mencapai harga US$ 17,5 juta per gram. Keajaiban
teknologi itu kini dinamakan "alkimia biologi". Dari padanya
perusahaan-perusahaan semacam Genentech mengeduk keuntungan tak
kepalang tanggung.
Tim "eksekutif" Genentech sekaligus berstatus pemegang saham dan
ilmuwan riset. Semuanya muda dan bersemangat. Beberapa di antara
mereka bahkan baru saja melampaui masa magang.
Celanajean dan kemeja kotak-kotak mereka lebih mengesankan
suasana universitas, ketimbang kantor dagang yang sedang
berkembang subur. "Beberapa di antara kapitalis muda ini adalah
emigran, atau putra-putra karyawan kerah biru," tulis majalah
Time, 15 Februari 1982. Memang terdapat juga di antaranya
sejumlah anak kalangan terkemuka dan berada.
Ketika Genentech mulai melancarkan usahanya, 1976, produksi
obatobat potensial memang sedang menjanjikan pasar yang cerah.
Ketika itulah perusahaan-perusahaan farmasi, seperti dikatakan
Robert J. Byrnes, wakil direktur pemasaran Genentech,
"mengelu-elukan teknologi lebih bersemangat ketimbang industri
lainnya."
KERJASAMA menggalang Genentech mungkin bisa dilukiskan melalui
"trio" Roberto Crea, David Goeddel dan Mike Ross, tiga ilmuwan
yang memainkan peranan sangat penting dalam proyek ini. Berbeda
dalam temperamen, tapi mereka selalu tampil sebagai tim yang
padu.
Kimiawan Crea bertugas menggabungkan urutan khas material
genetika tertentu. Ahli biologi molekul Goeddel menanamkannya
pada bakteri. Dan Ross mengakhiri proses ini dengan memisahkan
genus asng yang muncul dari padanya.
Bagian terpenting proses ini mungkin berada di tangan Crea.
Meski secara konsepsional peranannya dapat diibaratkan "tukang
jahit" yang bertugas merangkai genus tertentu, Crea memandang
dirinya sendiri seorang koki kepala. "Seorang kimiawan adalah
juru masak yang pandai," katanya bagai memuaskan diri sendiri.
Dengan rambutnya yang keriting dan perawakannya yang
kokoh-apalagi asal-usulnya yang Italia-sungguh mudah
membayangkan Crea dalam pakaian juru masak.
Kadang-kadang ia tampak lebih pantas berbicara perkara saus
tomat ketimbang ihwal yenu, yang musykil-pelik.
Untuk menciptakan yenu yang diinginkan, Crea menyimpan dalam
lemari esnya sekitar 20 ikat bahan sejenis DNA yang diberi nama
codon. Setiap codon mengandung tiga nucleotido, bagian paling
penting bagi menciptakan molekul genetika. Tiap pasangan dari
tiga codon memproduksi 20 asam amino yang, dengan berbagai
kombinasi, menciptakan protein dan peptida produksi sel.
Penggunaan codon yang terdiri dari tiga bagian ini rherupakan
langkah maju dalam sintese genus. Sebelumnya, molekul sintetis
membangun satu, atau mungkin dua, nucleotido dalam waktu yang
bersamaan. Prosesnya lebih rumit, dan melibatkan lehih hank
reaksi kimia.
DENGAN menciptakan genus secara kimiawi, menyimpang dari
kebiasaan mendapatkannya secara alami, Crea dapat menentukan
susunan yang diinginkannya. la berani mengatakan dapat membuat
yenus yang kecil hanya dalam beberapa bulan. "Saya sendiri
terpesona pada kemampuan yang bisa dicapai bakteri," katanya.
Pada tingkat ini pula keahlian David Goeddel mulai memainkan
peranan. Sebab, bakteri itu tak mampu berbuat apa-apa sebelum
genus sintetik Crea ditanamkan padanya.
Goeddel, langsing dan pendiam, sosok dan sifat yang cocok dengan
kegemarannya mendaki gunung dan cadas, adalah ilmuwan pertama
yang mendirikan "bengkel" di gudang yang kemudian berubah
menjadi pusat kegiatan Genentech itu. Dia pula"pawang"
perusahaan itu dalam menembakkan molekul DNA ke dalam bakteri,
sehingga yang terakhir ini dapat bekerja sesuai dengan rencana.
"Pada mulanya," kata Goeddel, "mengambil DNA dan merakitnya ke
dalam genus yang aktif merupakan pekerjaan sulit luas biasa."
Tapi kini, ujarnya menambahkan, "pekerjaan itu sangat
sederhana."
Pengantar yang digunakan Goeddel memindahkan genus baru ke dalam
bakteri ialah serangkaian DNA yang dinamakan plasmid.
Dibandingkan dengan serat DNA yang lebih besar, yang merupakan
basis sentral dan sumber informasi genetika di dalam bakteri
plasmid relatif lebih pendek dan sederhana. Ia dapat melakukan
reproduksi terpisah dari serat DNA. Kenyataan ini membuat
plasmid lebih mudah diperoleh ketimbang material genetiha
lainnya.
Untuk menyisipkan yenus asing ke dalam plasmid, ilmuwan seperti
Goeddel membuka plasmid tersebut dengan sejenis enzim. Ia
memotong spiral ganda palsmid secara teratur. Sejenis segmen
asing DNA kemudian dimasukkan, dan bakteri mulai bekerja
memenuhi "pesanan" para perancang.
Bakteri yang kodratnya membelah diri setiap 20 menit, dan
membiak berjuta-juta hanya dalam satu malam itu, sekarang
ditugaskan menernakkan genus asing hingga misalnya bisa
menghasilkan protein dalam jumlah yang diinginkan. Scsudah itu
barulah sampai pada tahap ketiga--tahap yang paling tidak
menarik barangkali, tapi justru paling menentukan sukses atau
tidaknya Genentech. Tak lain karena sesudah Goeddel "membujuk"
sang bakteri untuk menghasilkan protein, Mike Ross harus
berjuang untuk menarik protein keluar dari "sarang" bakteri, dan
mengolahnya dalam bentuk murni sesuai dengan keperluan
pengobatan.
Mengolah seperti itu bukan tugas yang mudah. Ross bukan saja
mesti berurusan dengan cairan kental tapi harus dengan lihai
menghindari sistem kerja bakteri itu sendiri yang bisa menjurus
ke arah penghancuran genus asing yang diciptakannya. Memang,
selalu ada kemungkinan gagal pada saat-saat kegiatan "ilmiah "
Ross diperkirakan selesai dan diharapkan sukses. Seperti kata
Mike Ross, "Ini bukan bidang yang sudah rapi digarap."
Bagi Crea, Goeddel dan Ross, kemajuan yang mereka capai di
Genentech hampir melebihi prestasi yang diperoleh melalui riset
universitas. Mungkin Crea paling merasakan keuntungan ini. Ia
belajar di Italia, dan sempat bekerja beberapa tahun di Eropa.
"Secara teoritis," katanya, "ilmuwan Eropa mampu melakukan
pekerjaan ini. "Tapi "mereka jarang mau bekerja sama. Sebagian
besar lebih suka mendekam dalam laboratorium pribadi, enggan
terlibat dalam tukar-menukar gagasan."
Crea terpikat pada semangat "petualangan" yang dirasakannya di
Amerika. "Di sini banyak orang memilikigagasan yang hebat dan
gila," katana Dan mereka percaya pada kemajuan."
Sejarah ingkat Cenentech mnunjang komentar Crea. Tiga tahun
yang lalu masih banyak tokoh berpengaruh Amerika menghimbau
penghentian semua riset "tambal sulam genus. Beberapa ilmuwan
terkemuka negeri tersebut bahkan khawatir akan bahaya yang
dimungkinkan percobaan itu.
"Kini, masa keragu-raguan itu sudah lampau," tulis Quest. Hampir
dari segala penjuru datang perhatian tidak hanya menyangkut segi
ilmunya, melainkan juga segi bisnisnya yang diramalkan bakal
merupakan "tambang emas."
Membicarakan asal-muasal Genentech, tersebutlah Robert Swanson,
seorang pengamat teknologi (kini 34 tahun) yang ingin melibatkan
diri ke dalam kalangan penanam modal di wilayah Pantai Barat. Ia
mendatangi Herb Boyer, tokoh riset biologi terkemuka Medical
Center Universitas California di San Francisco, dan mengemukakan
gagasan mengkomersialkan teknik rekombinasi DNA.
Boyer tertarik. Maka mulailah "bisnis" secara kecil-kecilan.
Mula-mula mereka mengikatkan diri dengan berbagai tim
universitas, dan bekerja dalam laboratorium perguruan tinggi
yang dikontrak. Sekarang, meski hubungan erat dengan kalangan
akademis masih dipelihara, cara kerja Genentech sudah banyak
berubah.
Kemajuan yang dicapai cukup banyak. Mereka sudah memproduksikan
somastotin, hormon manusiawi pertamayang diciptakan melalui
bakteri. Demikian pula insulin yang berasal dari jasad manusia,
hormon pertumbuhan, dan akhir-akhir ini sejenis stimulan sistem
kekebalan yang dinamakan thymosin alpha-1.
"Tujuan kami ialah sebuah perusahaan terpadu yang bebas, mulai
dari riset pengembangan, pembuatan, sampai pada pemasaran," kata
Byrnes. Sudah ada gagasan untuk meluaskan produksi perusahaan
tersebut hingga menjangkau lapangan pertanian dan proyek energi.
Tapi sekarang ini Genentech mulai mendapat saingan. Berbagai
perusahaan bergerak ke arah bisnis yang ternyata bisa mengeduk
untung besar itu. Industri raksasa seperti Eli Lilly, Merek,
Upjohn dan Du Pont, tak tinggal diam. Mereka mulai melengkapi
laboratorium, dan "berburu''mencari para ilmuwan jempolan.
Sebagai perusahaan baru, di samping Genentech saja sudah berdiri
tiga saingan: Cetus di Berkeley, Genex di Maryland, dan Biogen
di Swiss. Malahan "kami segera akan menjadi yang terbesar " kata
Peter J. Farley, fisikawan yang kini menjadi Dirut Cetus. Umur
perusahaan ini seimbang dengan Genentech. Di antara pendirinya
terdapat Donald A. Glaser, fisikawan yang pernah menggondol
Hadiah Nobel.
Genex lebih terlibat pekerjaan kimiawi ketimbang farmasi. Ia
mengembangkan mikroorganisme yang mampu menghasilkan kimiawi
tertentu yang bisa dijual dengan harga murah. Produksinya
merupakan bahan baku untuk pelbagai pabrik, yang kemudian
menghasilkan barang siap pakai.
BIOGEN bermarkas di Jenewa. Tapi kegiatannya banyak dilakukan di
laboratorium Charles Weissmann di Universitas Zurich. Perusahaan
ini didirikan beberapa guru besar univerisitas. Di antara mereka
terdapat Walter Gilbert dari Harvard dan Philip A. Sharp dari
MIT.
Di Amrika sendiri, zaman seolaholah membuka pintu bagi sukses
pengusaha muda. Robert Swanson, 34 tahun, termasuk dalam
hitungan ini-dengan Genentech-nya. Bersama andil Herbert Boyer,
saham Swanson dalam bisnis teknologi ini meliputi US$ 64 juta.
Di samping itu terdapat nama-nama baru yang mencengangkan,
menjangkau berbagai bidang usaha. Frederick W. Smith, 37 tahun,
tampil dengan perusahaan angkutan Federal Express Corp. yang
kini sudah bernilai US$ 600 juta. "Pasti sampai dalam satu
malam," demikian bunyi iklan perusahaannya.
Nolan K. Bushnell, 39 tahun, terkenal dengan usaha dan penemuan
videogame, 1972. Ketika ia menjual perusahaanya Atari kepada
Warner Communications, 1976, harganya mencapai US$ 28 juta. Ada
pula Steven Jobs, 26 tahun, satu di antara pendiri Apple
Computer. Kini drop out perguruan tinggi itu memiliki kekayaan
US$ 149 juta.
Secara tak langsung pengusaha-pengusaha muda ini menolong
Amerika dari ancaman pengangguran. Menurut Stanley Pratt,
redaktur Venture Capital Journal, rupa-rupa "bisnis kecil" itu
menciptakan lowongan untuk 3 juta tenaga kerja selama scpuluh
tahun terakhir.
Tampaknya ada semangat pctualangan baru yang menggugah generasi
muda Amerika ke dunia bisnis. Dalam hal ini, menurut beberapa
pengamat, Eropa dan bahkan Jepang bisa ketinggalan kereta. Di
Eropa, konon, dunia usaha sangat bersifat paterualistis. Sangat
sedikit kesempaan yang terbuka untuk kalangan muda.
Jepang memang unggul dalam produksi massal dan besar-besaran.
Tapi akhir-akhir ini kurang terbuka bagi inisiatif individual.
"Masyarakat Jepang sangat terorganisasi," kata Kenii Tamiya,
Direktur Sony Corp. untuk Amerika. "Dalam jenis produksi baru,
seperti kompuler pribadi, Amerika akan mencatat kemajuan besar."
Sukses anak-anak muda Amerika ini tidak semata-mata disokong
oleh backing yang kuat dan fasilitas yang ampuh. Ada yang
memulai usahanya dengan lebih dulu menjual mobil sebagai modal
pertama, lalu berkongsi dengan rekan setujuan. Itulah misalnya
cara yang ditempuh Steven Jobs dan Stephen Woznhk, tatkala
mereka sepakat mendirikan Apple Computer lima tahun lalu.
OBS menjual VW mikrobusnya, Wozniak melego Hewlett-Packard-nya.
Uang yang terkumpul tak lebih dari US$ 1.300. Kini, perusahaan
mereka merupakan saingan keras dalam usaha komputer. Tahun lalu
mereka meraih 22% dari hasil penjualan komputer pribadi di
seluruh dunia, yang mencapai US$ 2,2 milyar.
Dalam usahanya mengungguli kompetisi, Apple menggalakkan riset
dan pengembangan. Pada 1979 mereka menyediakan dana US$ 3,6
juta untuk usaha tersebut. Tahun lalu dana itu ditingkatkan
menjadi US$ 21 juta.
Begitu pula kegiatan yang berlangsung di pelbagai kantor dagang
generasi dan tipe baru ini. Bayangkan saja: "Selama 18 bulan
terakhir, ratusan orang menjadi milyuner dan mutimilyuner,"
tulis Time. Sebagian besar terdiri dari anak muda, lulusan
maupun drop out perguruan tinggi, yang mengkomersialkan
teknologi dan memperdagangkan hasil kerja laboratorium.
Para doktor dan profesor beralih menjadi Presdir dan Dirut. Dan
sidang-sidang perusahaan kini tak lagi dihadiri para eksekutif
berstelan jas dan berdasi. Tapi juga dalam celana jean dan
kemeja longgar aneka warna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini