Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Masih di Atas Awan

Harga kebutuhan pokok bisa turun 3-10 persen. Pungutan liar masih menjadi ganjalan.

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ruang pertemuan di Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa siang pekan lalu, penuh sesak. Seratusan veteran bersilaturahmi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan sejumlah menteri. Para mantan pejuang itu dengan saksama mendengarkan pidato Presiden soal perekonomian.

Ada nuansa kecewa saat Presiden menyinggung penurunan harga bahan bakar minyak tiga kali dan kaitannya dengan harga barang kebutuhan pokok yang belum juga turun signifikan. "Pengusaha harus punya hati untuk menyesuaikan harganya," kata Presiden. "Cost of production sudah turun, tapi pura-pura tidak tahu dan tetap mempertahankan harga lama," ujarnya menambahkan.

Kegundahan Presiden bisa dimaklumi. Pemerintah sudah dua kali menurunkan harga bensin, pada 1 Desember dan 15 Desember, masing-masing Rp 500 per liter, dan satu kali penurunan harga solar, Rp 700, pada 15 Desember. Ternyata keputusan pemerintah itu tidak mampu mendorong penurunan harga bahan kebutuhan pokok dan ongkos transportasi yang signifikan (lihat grafis).

Data Badan Pusat Statistik pun dengan jelas menunjukkan hal itu. Pada Desember 2008 memang terjadi deflasi 0,04 persen. Tapi, kata Deputi Kepala Badan Pusat Statistik Bidang Statistik Distribusi Ali Rusidi, deflasi terjadi karena penurunan harga bahan bakar minyak. Sektor makanan dan kebutuhan pokok justru tetap mengalami inflasi sebesar 0,52 persen. "Angka deflasi bisa lebih besar seandainya harga bahan kebutuhan pokok turun tajam," ujarnya.

Kali ini pemerintah berharap harga barang kebutuhan pokok dan ongkos transportasi sudi beringsut turun setelah harga bensin dan solar dipangkas lagi, masing-masing Rp 500 dan Rp 300, menjadi Rp 4.500 per liter pada 15 Januari lalu. Terlebih lagi, pemerintah juga mengurangi denda tarif listrik daya maksimum untuk sektor industri. Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pada Januari ini akan terjadi penurunan inflasi 0,53 persen. Deflasi tajam, kata dia, akan terjadi lagi bila itu diikuti penurunan harga barang kebutuhan pokok. Jika awal tahun sudah terjadi deflasi, target inflasi 2009 sebesar 6,5 persen lebih mudah tercapai.

Pemerintah sebenarnya berharap penurunan tajam harga kebutuhan pokok sudah terjadi ketika harga bahan bakar minyak diturunkan untuk kedua kalinya pada 15 Desember lalu. Pemerintah pun gencar mendekati para pengusaha, khususnya anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia, agar mau menurunkan harga produknya. "Beberapa kali pemerintah mengimbau kami," kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia M.S. Hidayat kepada Tempo di Jakarta. Sayangnya, kata Hidayat, para pengusaha belum bisa menurunkan harga produknya karena penurunan harga bahan bakar minyak yang mencapai Rp 1.000 per liter belum bisa mengurangi ongkos produksi. "Harga bahan-bahan baku dan mentah juga masih mahal."

Menurut Hidayat, peluang para pengusaha menurunkan harga produknya baru terbuka setelah pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak untuk ketiga kalinya. Dalam rapat pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia pada Kamis siang dua pekan lalu, kata dia, para pengusaha bisa menurunkan harga produknya jika ada lagi penurunan harga premium minimal Rp 500 dan solar Rp 300 per liter. "Usul ini lalu dibawa ke dalam rapat para menteri ekonomi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani, Kamis malamnya."

Keesokan harinya, Jumat pagi, Presiden Yudhoyono bersama para menteri ekonomi, seperti Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, dan Hidayat, membahas harga baru bahan bakar minyak. Akhirnya, pemerintah bersedia menurunkan lagi harga premium dan solar menjadi Rp 4.500 per liter. "Kami (pengusaha) pun berkomitmen menurunkan harga kebutuhan pokok," kata Hidayat. Dia memastikan harga minyak goreng dan daging sapi sudah bisa turun pada Februari. Lainnya Maret.

Lobi pemerintah agar para pengusaha menurunkan harga produknya tak berhenti di situ. Kamis pekan lalu, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengundang 120-an pengusaha anggota Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman dalam jamuan makan malam di ruang pertemuan Ballroom A di lantai dasar Hotel Hyatt, Jakarta Pusat. Didampingi pejabat-pejabat Departemen Perdagangan dan Departemen Pertanian, ia meminta komitmen para pengusaha untuk menurunkan harga.

Para pengusaha memahami keinginan pemerintah itu. Menurut Wakil Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Franky Welirang, penurunan harga bahan bakar minyak terakhir memang bisa menurunkan harga produk. Dengan perhitungan kasar, kontribusi bahan bakar terhadap harga produk sekitar 20 persen. "Dengan total penurunan harga bahan bakar minyak rata-rata 25 persen (tiga kali penurunan), harga produk industri bisa turun 5 persen," katanya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Namun, kata Franky, masalahnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Penurunan harga di tingkat produsen tak selalu diikuti oleh penurunan harga di tingkat konsumen. Sebab, ada faktor eksternal, yakni sektor distribusi dan retail. "Itu ditentukan pengusaha lain," ujarnya. Masalah ongkos transportasi barang bergantung pada pengusaha anggota Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan Raya (Organda). "Kalau pengusaha angkutan barang tak bisa menurunkan ongkosnya, bagaimana?"

Ketua Bidang Angkutan dan Prasarana Dewan Pimpinan Pusat Organda Rudy Thehamihardja mengatakan penurunan harga bahan bakar memang bisa menekan biaya pengusaha angkutan barang karena kontribusinya cukup tinggi, sekitar 40 persen. Tapi itu pun tak bisa serta-merta menurunkan ongkos transportasi karena ada faktor lain, seperti mahalnya suku cadang. "Perlu ada solusi agar harga suku cadang bisa murah," katanya.

Pemerintah juga perlu menekan pungutan liar oleh oknum berseragam-pemerintah daerah, dinas lalu lintas jalan raya, polisi, dan tentara-dan tak berseragam (preman). "Pungli ini bisa mencapai 10 persen dari total biaya kami," kata Rudy.

Menurut Mari Pangestu, penurunan harga bensin tiga kali dan penurunan tarif listrik daya maksimum seharusnya bisa membuat biaya transportasi dan produksi turun. Untuk komoditas primer pertanian, seperti beras, gula, dan minyak goreng, pengaruhnya memang tidak akan besar karena kontribusi bahan bakar minyak dan listrik relatif kecil, hanya 7-11 persen dalam proses produksi. "Harga produknya hanya akan turun 1-2 persen," katanya. Tapi, untuk produk industri makanan dan minuman, penurunan harganya lumayan, bisa mencapai 3-10 persen, karena kontribusi bahan bakar minyak dan listrik cukup tinggi.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Thomas Dharmawan punya cara pandang berbeda. Penurunan harga, kata dia, tidak melulu harus langsung dari angka tertentu ke angka lain. Penurunan harga bisa berbentuk potongan harga (diskon), bonus produk untuk pembelian barang tertentu, dan pengubahan kemasan untuk menekan biaya produksi. "Itu semua tergantung pengusahanya," kata dia.

Apa pun bentuk penurunannya, yang terang penurunan harga produk tampaknya tak bisa cepat dilakukan bulan ini. Sebab, masih banyak stok barang kebutuhan pokok (buffer stock) di pasar. Stok produk ini harus dikurangi dulu. "Penurunan harga produk paling cepat Februari atau Maret mendatang," kata Franky.

Penurunan harga itu pun, menurut Ketua Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia Adiwisoko, harus dengan syarat tertentu. Untuk komoditas minyak goreng, misalnya, nilai tukar rupiah tidak melemah lagi hingga di atas 11 ribu per dolar dan harga minyak kelapa sawit di pasar dunia tak bergejolak.

Agar penurunan harga bisa efektif, ekonom Faisal Basri menyarankan pemerintah menciptakan persaingan usaha yang fair. "Kondisi persaingan saat ini masih agak lemah," ujarnya. Pemerintah juga perlu bertindak tegas, terutama kepada pelaku usaha di sektor transportasi. Harga suku cadang yang mahal dan ongkos perawatan seharusnya tak bisa dijadikan alasan untuk tidak menurunkan ongkos transportasi.

Padjar Iswara, R.R. Ariyani, Ismi Wahid, Amandra Megarani

Struktur Biaya per Industri

 Terigu Makanan/MinumanSemen
Bahan baku85%60-70%15-20%
kurs2,5-5%  
bahan mentah80-82,5%  
Biaya operasional*10%3-32%5-10%
Ongkos angkut/transportasi2,5%5-15%5-10%
Biaya energi**2,5%3-12%60-70%

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus